Sumber Foto: Panitia Penyelenggara 

Cirebon, LPM FatsOeN – Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) FatsOeN dan Himpunan Mahasiswa Filsafat (Himafil) menyelenggarakan acara Nonton Bareng (Nobar) & Diskusi Pesta Oligarki di parkiran gedung SBSN, UIN Siber Syekh Nurjati Cirebon pada, Sabtu (26/10/2024). 

Nobar & Diskusi Pesta Oligarki diselenggarakan untuk menjadi wadah bagi mahasiswa UIN SSC yang ingin merefleksikan nilai-nilai jurnalisme. 

Pemimpin Umum LPM FatsOeN, Raihan Athaya Mustafa mengatakan, acara ini merupakan acara internal LPM FatsOeN yang tujuannya adalah untuk edukasi tentang jurnalistik. 

"Acara ini diadakan untuk internal LPM FatsOeN dan kegiatan jurnalistik yang ada di UIN SSC," ujar Raihan. 

Sementara itu, Ketua Umum Himafil, Vipaldi Desta mengatakan, bahwa acara ini selaras dengan kegiatan Sabtu ke Sabtu milik Himafil. 

Hal inilah yang menurutnya menjadi latar belakang mengapa kemudian Himafil menjalin kolaborasi kegiatan dengan LPM FatsOeN. 

"Yang pertama, ini menguntungkan Himafil, yang mana kami sebenarnya rutin melakukan diskusi setiap hari Sabtu, dengan nama kegiatan Sabtu ke Sabtu," ujar Desta.

Mulanya, acara ini bertempat di Pojok Fasya. Namun karena hujan, acara ini berpindah tempat ke parkiran gedung SBSN. Acara dibuka dengan penampilan puisi dari salah seorang anggota UKM LPM Fatsoen bernama Ibnu. Setelahnya, baru dilanjut dengan acara Nobar & Diskusi Pesta Oligarki.

Acaranya sendiri diharapkan bisa menjadi sesuatu yang mampu menjaga kewarasan jurnalisme dalam menanggapi isu-isu demokrasi di Indonesia. 

Sebagaimana diketahui, isu demokrasi di Indonesia dua tahun kebelakang tengah disorot. Sehingga, para mahasiswa barangkali dinilai perlu untuk mengetahui dan paham dengan nilai-nilai jurnalistik supaya pikirannya tetap kritis dan mampu menanggapi isu-isu demokrasi di Indonesia, atau misalnya di kampus UIN SSC dengan bijak. 


Penulis: Hamdan Nursalim

Editor: Ega Adriansyah

Sumber Foto: Panitia Penyelenggara

Cirebon, LPM FatsOeN – Himpunan Mahasiswa Jurusan Bahasa Indonesia (HIMABI) Universitas Islam Negeri (UIN) Siber Syekh Nurjati Cirebon (SSC) menggelar acara Festival Bulan Bahasa dan Dies Natalis Ke-9 HIMABI yang bertempat di gedung IAIN Cirebon Center (ICC) pada Kamis (24/10/2024).

Acara ini merupakan acara rutin yang diadakan oleh HIMABI dalam rangka memperingati bulan bahasa sekaligus ulang tahun HIMABI yang kesembilan. Adapun bulan bahasa sendiri diadakan sebagai ajang peringatan bagaimana bahasa Indonesia terlahir sampai akhirnya menjadi bahasa persatuan negara Republik Indonesia.

Acara ini akan dilaksanakan dalam dua waktu, yakni Kamis, 24 Oktober 2024 diadakannya seminar jurnalistik tingkat nasional yang menghadirkan pemateri Dewi Pujawati. yang merupakan ahli pertama pranata siaran LPP RRI Cirebon, mengadakan lomba tingkat nasional, dan internasional yang diikuti peserta lebih dari sembilan negara. Puncak acara dari dies natalis HIMABI sendiri akan digelar pada Senin, 11 November 2024 yang akan diisi dengan penampilan-penampilan dari para mahasiswa jurusan Bahasa Indonesia.

