(Foto : Zakariya/ Anggota Magang LPM FatsOeN)

Pagi yang cerah untuk kembali melaksanakan rutinitas dan menghadapi realitas. Rohman, seorang mahasiswa semester enam, yang konon disebut mahasiswa pertengahan yang sedang menghadapi quarter life crisis. Ia seorang yang rajin pergi ke kampus saat masih perkuliahan masih offline. Bahkan, meski libur, ia kadang sesekali pergi ke kampus, mungkin melepas rindu, atau sekedar menghabiskan waktu.

Rohman yang selama ini baru merasakan kuliah secara offline sepenuhnya selama satu semester, kembali mulai merasakan kuliah secara offline setelah menunggu hampir 2 tahun. Meski tidak sepenuhnya, tapi akhirnya ia bisa menikmati kembali fasilitas kampus, seperti kursi yang sudah lama berdebu.

Kawan yang ia kenal dan akrab masih sedikit, bahkan bisa dibilang hanya satu orang. Rohim. Ia kawan beda kota yang dipertemukan di ruang kelas yang kadang ber-AC, kadang tidak. Berbincang intensif selama perkuliahan awal semester dahulu. Dan untuk sekian tahun, ia baru lagi bertemu. Meski begitu, Rohim selalu tau apa yang terjadi di kampus, meski ia sendiri berada di rumahnya.

“Man, tau kantin baru enggak?” tanya Rohim, kawan Rohman.

“Kantin KOPMA?” Rohman menanyakan balik.

“Bukan, itu, loh, kantin yang di belakang gedung O, deket Taman Mini IAIN Indah (TMII),” jelas Rohim.

“Enggak tau, tuh. Kantin apa emang?”

“Kantin BSI. Cuma, ya, emang sampe sekarang engga tau, belum ada yang jualan di situ. Padahal enak tempatnya, sih, adem, ada tempat duduk ama mejanya luas. Cocok, lah buat diskusi ama nyemil di situ.”

“Ko gua gatau, ya, Him. Tapi menarik, sih. Jadi pengen liat.”

“Yaudah, ntar kita liat ke sana beres MK, deh.”

Setelah mendengar penuturan Rohim, Rohman agak terheran, kenapa bisa sebuah kantin dibiarkan kosong begitu saja. Benaknya, ketika mendengar kantin, langsung membayangkan keramaian pembeli, beragam makanan dan minuman, dan riuhnya orang berebut tempat duduk. Tapi sepertinya itu tidak berlaku di kantin ini. Kantin yang katanya tidak menjual apapun. Kantin yang hanya diisi lalu lalang mahasiswa. Yang duduk, sebentar diskusi lantas kemudian pergi lagi. Datang dengan perut kosong, pulang dengan perut kosong.

Jam MK selesai, sesuai janji, mereka pergi ke kantin tersebut. Memang benar adanya. Kantin tersebut hanya seperti bangunan kosong tanpa kehidupan jual beli. Jika diingat-ingat, sebelum dibangun lahan tersebut hanya sebuah lahan kosong yang merupakan parkiran motor.

“Lah, iya, sih, gada penjual satu pun.”

“Iya, dengar-dengar, sih, memang ditujukan buat PKL di depan kampus. Cuma entah bagaimana kelanjutannya.” Rohim menjelaskan.

“Kalau terus-terusan seperti ini, kemungkinan bangunan ini bakal dibiarkan kosong atau dirobohkan, ya?”

“Entah, siapa yang tahu. Bukan wilayah kita sebagai mahasiswa biasa memutuskan hal itu, Man.”

Mereka kemudian duduk sejenak di kantin tersebut, membayangkan riuhnya jika memang kantin tersebut berjalan sebagaimana mestinya. Menikmati sajian lezat, enak nan paripurna dari kantin tersebut. Tapi, itu hanya di bayangan saja, sebab kantin ini tidak menjual apapun.

