Dalam lorong gelap kampus yang rindang
Terlihat potret yang mengherankan
Ideal demokrasi hanyalah angan
Diterpa intrik birokrasi, politik pun memburu
Demonstrasi meronta, ketidakpuasan terbuka,
PPMU ditolak, keputusan kaku.
Pandora terbuka, menggambarkan betapa
Demokrasi terancam oleh kepentingan curang.
Birokrat turut campur, mengatur agenda
Menggerus demokrasi, tak terasa
Perjuangan mahasiswa, hanya sandiwara
Politik kekuasaan menjelma main hakim sendiri
Konflik merajalela di arena ormawa
Rasisme menjulang, intoleransi menggema
Ironisnya, mahasiswa bertumpu dalamnya
Membenamkan harapan akan demokrasi yang sejahtera
Demokrasi kampus hanya pajangan
Di tengah struktur kekuasaan yang terbelenggu,
Kebijaksanaan terkubur, di dalam luka.
Di bawah sorotan, prasangka menghampiri
Namun pelajaran berharga terukir jelas
Dari IAIN Syekh Nurjati Cirebon yang terpenjara
Demokrasi tak sekadar kata,
Melainkan praktek yang harus terus dijaga.
Partisipasi dan kepercayaan menjadi kunci
Untuk menjaga ruh demokrasi yang merdeka
Kampus menjadi arena, bukan sekadar impian
Bagi masyarakat yang haus akan keadilan.
Demokrasi kampus haruslah jadi nyata
Bukan sekadar cerita di atas kertas,
Melalui pendidikan dan tindakan tegas,
Mewujudkan demokrasi yang sejati, tanpa cela.
Penulis: Nisa Nurul Hamdiyah
Tak terasa saat ini kita sudah berada di penghujung Ramadan. Sebelum Ramadan berakhir mari kita lakukan salah satu aktivitas baik yakni muhasabah, untuk tujuan memperbaiki diri dan berbenah agar pasca Ramadan, kita bisa tetap istikamah dalam takwa. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), muhasabah berarti introspeksi. Sementara introspeksi berarti peninjauan atau koreksi terhadap perbuatan, sikap, kesalahan, dari diri sendiri. Muhasabah adalah salah satu cara membersihkan diri dari kesalahan-kesalahan yang pernah dibuat.
Muhasabah berasal dari bahasa Arab. Akar kata dari muhasabah adalah hasaba-yahsubu-hisaaban. Artinya menghisab atau menghitung. Sedangkan dalam terminologi Islam, muhasabah merupakan upaya seseorang dalam melakukan evaluasi diri terhadap setiap kebaikan serta keburukan pada semua aspek kehidupan seseorang. Setidaknya ada dua hal yang perlu diinstrospeksi atau menjadi bahan muhasabah di akhir Ramadan.
Pertama berkenaan dengan perbaikan hubungan kita dengan Allah. Selama Ramadan, kita terbiasa menahan diri dari sesuatu yang Allah membatalkan puasa, makan dan minum. Selain itu, selama Ramadan kita juga dianjurkan untuk memperbanyak ibadah, kebaikan serta menjauhi sikap dan perbuatan yang mengandung dosa semacam ghibah, namimah, dan lainnya yang memang menjadi makna lebih dalam dari menahan.
Pasca Ramadan, sebisa mungkin berbagai ibadah, kebaikan dan sikap menahan diri dari sesuatu yang mengandung dosa itu harus dipertahankan. Termasuk budaya tadarus Al-Qur’an dan masih banyak lagi. Adanya Ramadan dan kewajiban berpuasa di sisi lain memang bertujuan untuk melatih dan menguatkan keimanan seorang muslim/muslimah. Sehingga mereka yang disebut menjadi pemenang adalah mereka yang berhasil mempertahankan keistikamahan dalam beribadah dan berbuat baik bahkan selain di bulan Ramadan.
Bulan Ramadan merupakan bulan yang penuh kemuliaan karena di dalamnya terdapat momen-momen sejarah yang penting seperti Lailatul Qadar dan Nuzulul Qur’an. Pada bulan ini, rahmat dan ampunan Allah dibuka selebar-lebarnya kepada hamba-hamba di dunia. Sehingga Rasulullah Saw mengatakan dalam sabdanya: “Barang siapa yang mendapatkan bulan Ramadhan tetapi dia tidak mendapatkan ampunan Allah semoga dia jauh dari rahmat-Nya, maka Nabi pun mengamini doa malaikat Jibril tersebut”. (HR. Ibnu Hibban). Maka, manfaatkan sisa-sisa bulan Ramadan dengan baik dan doa kepada Allah agar setelah Ramadan Dia limpahkan kepada kita kemampuan untuk istikamah dalam ibadah dan berbuat baik.