Acara ini mendapat respon yang antusias dari para peserta, lebih dari 160 orang datang menghadiri acara ini. Seminar pun berjalan dengan meriah, hal tersebut dibuktikan dengan para peserta yang ikut aktif bertanya pada sesi tanya jawab.

Adapun yang membedakan acara pada tahun ini dengan tahun sebelumnya adalah tema. Tema yang diambil tahun lalu mengenai sastra puisi sedangkan tahun sekarang mengenai jurnalistik. Tema tersebut diambil karena ingin membangkitkan jiwa kritis anak muda untuk menghadapi perkembangan zaman dengan hoaks-hoaks yang tersebar di dalamnya dan menjadi bekal bagi orang-orang yang ke depannya menginginkan profesi jurnalistik.

Tamu yang hadir adalah Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan yaitu Saifuddin, serta Kepala Bagian Kesejahteraan Rakyat dari Pemerintah Kabupaten Cirebon yaitu Iik Ahmad Ri'fai 

Adapun untuk persiapan dari acara ini sudah dari sejak akhir bulan Mei 2024 lalu yaitu dimulai dari pembentukan awal kepanitiaan. Kesulitan yang ditemui adalah panitia harus benar-benar bisa memanage waktu di tengah kesibukannya masing-masing untuk mengurus acara ini namun hal tersebut dapat diselesaikan dengan komunikasi antar panitia yang baik.

Perwakilan panitia, M. Tholhah Husaen Al Baladi selaku ketua pelaksana berharap dengan diadakannya acara ini bisa menjadi pemacu untuk membangkitkan semangat dan sadar identitas sebagai mahasiswa serta mampu menerapkan ilmu-ilmu yang telah disampaikan oleh pemateri. Selain itu M. Tholhah Husaen Al Baladi juga berharap untuk acara dies natalis di tahun yang akan datang acara bisa lebih meriah dan lancar segala kekurangan yang ada di acara pada tahun ini bisa menjadi evaluasi dan perbaikan di acara dies natalis di tahun berikutnya.


Penulis: Meina Maspupah

Editor: Ega Adriansyah

Sumber Foto: Dokumentasi Panitia

Cirebon, LPM FatsOeN – Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) FatsOeN UIN Siber Syekh Nurjati Cirebon telah menggelar acara Pelatihan Jurnalistik Tingkat Dasar(PJTD) di Pesantren Madinatunnajah, Jl. Cirebon Permai, Kecapi, Kecamatan Harjamukti, Kota Cirebon . Acara ini berlangsung selama 2 hari mulai dari tanggal 19 sampai 20 Oktober 2024.

PJTD adalah kegiatan kaderisasi awal yang bertujuan untuk memberikan pelatihan dasar tentang jurnalistik kepada calon anggota magang LPM FatsOeN.

Acara ini mengusung tema “Bersinergi Menumbuhkan Semangat Jurnalis Muda yang Independen dan Beretika di Era Digital ”. Tujuan diangkatnya tema ini adalah untuk menumbuhkan kembali semangat para calon jurnalis muda, supaya tetap memegang prinsip independen dan memegang teguh etika kejurnalistikan di era digital.

"Di era digital, tantangan seorang jurnalis semakin kompleks, pelatihan ini diadakan untuk membekali kalian dengan pengetahuan dan keterampilan, untuk menjadi jurnalis yang tidak hanya beretika, tapi juga independen dan responsif," kata Ketua Pelaksana PJTD, Irsyad.

Rangkaian acara pada hari pertama diisi dengan materi yang dibawakan oleh Pemimpin Redaksi LPM FatsOeN, Tina Lestari; Jurnalis Kompas TV, Muhammad Syahri Romdhon; serta Project Manager Dialog Cirebon, Deri Yusvira.