Penulis: Rifki Al Wafi/FatsOeN

 


 



                                    (Foto : Annita Syariach/ Anggota Magang LPM FatsOeN)

Anak bungsu yang selalu di cap kalo bungsu itu manja, sangat bergantung dengan orang tua, gak bisa jauh dari orang tua, tidak bisa melakukan apa-apa sendiri, hidupnya paling enak, minta apa aja sama orang tua pasti di kasih. Mengapa anak bungsu selalu dinilai anak yang egois dan manja? Padahal tidak semua anak bungsu memiliki karakter yang sama.

Menurut saya, anak bungsu yang saya rasakan itu seperti harapan terakhir bagi orangtua, saya tidak di tuntut lebih dari kakak-kakak saya, tapi sebagai bungsu yang beranjak dewasa ini berfikir ingin lebih dari kakak-kakak.

Dulu sebelum 2 kakak saya menikah, kehidupan bungsu yang di cap oleh beberapa orang seperti manja, minta apa saja kepada orang tua pasti di kasih. Itu semua benar, saya selalu di manja, seperti apapun yang saya minta pasti orang tua kasih.

Saya kelas 12 di SMA LENTERA BANGSA, pada keadaan pandemic covid-19, pastinya kegiatan belajar dilakukan daring dari rumah. Setiap pagi sarapan pasti sudah ada di meja dapur, tapi … karena saya sejak pagi sudah duduk di depan laptop dengan beberapa buku pelajaran dan buku tulis, saya mengabaikan untuk mengambil sarapan yang sudah di sediakan oleh ibu, jadi… setiap pagi ibu selalu membawakan nya ke kamar, supaya saya tetap sarapan dan fokus belajar. Setelah selesai sarapan biasanya piring dan gelas tersebut saya taruh di meja kamar, “Nanti aja ah taro nya selesai zoom kelas”. Tapi, pada nyata nya piring dan gelas itu saya lupakan. Setelah kelas selesai, saya langsung mengambil ponsel dan merebahkan tubuh ini di Kasur dan sampai akhirnya tertidur, “loh kemana piring dan gelas nya?” kaget! Ternyata sudah di rapihkan oleh ibuku.

Ibu masuk ke dalam kamar dan menyuruhku untuk makan siang “Dek.. ayo makan dulu abis itu solat zuhur”, saya keluar kamar dan sudah tersedia banyak lauk yang saya minta masakan oleh ibu tempo hari, ibu selalu masak yang saya minta di hari sebelumnya supaya saya mau makan, karena dulu itu saya kalo makan suka pilih lauk, kalua lauk nya tidak selera dengan saya pasti saya makan hanya sedikit.

Hari- - hari berjalan seperti itu

Sampai dimana saya akan menuju jenjang Pendidikan selanjutnya yaitu kuliah, saya sangat ingin sekali merantau ke kota Semarang, karena kota nya bersih dan udaranya sehat.

Saya daftar jalur SNMPTN, SBMPTN, SPAN-PTKIN, Politeknik, , UMPTKIN dan Ujian Mandiri. Saya sudah percaya diri tinggi kalo saya pasti diterima di salah satu Universitas Negeri yang ada di Semarang. Ternyata pada saat pengumuman tidak diterima, berkali-kali saya mendapatkan kata “SEMANGAT”, tentu nya kata-kata itu tidak mematahkan saya untuk terus coba jalur pendaftaran lain.

Hingga pada akhirnya kakak saya menanyakan “udah dapet kampus dimana?” saya jawab “Tentu saja belum sampai hari ini, ini mau coba UMPTKIN, mau daftar uin”. Kakak saya menawarkan 3 kampus swasta ternama dan mahal yang ada di Jakarta, tentu saja saya menolak saat melihat ukt per semester-nya. Saya tetep gak nyerah gitu aja, saya daftar UMPTKIN, dan saat pengumuman saya diterima di Daerah Istimewa Yogyakarta.

FINALLY!!!

Walau bukan kota yang saya tuju tapi tetap akan saya ambil Universitas tersebut karena saya ingin sekali merantau dan juga akan mematahkan cap orang-orang terhadap si bungsu tentang manja, gak bisa jauh dari orang tua, dan tidak bisa melakukan apa-apa sendiri.

