|
Ilustrasi: canva.com/Akhmad J.
|
Hampir setiap tahun ajaran baru, isu mengenai biaya pendidikan selalu mencuat. Bahkan, di setiap isu tentang mahalnya biaya pendidikan di perguruan tinggi selalu rutin menjadi sebuah permasalahan yang tak kunjung selesai, walaupun kampus negeri menerapkan sistem uang kuliah tunggal (UKT) yang disesuaikan dengan kemampuan orang tua atau wali murid, tetapi tetap saja biaya kuliah masih terasa tinggi apalagi bagi kalangan masyarakat menengah ke bawah.
Kenyataan mahalnya biaya pendidikan tinggi di Indonesia ini sesuai dengan hasil riset yang dilakukan oleh HSBC yang dikutip dari CNBC menyebutkan bahwa Indonesia merupakan 15 negara dengan biaya pendidikan termahal di dunia, pada riset tersebut Indonesia berada di peringkat ke-13 sebagai negara dengan biaya pendidikan paling mahal, hal ini selaras dengan riset Kompas pada tahun 2022 tentang kenaikan biaya kuliah, dalam satu tahun biaya kuliah di Indonesia naik hampir 6,03% pertahun melebihi kenaikan upah orang tua lulusan SMA yang hanya 3,8% pertahun, hasil riset ini didapatkan dengan membandingkan data upah lulusan SMA dan Universitas dengan biaya studi dari 30 perguruan tinggi negeri dan swasta di Indonesia.
Mahalnya biaya pendidikan di perguruan tinggi ini tentu menyebabkan banyak masyarakat dengan kemampuan ekonomi yang kurang menjadi sulit untuk mendapatkan pendidikan tinggi bahkan menurut hasil perhitungan Ridho Al Izzati dari lembaga riset The SMERU Research Institute mengatakan bahwa anak-anak dari 60% keluarga termiskin hanya memiliki peluang 1% - 20% untuk melanjutkan kuliah.
Salah satu penyebab yang menjadi mahalnya biaya pendidikan di Indonesia khususnya di perguruan tinggi negeri adalah karena adanya liberalisasi pendidikan dimana pendidikan hanya berorientasi pada pasar dan kepentingan para pemilik modal, yang akhirnya menyebabkan kampus tidak hanya ditanggung oleh pemerintah tetapi juga oleh swasta, melalui mekanisme PTN-BH (Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum) dan PTN-BLU (Perguruan Tinggi Negeri Badan Layanan Umum) yang memberikan otonomi kepada kampus untuk mengelola keuangan secara mandiri yang juga memungkinkan kampus menjadi ladang bisnis.
Tulisan ini mungkin agak panjang jadi saya harap kawan-kawan membacanya sampai tuntas.
Gerakan Pendidikan di Chile
Chile merupakan sebuah negara di Amerika Latin, sebagai sebuah negara berkembang Chile memiliki biaya pendidikan yang cukup mahal di bawah rezim Pinochet pendidikan di Chile ikut dalam arus Neoliberalisme yang menyebabkan pendidikan di Chile hanya dapat dinikmati oleh segelintir orang yang mampu saja, ada banyak orang tua wali murid di Chile rela berutang ke Bank dengan bunga pinjaman yang besar agar anaknya dapat menyelesaikan pendidikan, bahkan mayoritas keluarga di Chile harus mengeluarkan 73% dari pendapatan mereka hanya untuk membayar biaya pendidikan anak-anak mereka.
Dengan keadaan yang seperti itu banyak masyarakat mulai sadar tentang mahalnya ongkos pendidikan di Chile, gerakan awal untuk menuntut pendidikan yang gratis dilakukan oleh para pelajar Sekolah Menengah Atas (SMA) pada tahun 2006 yang merasa bahwa biaya pendidikan mereka sangat mahal apalagi untuk masuk Perguruan Tinggi.
Setidaknya ada 4 tuntutan dari gerakan pendidikan di Chile yang pertama adalah pendidikan gratis, kedua perlindungan terhadap pendidikan publik, ketiga penolakan terhadap pendidikan yang berorientasi mencari untung dan yang keempat adalah penghapusan praktek diskriminasi di sekolah. Gerakan ini yang diinisiasi oleh pelajar ini dikenal dengan “Revolusi Penguin” karena para pelajar tersebut menggunakan pakaian sekolah berwarna hitam-putih yang didukung oleh para serikat guru, mahasiswa, dosen, buruh, oposisi pemerintah dan para orang tua di Chile.
Namun, sayang revolusi penguin belum berhasil merubah Undang-Undang Pendidikan di Chile tapi walaupun begitu revolusi penguin berhasil menekan pemerintah Chile untuk menanggarkan sekitar 200 milyar dolar untuk pendidikan dasar.
Perjuangan warga Chile tidak hanya berhenti sampai revolusi penguin, beberapa tahun kemudian tepatnya pada tahun 2011 organisasi mahasiswa yang dikenal dengan Konfederasi Mahasiswa Chile (CONFECH) bergerak untuk kembali menuntut pendidikan yang gratis, karna dilakukan pada saat musim dingin gerakan tersebut dikenal sebagai gerakan musim dingin (Chilean Winter), pada tanggal 28 April 2011 ada sekitar 8000 mahasiswa bergerak di berbagai macam kota di Chile.