Dalam acara ini, peserta tampak antusias sekali. Antusias peserta dalam acaranya dapat dilihat dari respon peserta yang aktif bertanya selama sesi pemberian materi. Setelah pemaparan materi selesai, para peserta diarahkan untuk membuat produk jurnalistik secara berkelompok. 

Setelah pembuatan produk, para peserta kembali ke ruangan untuk mendapatkan review hasil produk kelompoknya sekaligus sharing bersama demisioner dan alumni LPM FatsOeN.

Selanjutnya, rangkaian acara hari kedua yaitu senam, penampilan kelompok serta harapan dan impian peserta PJTD.

PJTD ini ditutup dengan pemberian sertifikat kepada seluruh peserta. 

Harapannya kegiatan ini mampu menjadi langkah awal bagi calon anggota magang LPM FatsOeN untuk menumbuhkan minat dan bakat di bidang jurnalistik, serta mencetak jurnalis muda yang kompeten.


Penulis: Nuria Febrianti

Editor: Ega Adriansyah

Sumber Foto: Dokumentasi Penulis 

Belakangan ini, Smart Campus, platform layanan akademik digital yang digunakan oleh banyak mahasiswa di UIN Siber Syekh Nurjati Cirebon, sering mengalami gangguan teknis yang memicu keresahan terutama di kalangan mahasiswa tingkat akhir. Mahasiswa yang tergantung pada sistem ini untuk berbagai keperluan akademik, seperti mengakses nilai, mencetak transkrip, dan mendaftar sidang. Mereka merasa sangat dirugikan dengan seringnya platform ini mengalami eror.

Sejak adanya pengalihan layanan ke Portal Akademik untuk mahasiswa angkatan tahun 2022 dan seterusnya, Smart Campus seolah menjadi platform yang mulai diabaikan. Meskipun demikian, angkatan 2021 ke bawah masih sepenuhnya bergantung pada platform ini untuk memenuhi persyaratan akademik mereka. Karena itu, ketika Smart Campus mengalami gangguan, dampaknya sangat terasa, terutama di kalangan mahasiswa yang sedang berada di masa-masa kritis, seperti persiapan sidang skripsi dan penyelesaian studi.

Smart Campus sering disalahgunakan oleh pihak tidak bertanggung jawab dan berubah menjadi situs judi online. Ini menunjukkan adanya kelemahan besar dalam sistem keamanan siber kampus. Dalam era digital seperti sekarang, keamanan data menjadi prioritas yang tidak bisa diabaikan. Ketika platform yang mengelola data akademik mahasiswa rentan terhadap serangan siber, ini tentu menimbulkan kekhawatiran besar. Pihak kampus diharapkan dapat berinvestasi lebih banyak dalam pengembangan dan mendukung infrastruktur keamanan siber untuk melindungi data mahasiswa, yang seharusnya dijaga dengan baik.

Sayangnya, hingga saat ini, tindakan perbaikan dari pihak kampus masih belum terlihat signifikan. Hal ini menimbulkan spekulasi bahwa kampus mungkin sengaja mengabaikan Smart Campus karena platform ini hanya digunakan oleh angkatan terakhir yang segera lulus. Banyak yang berpendapat bahwa karena kampus sudah beralih ke Portal Akademik, Smart Campus seolah dibiarkan begitu saja hingga masanya berakhir.

Bagi mahasiswa tingkat akhir, Smart Campus sekali lagi adalah sistem yang krusial, terutama dalam mengurus kebutuhan administratif untuk kelulusan. Ketika platform ini mengalami gangguan, mereka harus menghadapi berbagai kendala, mulai dari kesulitan mencetak transkrip nilai hingga keterlambatan dalam pendaftaran sidang. Situasi ini jelas menambah beban dan tekanan di masa-masa akhir perkuliahan yang sudah berat.