Dulu saya tidak bisa mencuci pakaian dan menyetrika baju, bahkan orang tua saya sendiri tidak pernah menyuruh mencuci pakaian, mencuci piring, menyetrika baju, memasak, dan membersihkan rumah. Tetapi, semenjak hidup di perantauan di kota orang yaitu Yogyakarta, perlahan saya bisa masak nasi, menyetrika baju, mencuci baju dan lainnya.

Apalagi saya hidup di perantauan benar-benar sendiri dan tidak ada saudara maupun keluarga, si bungsu ini juga bisa mandiri loh di kota orang.

Gak selamanya bungsu egois dan manja, kalo memang iya seperti itu ya semua nya perlu waktu untuk menjadi dewasa.

Jadi, menurutku menjadi bungsu itu juga gak seenak yang kalian lihat, kita sebagai bungsu juga punya beban pastinya seperti harapan terakhir keluarga dan harus lebih sukses atau lebih pintar dari kakak-kakaknya. Sebagi bungsu yang di cap “ANAK MANJA” saya ga setuju sih, karena sekarang saya bisa melakukan hal-hal yang dianggap oleh orang-orang kalo saya tidak bisa mengerjakannya, tapi lihat sekarang si bungsu ini sudah menjadi dewasa, bisa melakukan hal tersebut dan kuat hidup di perantauan. Oh iyaa! Ingat ya tidak semua anak bungsu memiliki karakter yang sama.

 Penulis :  Annita Syariach/ Anggota Magang LPM FatsOeN

 


                                                (Foto : Denisa/Pengurus LPM FatsOeN)


 Balariung

Ketika mendengar namamu akupun tersenyum

Manusia yang tidak bisa hidup ditempatmu

Ia pernah menangis sampai meraung-raung

 

Balariung

Kau tempat dimana berkumpulnya beragam anak bangsa

Yang banyak perbedaan budaya dan agama

Dan akan menjadi sebuah cita-cita untuk gadis kecil agar bisa berdiri disana

 

Balariung

Kau memang menolakku sebagai tiga

Namun hatiku untukmu tidak pernah ada dua

 

Balariung

Kau tau aku ini keras kepala

Dengan mengatakan kau tetap menjadi sesuatu yang kupuja

Sampai nantinya aku bangga memakai toga

Di tempat indahmu yang penuh dengan suka cita

 

Balariung

Semoga kau tetap berjaya dan sabar menungguku disana

 Penulis : Fitri Nurimaniah/ Anggota Magang LPM FatsOeN

 


                                            (Foto : Iswanto/ Anggota Magang LPM FatsOeN)


1.      Identitas Buku

a.      Judul : The Strangers

b.      Pengarang : Albert Camus

c.       Penerbit : Immortal Publishing

d.      Kota terbit : Sleman Yogyakarta

e.       Tahun Terbit : 2017

f.        Cetakan/edisi : 1

g.      Jumlah halaman : 183 halaman

 

2.      Orientasi (Pengenalan buku/Pendahuluan)

Buku ini merupakan buku fiksi, sebenarnya saya agak meragukan tentang keseruan dari buku ini, dan pasti seperti buku-buku fiksi lain yang pernah saya baca seperti novel percintaan atau yang lainnya. Namun setelah saya membaca buku ini saya mendapatkan pengalaman baru terkait bacaan yang memberikan pengalaman imajinatif tentang problematika dan makna kehidupan manusia. Buku ini berisi 183 halaman dan meskipun saya sudah membacanya, tapi saya tetap ingin membacanya lagi dan lagi. Buku tipis ini menyediakan permasalahan filosofis yang terjadi dalam masyarakat buku ini menyajikan suatu pertanyaan dan perenungan yang mendalam tentang stereotipe yang membentuk kita dalam kehidupan sosial.

