Sumber: twitter.com/neohistoria_id

Inferiority complex atau perasaan inferior bukan hanya gejala personal yang dapat menjangkiti seorang individu. Inferioritas juga merupakan gejala kolektif yang dapat menjangkiti diri sebuah bangsa, dalam hal ini adalah bangsa Indonesia. Lantas dari mana datangnya mental inferioritas bangsa Indonesia ini? dan bagaimana dampak buruknya terhadap perkembangan dan kehidupan bangsa?

Inferiority complex dalam kaitannya dengan kebangsaan dapat diartikan sebagai sebuah kondisi di mana suatu masyarakat menganggap bangsanya lebih rendah dari bangsa lain. Dalam konteks keindonesiaan hal ini banyak dipengaruhi oleh masa penjajahan. 

Bangsa penjajah, ketika datang ke Indonesia, tidak hanya menindas secara ekonomi dan fisik saja. Bentuk penjajahan juga berupa penjajahan budaya, sistem sosial, serta peradaban yang ada. Dalam praksisnya, bangsa penjajah mencangkokkan dengan paksa budayanya terhadap suatu bangsa yang terjajah. Belanda misalnya, yang menganggap budaya ala eropa adalah budaya yang adiluhung serta satu-satunya budaya yang beradab. Sementara itu, dengan sewenang-wenang menganggap budaya kaum pribumi Indonesia sebagai budaya yang rendahan dan terbelakang. Orang Belanda menganggap kaum pribumi sebagai Inlander yakni kelas rendahan. 

Akibat dari proses internalisasi budaya eropa yang dicangkokkan dengan paksa inilah kemudian menciptakan kondisi inferiority complex dalam mental bangsa Indonesia. Belanda dengan mekanisme yang sedemikian rupa selalu menyuapi pikiran kaum pribumi tentang keagungan peradaban eropa, kaum pribumi dibuai oleh kemegahan-kemegahan dan kemajuan eropa, sehingga pada akhirnya kaum pribumi merasa inferior; menjadi kaum Inlander; bangsa yang tidak mempunyai kepercayaan diri. 

Dalam realitas aktual hari ini, meskipun kita telah bertahun-tahun merdeka dari kolonialisme, mental inferior itu tidak semata-mata hilang begitu saja dalam diri bangsa Indonesia. Perasaan inferioritas pada akhirnya tereproduksi dalam banyak segi dan aspek kehidupan masyarakat Indonesia sampai hari ini. 

Bukan bermaksud untuk mendiskreditkan bangsa Indonesia, tapi, lihat saja di banyak tempat wisata, misalnya, masih banyak masyarakat Indonesia yang berbondong-bondong ingin berswafoto dengan orang-orang asing berkulit putih – orang-orang bule, dan merasa bangga karenanya. Ini menunjukan bahwa bangsa Indonesia dalam segi ini masih mempunyai mental inferior. Orang bule dianggap sebagai manusia yang lebih keren dari semua aspek, sehingga bisa berfoto dengannya merupakan suatu pencapaian yang luar biasa hebat. Kondisi ini membuat masyarakat merasa dirinya inferior, lemah, minder, dan tidak lebih tinggi derajatnya dibanding bangsa lain. 

Dalam aspek ekonomi-politik, Inferioritas juga menenggelamkan bangsa Indonesia ke dalam kondisi yang semakin terpuruk, merasa tidak mampu, dan tidak berdaya. Mental inferior ini sangat mempengaruhi aktor pemangku kebijakan untuk mengambil keputusan penting. 

Banyak kesempatan, para aktor pemangku kebijakan lebih memilih orang asing sebagai tenaga ahli – aktor intelektual dalam banyak proyek ekonomi. Hal ini didasari oleh alasan efektivitas dan efisiensi serta anggapan bahwa anak bangsa belum cukup pintar untuk menjadi seorang ahli, alias kualitas masyarakatnya masih rendah. Kenyataan ini tentu saja membuat anak bangsa menjadi sulit untuk berkembang dan sulit mengaktualisasikan potensi. 

Paradigma semacam ini, jika terus direproduksi, membuat peluang yang ada tidak lagi menjadi setara aksesnya. Masyarakat Indonesia pada akhirnya hanya mentok sebagai tenaga pesuruh; yang hanya mengerjakan hal-hal teknis. Kita pqada akhirnya hanya bisa menerima suguhan yang disuguhkan dan tidak bisa menciptakan sesuguhan yang dapat kita nikmati sendiri yang sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik kita sendiri. 