Mahasiswa merasa geram karena Smart Campus yang seharusnya berfungsi sebagai pendukung akademik malah menjadi penghalang. Ketika platform digital yang diandalkan justru sering eror dan tidak bisa diakses, mereka kehilangan akses terhadap layanan akademik yang sangat dibutuhkan. Situasi ini juga mencerminkan kurangnya perhatian kampus terhadap kebutuhan mahasiswa, terutama di momen-momen penting seperti penyelesaian studi.

Kampus memiliki tanggung jawab besar untuk memastikan bahwa semua layanan akademik, termasuk platform digital seperti Smart Campus, berjalan dengan baik hingga akhir. Mengingat pentingnya platform ini bagi kelancaran proses akademik mahasiswa, pihak kampus diharapkan dapat segera mengambil tindakan konkret untuk memperbaiki sistem dan meningkatkan keamanan sibernya. Selain itu, kampus juga harus memberikan kepastian kepada mahasiswa bahwa hak-hak mereka sebagai pengguna layanan akademik akan dilindungi, terlepas dari apakah mereka termasuk angkatan terakhir pengguna Smart Campus atau bukan.

Jika Smart Campus memang akan dihapus setelah angkatan terakhir selesai, kampus tetap harus memastikan bahwa selama platform tersebut masih aktif, fungsinya tetap berjalan dengan baik. Jangan sampai platform ini dibiarkan rusak begitu saja, karena ini akan semakin mencoreng reputasi kampus di mata mahasiswa.

Dalam jangka panjang, pembenahan sistem layanan akademik digital harus menjadi prioritas kampus. Era digitalisasi menuntut transparansi, efisiensi, dan keamanan dalam pengelolaan data akademik. Ketidakmampuan untuk mengelola sistem ini dengan baik hanya akan merugikan semua pihak, terutama mahasiswa yang merupakan pengguna utama layanan tersebut.


Penulis: Zakariya Robbani

Editor: Ega Adriansyah

Ilustrator: Zakariya Robbani 

Tahun 2024 kiranya menjadi tahun yang panas. Sebagaimana kita ketahui, tahun ini menjadi puncak dari segala peralihan kepemimpinan politik, di mana pion-pion catur, mulai dari papan atas sampai papan bawah, orang lama sampai orang baru, hingga kelas teri dan kakap. Disadari atau tidak, peta politik di Indonesia terkesan hanya dikuasai oleh genggaman jari jemari segelintir orang saja, dan kesannya seperti sangat jauh dari sistem kenegaraan yang dianut, yakni demokrasi.

Dalam urusan politik, para penguasa yang sedang menjabat pastinya berupaya untuk mempertahankan kekuasaannya. Contohnya dengan cara mendiasporakan keluarga serta kerabat-kerabatnya untuk menempati kedudukan atau posisi tertentu di lingkungan politik yang strategis. 

Ketika pemilu dan pilkada mulai digelar, banyak topeng-topeng kebaikan bermunculan. Entah itu dalam bentuk pendekatan kepada pemuda, bakti sosial masyarakat, blusukan ke desa terpencil, atau bahkan masuk gorong-gorong sekalipun, yang kemudian didokumentasikan. Di tahapan awal menjelang pemilihan, biasanya banyak sekali orang-orang yang mendadak baik dengan peci di kepala dan baju partai kebanggaan di tubuhnya.  

Apakah itu salah? Sejatinya tidak sama sekali. Tetapi, yang sangat disayangkan ialah masih banyak kebaikan yang mereka lakukan hanya untuk memperoleh empati dan suara masyarakat (elektabilitas), serta kebaikannya hanya berlaku ketika sampai terpilih saja. Ketika pemilu selesai, selesai juga kebaikan yang mereka lakukan. Seakan-akan menghilang di luar jangkauan, seperti sinyal ketika di atas  Gunung Ciremai. 

Sebenarnya, jika memang siapapun berencana untuk menjadi pemimpin atau wakil rakyat, maka harus siap dengan konsekuensi melayani rakyat. Ketika rakyat mulai berpendapat dan berbicara, realitanya, masih banyak di antara pemimpin dan wakil rakyat kita yang tidak pernah mendengarkan. 