Buku ini sangat menginspirasi pembaca, dan membuat pembaca berpikir kritis dalam setiap kejadian didalamnya, pokoknya kita harus benar-benar memperhatikan setiap tulisan agar memahami makna dari tulisan tersebut. Ada dua bagian dalam buku ini. Bagian pertama, yaitu pengenalan tokoh dan latar belakang permasalahan. Bagian kedua, merupakan permasalahan dan konflik. Jadi kita harus benar-benar memperhatikan setiap paragraf supaya kita tahu dan paham tentang isi buku ini.

 

3.      Sinopsis (Intisari Buku)

The Strangers, yang berarti orang asing. Dalam buku ini tokoh utamanya bernama Monsieur Meursault yang dikisahkan dalam buku ini merupakan orang asing dalam kehidupan sehari-harinya. Dia memiliki sikap yang dingin dan acuh, tidak berperasaan, serta seorang yang realistis dan tidak punya gairah dalam mengejar kehidupan. Dia seorang yang banyak memiliki gangguan kesadaran, dia terganggu dengan panas matahari dan cahaya yang menyilaukan yang sering membuat pikirannya terdistraksi dari lingkungan sekitar. Bahkan saat ibunya meninggal dia tidak merasakan kesedihan yang mendalam, malah pikirannya sibuk berkutat dengan cahaya dan silau remang-remang yang menimpa dirinya.

Saat dalam ruangan jenazah ibu, dia malah merokok dan minum kopi dengan penjaga gerbang panti jompo, dan tertidur saat menunggu jenazah ibunya siap dimakamkan esok paginya. Dan setelah ibunya selesai dimakamkan, esok harinya dia pergi berenang dan bertemu dengan Marie Cardona, yang dulu pernah menjadi juru tik ditempat kerjanya. Dia mengajak Marie berkencan dan menonton, serta bercumbu dikamar tempat dia tinggal. Meursault dan Marie sangat menikmati hubungan itu, Marie mengatakan bahwa dirinya sangat mencintai Meursault, namun Merseault mengatakan bahwa dia tidak mencintai Marie. Mendengar kata-kata itu Marie sedih, tapi dia tetap menganggap Meursault sebagai kekasihnya. Meursault menganggap bahwa cinta adalah hal yang tidak bermakna, tapi dia sangat menikmati hubungan seks dengan Marie karena Marie adalah wanita yang sangat cantik dan memiliki buah dada yang besar dan indah. Marie mengatakan bahwa dia ingin menikah dengan Meursault, namun Meursault menjawab bersedia untuk menikahi Marie dan dia juga mengatakan bersedia jika ada wanita lain yang mengajaknya untuk menikah. Mendengar kata-kata itu Marie bertambah sedih, namun dia tetap mencintai Meursault.

Meursault tinggal di sebuah apartemen dan memiliki tetangga, salah satunya adalah Salamano yang digambarkan sebagai pria paruh baya yang jalannya terbungkuk-bungkuk dan selalu bersama anjing peliharaannya selama 8 tahun, mereka sering kali bertengkar hebat dan sering kali Salamano mengumpat anjingnya dengan kata-kata hinaan dan makian kotor dari mulutnya. Namun suatu hari anjing hilang dan Salamano sangat bersedih dan kesepian karena semenjak istrinya meninggal hanya anjing itu yang menemani hari-harinya meski sering kali bertengkar hebat.

Selain Salamano, Meursault juga mempunyai tetangga bernama Raymond, seorang yang memiliki reputasi buruk dengan mendapat uang dari para wanita. Suatu hari Raymond marah besar dengan pacarnya karena selingkuh, padahal kebutuhan hidup pacarnya semua dibiayai oleh Raymond. Akhirnya Raymond minta bantuan pada Meursault dengan meminta saran padanya, dan Raymond sudah mempersiapkan rencananya yakni menghajar pacarnya setelah mereka berhubungan seks. Meursault menyetujui hal itu, dan keesokan harinya Raymond berhasil dengan rencananya hingga menimbulkan kegaduhan di apartemen seisi apartemen keluar, hingga polisi datang. Raymond dibawa ke kantor polisi dan dia meminta bantuan Meursault untuk memberikan kesaksian kepada polisi bahwa hal itu disebabkan karena pacarnya. Meursault menyetujuinya dan akhirnya Raymond bebas dari hukuman penjara.