Penulis : Adulfikri


"Suasana Antrean Panjang di Loket Pendaftaran PLP" 
Sumber: Dokumentasi Penulis

LPM Fats𝘖eN, IAIN Syekh Nurjati Cirebon– Pendaftaran Tahap Pertama Pengenalan Lapangan Persekolahan (PLP) bagi Mahasiswa Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) IAIN Syekh Nurjati Cirebon telah dibuka.

Pendaftaran bertempat di Ruang PLP pada gedung FITK lantai 1. Informasi mengenai pendaftaran sebelumnya telah disebarkan melalui prodi masing-masing. Mahasiswa mendaftar sesuai jadwal yang telah ditentukan pada surat edaran. Pendaftaran tahap pertama berlangsung pada 1 Februari–31 Maret 2023.

Tujuan dari Pengenalan Lapangan Persekolahan (PLP) yaitu guna memaksimalkan penguasan kompetensi akademik, mengembangkan identitas potensi sebagai pendidik, serta memberikan bekal pengalaman dasar melaksanakan pembelajaran yang mendidik di bawah supervisi yang efektif dari Dosen Pembimbing maupun dari Guru Pamong.

Jumat (3/02) Tato Nuryanto, selaku Kepala Laboratorium Keguruan, menyampaikan bahwa, "Mahasiswa Tarbiyah yang ingin mengikuti PLP harus lulus mata kuliah PPL 1 atau  Micro Teaching atau juga Pembelajaran Micro, apabila di mata kuliah ini tidak lulus, maka tidak diperbolehkan untuk ikut PPL."
"wawancara bersama Tato Nuryanto Kepala Laboratorium Keguruan FITK" 

Perbedaan PLP tahun ini dengan tahun lalu adalah berdasarkan kebijakan pemerintah mengenai kesehatan yang dua tahun terakhir menyebabkan pembelajaran menjadi berbasis online atau daring, maka tahun lalu PLP dilakukan dengan daring.

Tato Nuryanto juga menyebutkan mengenai perbedaan lain terkait PLP Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) dengan fakultas lain di IAIN Syekh Nurjati Cirebon adalah memfokuskan pada instansi yang berkaitan sedangkan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) diadakan di sekolah serta terjun secara langsung dalam lingkup pendidikan.

Adapun syarat untuk mendaftar PLP yakni, setiap mahasiswa membawa fotokopi Kartu Tanda Mahasiswa (KTM), Kartu Tanda Penduduk (KTP), dan Surat Keterangan Lulus (SKL) PPTQ yang disatukan dalam 
map merah.

Menurut Fadillah, salah satu mahasiswi dari jurusan Tadris Bahasa Indonesia yang mendaftar PLP hari ini mengeluhkan, "Seperti yang saya alami sendiri ya, sangat ketat, karena saya sudah memilih sekolah dan ini baru beberapa hari dibuka dan ini sekolah yang saya tuju sudah penuh."

Pendaftaran tahap pertama yang baru dibuka beberapa hari menjumpai keluhan mengenai pemilihan sekolah yang disebutkan Fadillah menjadi salah satu keresahan mahasiswa yang masih memilih sekolah-sekolah tujuan untuk pelaksanaan PLP tahun ini.


Reporter : Siska, Ismawar
Penulis : Hanipah

 



Selayang Pandang Hasil Dialog Terbuka (Audiensi) pada Kamis, (02/02)
Sumber: Dokumentasi Penulis

LPM FatsOeN, IAIN Syekh Nurjati Cirebon – Kamis, (02/02) Hasil Dialog Terbuka (Audiensi) yang dilakukan oleh Mahasiswa-Mahasiswi dibantu Ormawa-Ormawa dengan Jajaran Pimpinan Lembaga IAIN Syekh Nurjati Cirebon terkait permasalahan Uang Kuliah Tunggal (UKT) berakhir menemui titik terang atas tuntutan-tuntutannya.