Mereka seakan lupa bahwa ada adagium yang berbunyi "vox populi, vox dei" yang berarti suara rakyat, suara Tuhan. Selain itu, para pemimpin seyogyanya harus tau apa keinginan, permasalahan, dan keluhan rakyatnya. Coba kita sama-sama merenungi puisi yang ditulis oleh Lao Tzu, salah satu tokoh filsafat, penyair, dan pendiri aliran Taoisme dari Cina (Tiongkok). 

Datangilah rakyat

Hiduplah bersama mereka

Belajarlah dari mereka

Cintailah mereka

Mulailah dari yang mereka tahu Bangunlah dengan apa yang mereka milik

Ketahuilah pemimpin yang terbaik ialah ketika pekerjaan selesai dan tugas dirampungkan

Serta rakyat berkata, "Kami sendirilah yang mengerjakannya."

Dari puisi di atas, kita dapat mengambil hikmah serta belajar tentang hakikat seorang pemimpin, serta kesadaran bahwa menjadi pemimpin harus banyak berkorban melayani, bukan malah memperkaya diri sendiri. Sudah lupakah mereka dengan sosok Harun al-Rasyid, Umar bin Khattab, Umar bin Abdul Aziz? Yang benar-benar menunjukan karakter sejati seorang pemimpin  rakyat, yang melayani, bukan malah mengkhianati atau menyusahkan rakyat. Yang paling saya ingat ialah ketika malam hari Khalifah Umar bin Khatab memastikan turun langsung ke masyarakat, mendengar  suara tangisan anak kecil, seketika dia berhenti dan menyelidiki apa sebenarnya yang sedang terjadi. 

Alhasil, ketika dia sampai tepat di depan pintu rumah yang menjadi sumber tangisan anak kecil tadi, tak terasa, dia meneteskan air mata, dikarnakan melihat peristiwa seorang ibu yang memasak batu untuk mengelabui anaknya supaya lapar yang dirasanya berkurang. Setelah itu, dia langsung bergegas lari, membawa makanan pokok dari gudang penyimpanan (baitul mal), untuk diberikan kepada ibu dan anak tadi.

Pertanyaannya, apakah  masih ada karakter pemimpin kita di Indonesia yang seperti Khalifah Umar bin Khattab? Jika tidak, seharusnya ini dapat menjadi evaluasi bersama dan membuat para pemimpin dan wakil rakyat kita sadar bahwa suatu kebijakan haruslah berpihak kepada masyarakat, bukan malah menindas rakyat (dalam konteks kebijakan apapun).


Penulis: Sulthon

Editor: Ega Adriansyah

Sumber Foto: Dokumentasi Fatsun 

Cirebon, LPM FatsOeN – "Selamat dan sukses atas peresmian kampus komersil", begitulah kalimat dari mahasiswa yang terpampang dalam sebuah spanduk pada sebuah aksi demonstrasi. Sebagaimana diketahui, sejumlah mahasiswa dari berbagai jurusan di UIN Siber Syekh Nurjati (SSC) melakukan aksi demonstrasi di depan gedung rektorat pada, Jumat (18/10/2024).

Aksi yang diinisiasi Dewan Eksekutif Mahasiswa Universitas (Dema-U) ini menuntut adanya penambahan sarana dan prasarana (sarpras) kampus, juga mendesak kepala bagian (kabag)  umum dan fakultas untuk mempermudah peminjaman sarana dan prasarana kemahasiswaan.

Selain persoalan tadi, tuntutan mahasiswa juga terkait dengan permasalahan dosen, dari mulai jadwal mata kuliah yang diubah semena-mena, hingga dosen yang melakukan komersialisasi pendidikan di lingkungan kampus. Komersialisasi pendidikan yang dimaksud meliputi praktik jual beli buku, pakaian dinas harian (PDH), hingga jual beli saham, yang mana dilakukan dengan ancaman pengurangan nilai bagi mereka yang tidak membeli produk-produk dosen tersebut.