Raymond kemudian menceritakan bahwa dia memiliki musuh yakni orang-orang Arab yang mana itu adalah saudara pacarnya, orang-orang Arab itu tidak terima karena adik perempuannya di pukuli sama Raymond. Singkat cerita mereka liburan ke pantai di pantai itu Meursault berkenalan dengan Masson teman Raymond, Masson memiliki bungalo kecil berbahan kayu di pantai dan itu menjadi tempat mereka untuk beristirahat. Saat berjalan di pantai Mereka bertemu dengan orang-orang Arab, dan terjadilah sebuah perkelahian, Raymond terluka di wajahnya karena pisau hingga Raymond harus dibawa ke dokter oleh Masson, sedangkan Meursault tinggal di bungalo dan menceritakan kejadian itu pada istri Raymond dan Marie. Siang harinya Raymond kembali dan lukanya tidak terlalu parah. Kemudian mereka ke pantai lagi, sambil berjaga-jaga Raymond membawa pistol, dan benar saja mereka bertemu dengan pria Arab tadi, Raymond ingin bicara dengan pria itu dan memberikan pistolnya kepada Meursault guna berjaga-jaga jika sala satu dari mereka bertindak atau mencabut pisaunya. Namun hening menerpa mereka tanpa gerakan yang pasti, akhirnya pria Arab itu pergi mengilang.

Mereka kembali lagi ke bungalo, namun Meursault merasakan tubuhnya tidak nyaman untuk berada di dalam bungalo dan dia pun keluar, karena cahaya matahari yang menerpanya untuk tidak berada di bungalo, dan membawanya ke pantai berjalan diantara bukit. Tak di sangkar dia bertemu dengan orang-orang Arab itu, Meursault yang memang memiliki masalah dengan kesadarannya saat terpapar panas dan silau cahaya matahari, merasa bahwa orang Arab yang membawa sebilah pisau itu, menghujamkan pisaunya ke dahinya, sehingga membuat Meursault melepaskan satu tembakan menembus orang arab itu. Kesadarannya semakin terganggu dan menembaknya hingga empat kali.

Meursault pun digiring ke penjara. Dalam proses persidangan Meursault dilarang untuk memberikan pernyataan yang tidak disetujui oleh pengacaranya, sedangkan pengacaranya memberi pernyataan yang tidak relevan untuk dijadikan pembelaan. Jaksa penuntut lebih konyol lagi karena mengungkit kejadian kematian ibu Meursault agar hukumannya bertambah berat. Meursault dianggap sebagai orang yang tidak punya tempat di masyarakat, karena menurut beberapa saksi dari panti jompo, Meursault sama sekali tidak menunjukkan kesedihan dan bahkan tidak mau melihat jenazah ibunya. Bagi Meursault, melihat jenazah ibunya adalah sesuatu yang tidak harus dilakukan. Meursault malah tertidur saat duduk di sebelah peti jenazah ibunya, dan sebelumnya ia merokok dan minum kopi. Dan lebih parahnya, Meursault setelah pemakaman ibunya langsung berlibur dengan kekasihnya. Jaksa penuntut umum dengan berapi-api mengungkit itu semua, sehingga Meursault adalah seorang monster tidak berperasaan yang harus untuk dihukum mati. Meursault ingin melakukan pembelaan dengan menyatakan bahwa dia hanya menganggap itu semua adalah hal yang wajar. Kematian seseorang adalah hal yang lumrah dan dia hanya ingin bersenang-senang setelah proses pemakaman ibunya yang cukup melelahkan. Namun sayangnya, dia tidak diberikan kesempatan saat proses persidangan tersebut. Di dalam penjara Meursault ditemui seorang pendeta karena Meursault adalah orang yang menyedihkan serta membatu hatinya, karena tidak menyerahkan diri kepada Tuhan.

Pada akhir cerita, Meursault lebih banyak merenungi makna kehidupan manusia sembari menunggu tanggal eksekusinya untuk di penggal.