Telah terjawab tuntutan yang diaspirasikan para Mahasiswa-Mahasiswi terkait:

  1. Waktu Pembayaran UKT dibuka gelombang 2 dari tanggal 8 s.d. 10 Februari 2023 dan pengisian KRS gelombang 2 dimulai dari tanggal 11 s.d. 13 Februari 2023.
  2. Pengajuan dana bantuan fakultas sebagai alternatif banding UKT bagi yang terkendala dalam pembayaran UKT melalui fakultas masing-masing. (Mekanisme banding UKT ada di Fakultas (Dema-F) didampingi bersama Sema-F dan Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) dengan menempuh seleksi syarat-syarat tertentu).
  3. Sinkronisasi data PTIPD terkait verifikasi proses pembayaran UKT.
  4. Ketegasan pimpinan terhadap temuan pembayaran tambahan di luar UKT (Pungutan Liar)


Berawal dari hasil survei rekapitulasi keseluruhan Mahasiswa dan Mahasiswi yang terkendala terkait UKT pada survei kuesioner yang telah dibagikan sejak Jum'at (27/01) terdapat sejumlah total 1.378 mahasiswa dari keempat Fakultas yang ada yakni, Fak. Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) 448 orang, lalu Fakultas Fak. Dakwah dan Keguruan (FDKI) 339 orang, Fak. Syariah 260 orang, Fak. Ekonomi Bisnis Islam (FEBI) 216 orang, dan Fak. Ushuluddin dan Adab (FUA) 115 orang.


Hasil notula Rapat Konsolidasi Audiensi pada Rabu, (01/02) kemarin, berisikan terkait keluhan-keluhan yang dialami mahasiswa atas Persoalan UKT yakni, permintaan perpanjangan waktu pembayaran UKT, Keringanan UKT, Tagihan UKT di Smartcampus tidak muncul, dan Hambatan ekonomi mahasiswa/i yang belum berkecukupan untuk membayar UKT. 


Solusi dan alternatif yang dinegosiasikan di antaranya terkait Pemenuhan Hak Mahasiswa dalam UU RI pasal 76 tentang memberikan beasiswa pada mahasiswa yang berprestasi, memberikan bantuan atau membebaskan biaya pendidikan kepada mahasiswa; dan juga seperti pengajuan memberikan pinjaman tanpa adanya bunga atau tagihan sampai lulus.Kemudian, dalam proses banding UKT diajukan dan diproses melalui jurusan atau fakultas masing-masing; dan terkait prosedur cuti perkuliahan ditempuh dengan tanpa membayar biaya apapun alias gratis.


Hasil Dialog Terbuka (Audiensi) pada (02/02) berakhir sesuai dengan tuntutan apa yang telah disebutkan keempat poin di awal dan beberapa ajuan lainnya belum menemukan hasil yang terang. 


Mengenai UKT yang dirapatkan pimpinan dalam RAPIN adalah adanya masa transisi dari Smartcampus ke Portal Akademik sehingga waktu pembayaran atau pengisian KRS, KHS, serta UKT dalam sistem yang baru tidak bisa sama, sebab telah disetting sesuai tanggal yang ditetapkan. Bahwa perkuliahan dimulai tanggal 20 Februari 2023 sehingga rentang Juli sampai Agustus adalah untuk mahasiswa yang belum lulus maka harus dimajukan. Mahasiswa yang ingin mengajukan UKT dapat diajukan pada fakultas masing-masing dengan syarat-syarat tertentu.


Terkait UPZ terdapat lima hal pokok, yaitu:

  1. Bantuan UPZ bukan beasiswa;  
  2. Berdasarkan dari ketersedian dana;
  3. Berasal dari zakat dosen dan karyawan;
  4. Bersyarat; dan
  5. Terbatas kuota.


Penulis: Akhmad J. & Hanipah.



Ilustrasi Mahasiswa atas Keresahan UKT
Ilustrasi: Zakariya Robbani


Tiap Semester baru, timbul pula persoalan baru mengenai UKT. Masalah Pembayaran UKT selalu menjadi primadona keresahan rutin yang dialami sebagian kalangan mahasiswa.


Seperti yang terjadi di IAIN Syekh Nurjati Cirebon, yang menetapkan perubahan batas pembayaran UKT. Pada kalender akademik tertulis batas akhirnya dari 23 Januari sampai 10 Februari. Hingga pada tanggal 18 Januari disebarkan surat edaran terbaru yang berisi perubahan pembayaran UKT menjadi dari tanggal 23 Januari sampai 2 Februari 2023.