Aksi tersebut berujung audiensi antara para mahasiswa dengan pihak rektorat dan dekanat. Rektor UIN SSC, Aan Jaelani berjanji, akan lebih membenahi fasilitas dan berkomitmen bahwa sarana dan prasarana kampus merupakan milik bersama, yang dapat digunakan oleh seluruh sivitas akademik. 

Selain itu, dirinya juga menghimbau kepada seluruh dekan fakultas untuk mengumpulkan dan mengevaluasi dosen-dosen yang dinilai bermasalah pada Senin 21 Oktober mendatang. 

"Silahkan buat tabel buat tindak lanjutnya," ucap Aan sebagai responnya terhadap tuntutan mahasiswa.

Secara tegas, Aan menyatakan akan menindak dosen yang terbukti mengotak-atik jadwal dan melakukan komersialisasi pendidikan. Bahkan, dalam hal ini dia tak segan untuk memberhentikan dosen yang tetap nakal (setelah dievaluasi atau dipanggil). 


Penulis: Fadhil Muhammad Razka

Editor: Ega Adriansyah


Ilustrasi: Pinterest 

Generasi yang akrab dengan teknologi, realitanya akan mengalami kemajuan dan kemunduran secara bersamaan. Hal itulah yang dialami generasi Z, khususnya di Indonesia. Pola hidup manusia terus mengalami perubahan seiring berkembangnya zaman. Tidak dapat dipungkiri, bahwa setiap masa melahirkan generasi dengan karakteristiknya yang berbeda satu sama lain. Saat ini, generasi yang tengah memasuki usia emas adalah generasi Z alias gen Z. Orang-orang yang lahir dalam kurun waktu 1997 sampai 2010. Gen Z merupakan generasi yang sangat bersahabat dengan teknologi, khususnya sosial media. Mereka tumbuh beriringan dengan berbagai perkembangan sosial media. Seolah menjadi kebutuhan primer, memiliki akun sosial media merupakan hal wajib bagi mereka. 

Banyak dari mereka yang meluapkan berbagai ekspresinya di sosial media. Bahkan banyak juga yang menjadikan konten-konten sosial media sebagai standar pedoman hidup.

Berbagai jenis sosial media seperti Instagram, Facebook, X, dan TikTok, dianggap memiliki kegunaannya masing masing bagi gen Z. Di Facebook, umumnya mereka melakukan transaksi jual beli, dan sarana untuk mencari teman-teman lama. Sedangkan X dan Instagram, banyak dari gen Z menggunakannya untuk memamerkan pencapaian dan keresahan terhadap kehidupan sehari-harinya. Adapun TikTok, tak sedikit kita jumpai berbagai kutipan yang seolah menjadi sumber relevansi bagi kehidupan gen Z. Hal inilah yang disebut sebagai 'Standar TikTok’. TikTok sudah tidak hanya menjadi sarana hiburan, melainkan juga sebuah platform yang kontennya diianggap sebagai standar dalam kehidupan. 

Beberapa hal yang sering dijadikan acuan dari konten TikTok diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Standar Mencari Pasangan

Dikutip dari Kumparan, sejak konten-konten bucin atau percintaan membanjiri TikTok, kriteria remaja sekarang memiliki selera yang tinggi dalam memilih pasangan [Fahmi, 2022]. Banyak anak muda yang dituntut untuk memenuhi kriteria yang sedang hits di sosial media. Salah satu kriteria yang dimaksud adalah memiliki typing ganteng, yaitu cara penulisan dalam room chat tanpa diawali huruf kapital, kemudian ada juga memanjangkan huruf pada akhir kosakata, memakai emoticon tertentu pada akhir kalimat, dan masih banyak lagi. Selain itu, standar lain dalam memilih pasangan yang banyak diambil dari TikTok adalah kriteria kendaraan, outfit, hingga potongan rambut, hingga perlakuan khusus terhadap pasangan.