Kedua, berkenaan dengan hubungan antara kita dengan sesama manusia. Entah hubungan kita dengan orang tua, pasangan, tetangga, teman, sanak saudara dan lainnya. Momen bulan Ramadan harus membuat hubungan kita dengan sesama semakin baik. Silaturahim yang tadinya renggang harus kembali dikuatkan, hubungan yang tadinya ada masalah harus kembali direkatkan di bulan ini. Di Indonesia, kita mengenal ada tradisi mudik dan berkunjung dengan sanak saudara ketika Idulfitri tiba. Momen itulah yang mesti dimanfaatkan untuk memperbaiki hubungan kita dengan sesama manusia (menyambung silaturahim).
Rasulullah Saw bersabda: “Kalian tidak akan masuk surga sampai kalian beriman, dan kalian tidak akan beriman dengan sesungguhnya sampai kalian saling mencintai. Maukah kalian aku tunjukkan sesuatu yang jika kalian lakukan kalian akan saling mencintai? Yaitu tebarkan salam di antara kalian” (HR. Muslim)
Rasulullah juga berpesan dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari: "Barang siapa yang mempunyai kesalahan dengan sesamanya maka mintalah maaf karena di akhirat nanti tidak ada dinar atau dirham untuk menebusnya sebelum kebaikannya diberikan kepada temannya yang dizholimi, jika dia tidak memiliki kebaikan maka dosa teman yang dizholiminya itu diberikan kepadanya”. (HR. Al-Bukhari).
Mengakhiri tulisan ini, saya mengajak FatsOeNist untuk bersama melakukan muhasabah. Dengan begitu, semoga Ramadan kita semua diliputi berkah, kebaikan, ampunan sekaligus membuat diri meraih predikat takwa yang istikamah.
Penulis: Muhamad Hijar Ardiansah (Anggota Magang LPM FatsOeN 2024)
Editor: Ega Adriansyah
Ilustrasi Foto: Pinterest
Menjaga kebersihan merupakan kewajiban bagi setiap muslim, hal tersebut sebagaimana telah disampaikan oleh Nabi Muhammad SAW dalam hadist "kebersihan itu sebagian dari iman,"
Untuk menjalankan kewajiban tersebut tentu seharusnya dimulai dari hal-hal kecil, salah satunya adalah kebiasaan membuang sampah pada tempatnya.
Sayangnya sebagian dari orang menganggap hal tersebut merupakan hal yang sepele dan memiliki dampak yang kecil. Padahal hal yang dianggap sepele tersebut akan menjadi sebuah kebiasaan jika dilakukan secara rutin dan bertahap.
Selain itu kebersihan lingkungan sekitar juga dapat mencerminkan bagaimana kebersihan setiap individu yang menduduki atau melakukan aktivitas di lingkungannya. Misalnya saja di sekitar sekolah, jika sekolah tersebut bersih maka dapat dipastikan bahwa semua warga menjaga kebersihan sekolah tersebut.
Hari jumat kemarin Saya mendatangi salah satu daerah di Cirebon, di daerah tersebut banyak sampah yang berserakan namun Saya juga menyoroti ketersediaan tempat sampah di area yang saya kunjungi tersebut sangat minim. Jika dibandingkan antara banyaknya sampah dengan tong sampah, maka kebanyakan adalah sampah.
Artinya, bisa jadi orang-orang membuang sampah sembarangan karena memang kurangnya ketersediaan tempat sampah di sekitarnya.
Sebagai upaya menjalankan misi keimanan mengenai kebersihan ini, kebiasaan membuang sampah sembarangan secara perlahan harus kita tinggalkan. Salah satu caranya adalah mengajarkan kepada anak-anak mengenai pentingnya disiplin dalam membuang sampah pada tempatnya dan menjaga lingkungan sekitar.
Untuk menerapkan upaya tersebut maka tentu sarana prasarana dianggap sangat penting untuk keberlangsungan pembiasaan membuang sampah pada tempatnya. Salah satunya adalah ketersediaan tong sampah di setiap lingkungan. Kalau misal di lingkungan sekolah minimal satu kelas memiliki satu tong sampah. Selain itu bisa dibuat aturan penghuni kelas harus senantiasa bertanggungjawab menjaga kebersihan serta membuang sampah pada tempatnya.
Mengenai masalah pengelolaan sampah memang menurut Saya belum menemukan solutif yang tepat, kalaupun ada pasti masalahnya karena tidak bisa konsisten.
Maka dari itu, mari kita saling mengingatkan untuk mulai mencintai lingkungan dengan cara disiplin membuang sampah pada tempatnya.
Penulis: Zahra Mega
Editor: Meina Maspupah