Beberapa hari kemudian setelah keluar surat edaran tersebut, beberapa mahasiswa mengeluhkan terkait perubahan yang terjadi. Mahasiswa mengeluhkan perubahan tanggal yang pembayaran yang dipercepat sehingga para mahasiswa menginginkan perpanjangan waktu pembayaran.


Dari beberapa wakil mahasiswa seperti Sema Fakultas dan beberapa Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) menyebarkan tautan kuesioner untuk mendata mahasiswa yang terkendala UKT. 


HIMABI misalnya, sebagai salah satu HMJ yang telah melakukan pendataan melalui tautan  yang diisi oleh mahasiswa prodi Bahasa Indonesia. Melalui wawancara yang dilakukan bersama Ketua Umum HIMABI, sdr. Zidaen Ramadhan.


"Telah disosialisasikan oleh Sema FITK bahwa data yang telah terkumpul akan diaudiensikan kepada Kabag umum/rektorat yang bisa dijadikan pertimbangan oleh yang bersangkutan," ujar Ketua Umum HIMABI. 


Setiap Fakultas mengolektifkan data masing-masing yang terus berjalan. Pendataan terus dilakukan setiap hari. Selain itu, diadakan audiensi bersama antar Sema Fakultas terkait hal ini.


"Sudah lebih dari 1000 mahasiswa yang mendata Link tersebut," kata Abdul Azizul Hakim, ketua Sema FUA. 


Tindak lanjut mengenai tautan yang sudah disebarkan adalah mengupayakan kepada pihak rektorat agar pengajuan banding dan perpanjangan waktu pembayaran UKT dapat diindahkan segera.


Reporter: Iswanto, Ismawar, Raihan Ataya

Penulis: Iswanto

Editor: Ilham, Hanipah


Cuplikan Layar SK Rektor No. 1127 dan SE Pembayaran UKT Semester Genap
Ilustrasi: Aji Harka/FatsOeN

Menindaklanjuti perihal perubahan tanggal pada surat edaran terbaru mengenai pembayaran Uang Kuliah Tunggal (UKT) yang tidak sesuai dengan kalender akademik. Pada kalender akademik tertulis batas akhir pembayaran UKT ditetapkan pada tanggal 10 Februari 2023. Sementara itu dalam surat edaran terbaru, batas akhir pembayaran UKT ditetapkan pada tanggal 2 Februari 2023. Adanya perubahan tersebut terkesan mendadak, sehingga menimbulkan keresahan di kalangan mahasiswa.


Menyikapi masalah tersebut, para mahasiswa dari berbagai ketua ormawa seperti Senat Mahasiswa (SEMA), Dewan Eksekutif Mahasiswa (DEMA), dan Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) berupaya mengadakan audiensi terkait pemecahan masalah ini dengan harapan adanya perpanjangan tenggat pembayaran UKT. 


Di sisi lain, kampus baru saja bertransformasi dari sistem Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) ke Badan Layanan Umum(BLU). 


"Dalam hal ini BLU merupakan upaya prerogatif yang sifatnya keuangan diatur oleh kampus," ujar Agam Prayogo, selaku Wakil Senat Mahasiswa Institut (SEMA-I).


Terkait hal ini, kampus dinilai sewenang-wenang dalam membuat penentuan waktu pembayaran UKT yang tidak sesuai dengan kalender akademik.


"Menurut kami sebagai mahasiswa, ini adalah upaya memaksa mahasiswa untuk menyesuaikan keinginan birokrat. Oleh karena itu, semua elemen mahasiswa berupaya untuk menolak terkait pembayaran UKT di surat edaran tersebut," lanjut Agam.


Upaya yang akan dilakukan para mahasiswa yaitu melakukan gerakan aksi, salah satunya melakukan postering terkait majunya tanggal pembayaran UKT. 


Postering itu menuntut perihal:

  1. Adanya perubahan tenggat pembayaran UKT dari yang semula ditetapkan tanggal 2 Februari 2023 menjadi tanggal 25 Februari 2023.
  2. Mengajukan adanya banding UKT
  3. Adanya akuntabilitas, yaitu penggolongan UKT tertentu.


Jika upaya postering masih belum diindahkan oleh pihak rektorat, para mahasiswa berencana melakukan seruan aksi besar-besaran.


"Terkait aksi untuk saat ini belum disepakati secara bersama, tapi akan dilaksanakan pada tanggal 2 Februari. Untuk tempat mungkin akan dibahas secara kondisional," jelas Agam.