2. Generalisasi selera hingga penampilan

Selain standar mencari pasangan, berbagai selera penampilan seperti gaya rambut, musik, hingga tempat nongkrong sering kali menjadi hal yang diperdebatkan. Hal ini yang memicu adanya standar penampilan dan gaya hidup. Tak jarang mereka saling singgung di sosial media, khususnya TikTok hanya karena perbedaan selera penampilan. The nuruls untuk para wanita berjilbab, baju rajut, dan hobi berburu makanan seblak. Anak Skena untuk style kaos band, celana gombrang, dan playlist lagu pop-punk, hingga Anak Casual untuk mereka yang memakai brand mewah, dan gemar menonton sepakbola.

3. Standar pendidikan

Apabila generasi sebelumnya berlomba-lomba untuk mengharumkan nama kampus, maka mirisnya mayoritas gen Z justru ingin harum dibalik nama kampus. Banyak dari generasi Z berlomba-lomba untuk masuk sekolah maupun universitas impiannya, dan tidak jarang kita menemui orang-orang yang mengaku 'terpaksa' masuk sebuah kampus, karena ditolak oleh kampus impiannya itu. Akibat dari gengsi tersebut, mereka kian merasa malas dan tak bergairah untuk menempuh pendidikan. Bahkan tak sedikit juga yang memilih jeda terlebih dahulu di dunia pendidikan demi mengikuti tes masuk universitas impian mereka ditahun berikutnya. Kesalahan pola pikir semacam ini justru seolah dinormalisasi. Sebagai mahasiswa, seharusnya kita bangga dengan nama kampus yang telah menaungi pendidikan kita, dan berusaha semaksimal mungkin untuk mengharumkan namanya agar setara dengan kampus-kampus impian kita.

4. Standar pergaulan

Satu lagi standar TikTok yang paling mengerikan adalah banyak konten yang seolah menormalisasi hal-hal negatif. Tak sedikit kita jumpai akun yang dengan bangganya memamerkan kenakalan-kenakalan remaja yang sangat minim moral. Tawuran pelajar, seks pra-nikah, hingga minum minuman keras, justru banyak dijadikan acuan bagi seseorang untuk dicap sebagai “orang paling gaul”. Hal ini sangat miris dan jelas mencoreng moral generasi bangsa, khususnya gen Z.

Itulah tadi standar TikTok yang menjadi salah satu peran utama dalam terdegradasinya moral generasi bangsa. Dari mulai standar yang terkesan sepele, hingga yang paling berpengaruh dampaknya terhadap moral. TikTok sebagai platform yang sangat banyak digunakan oleh anak muda, banyak memengaruhi pola pikir mereka. Standar yang tinggi tersebut, akhirnya merusak mentalitas dan moral para generasi Z, karena mereka akan minder alias 'insecure' apabila standar kebahagiaannya tidak terpenuhi. Akibat konten-konten sosial media tersebut, mereka justru gusar dan risau apabila tidak mengikuti trend dan berbeda dari yang lain. Hal ini berbanding dengan generasi-generasi sebelumnya yang cenderung lebih sederhana dalam membahagiakan diri. 

Akhirnya, banyak dari gen Z yang melek teknologi, namun justru melakukan riset lebih jauh terhadap pengaruhnya.

Oleh sebab itu, ada baiknya sebagai generasi yang berada di usia emas untuk bisa berpikir kritis dan jernih. Jangan sampai mentalitas kita jatuh karena konten-konten tanpa data yang disebarluaskan melalui sosial media. Media sosial memang membuat hidup lebih memiliki banyak pilihan. Namun bagaimanapun, kehidupan yang realistis sesuai kemampuan justru lebih menenangkan dan menyenangkan, ketimbang diselimuti ketakutan dan berlomba dengan gengsi demi mengejar standar kebahagiaan publik semata.


Penulis: Fadhil

Editor: Ega Adriansyah