Walaupun diinisiasi oleh para mahasiswa, gerakan menuntut pendidikan gratis ini menolak untuk disebut sebagai sebuah gerakan mahasiswa, hal ini dikarenakan gerakan musim dingin tersebut banyak melibatkan berbagai macam pihak tidak hanya mahasiswa atau pelajar tetapi juga para buruh, serikat tani, serikat guru serta para orang tua dan wali murid, semua kalangan tersebut bersatu untuk menuntut pendidikan yang gratis.
Masyarakat Chile sadar bahwa pendidikan penting mereka khawatir jika biaya pendidikan masih tinggi bagaimana nasib para anak-anak mereka nanti di masa depan, dorongan inilah yang membuat gerakan musim dingin banyak menarik simpati berbagai macam kalangan.
Ada banyak cara yang dilakukan untuk menuntut perubahan sistem pendidikan di Chile, dari mulai mogok kuliah atau sekolah yang dilakukan oleh para siswa dosen dan guru selama berbulan-bulan sampai aksi demonstrasi langsung dengan turun ke jalan.
Berbagai macam aksi tersebut dibalas oleh pemerintah dengan melakukan berbagai macam tindakan represif dengan mengirim banyak preman dan intel untuk membuat suasana aksi damai menjadi rusuh dan kacau, melihat massa aksi yang semakin banyak, pemerintah yang pada saat itu dipimpin oleh Presiden Sebastian Pinera menawarkan sistem beasiswa baru kepada pelajar dari kalangan ekonomi yang lemah, namun usulan dari Pemerintah tersebut ditolak oleh para pelajar yang tetap memaksa untuk pemerintah menciptakan pendidikan gratis bagi semua masyarakat Chile.
Setelah melewati waktu yang cukup lama akhirnya gerakan para mahasiswa di Chile membuahkan hasil, Menteri Dalam Negeri Chile Radrigo Penalillo mengatakan akan melaksanakan tuntutan dari para massa aksi untuk memberlakukan pendidikan gratis, awalnya pemerintah menolak gagasan tentang pendidikan gratis karena ditakutkan hanya akan salah sasaran yang akan menguntungkan orang-orang kaya, tetapi dibantah oleh para massa aksi bahwa orang-orang kaya di Chile akan dikenakan pajak progresif yang digunakan untuk membiayai pendidikan masyarakat Chile.
Lantas dari mana pemerintah Chile mendapatkan sumber dana untuk membiayai pendidikan gratis? Setelah tuntutan terpenuhi setidaknya ada dua langkah yang dilakukan pemerintah untuk mendanai pendidikan gratis yang Pertama yaitu menetapkan pajak progresif kepada para orang kaya di Chile dan yang kedua pemerintah juga menetapkan pajak progresif kepada perusahaan-perusahaan yang beroperasi di Chile sebesar 27% yang nantinya pajak tersebut dialokasikan untuk membiayai berbagai macam sekolah dan universitas yang ada di Chile.
Apa yang dapat dipelajari dari Chile?
Ada banyak faktor yang menyebabkan gerakan mahasiswa di Chile sukses dalam menuntut pendidikan gratis bagi setiap warganya diantaranya adalah kemampuan para pelajar dan mahasiswa menjadikan isu pendidikan menjadi sebuah isu publik, mereka mengampanyekan tentang pendidikan yang gratis yang dapat dinikmati oleh berbagai macam kalangan, kampanye tersebut akhirnya dapat menarik simpati banyak kalangan dari mulai guru, dosen, buruh, serikat tani, dan para orang tua yang khawatir akan masa depan pendidikan anaknya.
Banyaknya kalangan yang bersimpati tersebut membuat gerakan pendidikan di Chile mengundang banyak partisipasi dan elemen, hal ini membuat gerakan yang tadinya hanya diikuti oleh para pelajar dan mahasiswa menjadi sebuah gerakan yang solid dan besar karena melibatkan banyak pihak.
Faktor lain yang membuat sukses gerakan di Chile adalah karena didukung oleh para politisi dari kalangan oposisi yang ada di dalam maupun di luar parlemen, bahkan ketika calon presiden dari partai Sosialis Michelle Bachelet berkampanye ia menjanjikan untuk memenuhi segala tuntutan dari para massa aksi tentang pendidikan gratis dan setelah ia terpilih pada 2016 ia langsung mengabulkan tuntutan tentang pendidikan gratis lewat parlemen dan eksekutif di pemerintahan.
Jadi, ketika ditanya mungkinkan pendidikan gratis di Indonesia? Maka jawabannya "mungkin" tetapi amat sangat berat dan bukan berarti mustahil karena Chile telah membuktikannya.
Penulis: Fahmi Labibinajib Mahasiswa IAIN Syekh Nurjati Cirebon
Editor: Tim Editorial LPM Fats𝘖eN