Reporter: Puan Nursinta & Fadlih Abdul Hakim

Penulis: Iswanto.



57 tahun membersamai, menemani di usianya yang senja
Foto: Akhmad J./FatsOeN

Ramai beberapa teman mahasiswa curhat, lalu tulisan ini bermula dari pertanyaan, "Ada informasi perpanjangan waktu buat bayar UKT ngga, ya?" curah Retno (19).

"Saya bilang, 'Tidak tahu, kalau ada nanti saya share informasinya,' Mereka sepertinya berharap sekali akan ada perpanjangan waktu pembayaran UKT," ucap Ega (20) mahasiswa Fakultas Ekbis dalam sebuah cuitan tulisan yang ia edarkan pada media sosialnya (31/1/2023), "secara terang-terangan, mereka mengaku belum bisa bayar, uangnya belum ada, sedangkan pembayaran UKT paling telat hari Kamis nanti (2/1/2023)," ucap Ega (20).


Sumber: https://info.syekhnurjati.ac.id/kalender-akademik-iain-syekh-nurjati-cirebon-tahunakademik-2022-2023/


Adapun hal ini menjadi polemik umum masyarakat kampus senja dikarenakan kalender akademik yang telah terbit pada SK Rektor IAIN Syekh Nurjati No. 1127 tentang Kalender Akademik IAIN Syekh Nurjati Cirebon Tahun 2022-2023, tertera tenggat pembayaran paling lambat yakni, tanggal 10 Februari 2023 namun hal ini kalender akademik malah tidak berjalan sesuai dengan ketetapan yang telah ditetapkan pada SK Rektor No. 1127 pada (7/2022) lalu dan berakhir muncul Surat Edaran terbaru pada (1/2023) terkait Pengumuman Pembayaran UKT Semester Genap 2022-2023 yang mengubah dan memajukan tanggal yang telah ditetapkan SK Rektor No. 1127 pada (7/2022).


Sumber: Surat Edaran Terbaru Pengumuman Pembayaran UKT Semester Genap 2022-2023 pada (1/2023)


Hal ini patut dipertanyakan pula mengapa terjadi ketidaksinkronan antara Kalender Akademik pada SK Rektor No. 1127 tersebut dengan yang terdapat pada Surat Edaran terbaru (1/2023). Ntahlah, memang skandal Institut yang bermain-main dengan tanggal yang ada—dengan memaju-mundurkannya, ataulah tidak, ataulah benar adanya sepenuhnya memang skandal akademik (?).

"Mereka resah hendak mengadu kepada siapa, mereka tidak tahu, lagi-lagi keputusan perpanjangan UKT tidaklah berada di tangan saya. ... yang jelas, sepertinya mereka betul-betul mengharap adanya keringanan dari segi waktu atau nominal biaya." tambahnya.

Mirisnya, melihat atau mendengar informasi tentang seorang teman yang berhenti kuliah karena bermasalah dalam urusan ini sudah bukan lagi rahasia umum, sudah menjadi santapan seorang-dua orang mahasiswa yang nahas sedang kurang beruntung. Semoganya tidak terjadi seperti kasus yang tengah viral belakangan ini terkait mahasiswi yang tak mampu bayar kuliah dan selepasnya meregang nyawa akibat mengusahakan uang kuliahnya.

Saya tidak ingin melihat atau mendengarnya lagi. Walaupun dalam perjalanan di perkuliahan fenomena seperti ini katanya biasa, tetapi tetap saja, saya merasa iba atau turut merasakan kesedihan jika harus melihat atau mendengar teman saya mengubur impiannya untuk menyelesaikan pendidikan di perguruan tinggi, menjadi seorang yang berpendidikan, memiliki skill (kompetensi) atau kemampuan mumpuni di suatu bidang, dan lain-lain hanya karena sulit atau tidak bisa membayar UKT secara tepat waktu. 


Penulis: Ega, Akhmad J.

 


Ilustrasi Problematika UKT bagi Mahasiswa IAIN Syekh Nurjati Cirebon
Ilustrasi: Zakariya Robbani

Melalui tulisan ini saya ingin menyampaikan permohonan kepada pihak kampus, para pejabat tinggi, pemangku kepentingan di bidang keuangan dan seterusnya agar bisa memberikan keringanan waktu, berupa perpanjangan durasi pembayaran UKT selama beberapa hari kepada teman-teman mahasiswa. Saya yakin, sejatinya bukan hanya teman-teman yang saya kenal saja yang mengharap adanya keringanan dari segi ini, teman-teman lain yang tidak saya kenal pun sepertinya memiliki harapan yang sama. 

Walaupun hanya beberapa hari, saya yakin hal itu akan sangat membantu dan membuat peluang mereka lanjut mengikuti perkuliahan di IAIN menjadi lebih besar. Saya perhatikan, mereka masih sangat menginginkan dan bersemangat menjalani aktivitas pendidikannya di perguruan tinggi. Oleh karena itu, sebagai bagian dari upaya mengakomodir keinginan dan semangat mereka, juga sebagai bagian dari upaya pihak kampus berkontribusi mencetak generasi muda yang unggul, terdidik, dan berkualitas di masa mendatang, memberikan kesempatan dan keringanan waktu pembayaran UKT kepada teman-teman harusnya menjadi sesuatu yang tidak masalah.

Latar belakang ekonomi keluarga dari mahasiswa atau mahasiswi yang kuliah di IAIN berbeda satu dengan yang lainnya. Ada yang berasal dari keluarga dengan latar belakang ekonomi menengah ke bawah, dan ada juga yang berasal dari keluarga dengan latar belakang ekonomi menengah ke atas. Bagi mahasiswa atau mahasiswi yang berasal dari keluarga dengan ekonomi menengah ke atas, soal waktu dan nominal pembayaran UKT setiap semester mungkin menjadi sesuatu yang tidak memusingkan. 

Namun, bagi mahasiswa atau mahasiswi yang berasal dari keluarga dengan ekonomi menengah ke bawah, tentu soal waktu dan nominal pembayaran UKT ini menjadi sesuatu yang lain, bisa menjadi problem serius atau sesuatu yang memusingkan di setiap semester. Karena mungkin biayanya harus dicari lewat usaha pribadi terlebih dahulu, dengan bekerja sampingan, berjualan, menawarkan jasa, dan seterusnya. Mudah-mudahan, para pejabat kampus, pemangku kepentingan di bagian keuangan, dan lainnya dapat memahami hal yang saya sampaikan ini. 

Ke depan, selain rutin menggelar program keringanan UKT dari segi waktu. Harapan saya, mudah-mudahan pihak kampus juga bisa menggelar program keringanan UKT dari segi biaya, khususnya bagi teman-teman yang memang sangat membutuhkan (dibuktikan dengan berbagai macam penguat). Selama ini, setahu saya pengajuan keringanan UKT itu sangat susah. Sudah dua kali saya mencoba membantu teman untuk mendapatkan keringanan biaya UKT (tahun lalu dan tahun sekarang), tetapi hasilnya selalu nihil/gagal. Entah apa yang salah, yang jelas, hal ini sering kali membuat saya geleng-geleng kepala. Apalagi jika upaya pengajuan itu telah dilakukan berkali-kali, dan maksimal. Sampai menguras tenaga, uang bensin, dan lain-lain (dari mahasiswa yang mencoba mengajukan) dan bukannya bagaimana, saya kasihan. 

Terakhir, mengamati berbagai macam hal khususnya yang berkaitan dengan sistem pembayaran UKT dan keluhan teman-teman tentang website Smart Campus IAIN, mudah-mudahan, ke depan pihak kampus juga bisa menyederhanakan (sistem atau aturan pembayaran UKT) serta memperbaiki website Smart Campus itu agar semakin baik dan optimal jika diakses oleh teman-teman mahasiswa. Juga untuk teman-teman mahasiswa secara keseluruhan, saya harap tidak menanggapi berbagai macam hal di atas, baik soal waktu dan sistem pembayaran UKT, Smart Campus, dan problem yang ada di kampus lainnya secara berlebihan/reaktif (emosional, yang diiringi tindakan kurang pertimbangan). Saya pikir, itu tidak akan menyelesaikan masalah. Malah bisa menambah masalah. Kita mahasiswa, cara berpikir kita memang harus kritis, tetapi penerapan cara berpikir tersebut juga harus cerdas dan terukur.

Wallahu 'alam

Penulis: Ega Adriansyah
Editor: Tim Editorial LPM FatsOeN