4.      Analisis

Terlepas dari alur yang sangat imajinatif dan filosofis buku ini memiliki kekurangan, yang mana ada beberapa bacaan-bacaan yang sangat vulgar dan lebih ke arah dewasa buku ini tidak cocok untuk anak dibawah umur, meskipun bergenre fiksi, buku ini lebih ke fiksi dewasa, yang lebih ke sebuah pelajaran dalam memaknai hidup.

Kelebihan buku ini adalah bahasanya yang variatif dan beberapa bacaan filosofis yang mengajarkan tentang kehidupan, serta sangat menghibur dan membuat imajinasi kita mencoba menelaah setiap isi dari setiap paragraf.

5.      Evaluasi

Buku ini sangat absurd dan keren, karena penulisnya seorang filsuf yakni Albert Camus, banyak sekali pesan yang dia selipkan dalam setiap paragraf, dan memberi gambaran tentang kehidupan yang realistis. Saya sampai tak bosan dengan buku ini, meski sudah membacanya berkali-kali. Penilaian untuk buku ini sangat bagus.

Penulis : Iswanto/ Anggota Magang LPM FatsOeN

 






 

 

Ajat Stopher.

Pada Musim kemarau 319 tahun lalu, pada 5 april 1803, di kabuyutan, desa terbesar kedua di kecamatan mauling, lahir seorang bayi yang oleh orang tuanya di beri nama “ajat stopher”. Kelak ia tumbuh menjadi anak yang pemalu, dengan rambut ke emas-emasan, dengan mata biru, kulit putih dan takut di anggap “edan”.

**

Pada hari-hari pertama setelah kelahirannya, saat ibunya masih terbaring lemah di tempat tidur, sedangkan sang dukun bayi membacakan kidung-kidung jawi, supaya sang bayi bisa keluar dengan selamat.

**

“sanghyang, sanghyang nyuwun doa, mugi tansah jabang bayi selamet, bis teguh, bis rahayu, bis suci”.

**

Sang dukun membacanya sangat hikmat, ia menggunakan kendi yang terisi ajian-ajian di temani kembang tujuh rupa, lalu membanjurkannya ke seluruh tubuh sang ibu.

**

Setelah 2 jam lamanya, si bayi akhirnya keluar dan si bayi menangis sekencang-kencangnya, ayahnya membacakan dongeng untuk mereka berdua. Dan kapanpun si bayi menangis, ayahnya akan membacakan kidung.

**

“ayun ayun badan, badan siji, dadi susahe ati, slamet, slamet sang jabang bayi.”

**

Ajat stopher juga menangis ketika di sembur oleh sang dukun. Sang dukun kurang senang mendengar tangisannya dan mengatakan.

“kacung nangis bae kaya pitik”

**

Ibunya meledak marah mendengar kata-kata sang dukun. Sukiyem kurus dan langsing sedikit lebih muda dari suaminya, ia sangat mencintai ajat dan mempercayai takhayul sebagaimana kebanyakan orang pada zaman itu. Ada tanaman melati, atau tanaman bidadari, tergantung di kusen langit-langit rumah mereka. Sukiyem menggunakan melati untuk melihat masa depan. ia mengatakan bahwa tanaman bisa mengabarkan kepadanya seberapa panjang umur seseorang.

**

Kawir indhor, ayah sang jabang bayi, menertawai takhayyul. Ia pendiam, suka membaca manuskrip primbon, dan suka membuatkan mainan-mainan kayu untuk Ajat kecil. Saat kanak-kanak, lelaki ini ingin masuk sekolah kabuyutan. Tetapi keluarganya tidak mampu mengirim ke sana. Ia kemudian menjadi tukang pacul, pekerjaan yang ia benci, sesekali  ia menghabiskan waktu luangnya dengan membaca dan bermain bersama putra tunggalnya.

**

Ketika Ajat Stopher sudah di bawa jalan-jalan, ayahnya senang membawanya ke hutan tiap minggu, si ayah akan menceritakan kepada anaknya hewan-hewan, tumbuh-tumbuhan sementara Ajat Stopher mengumpulkan garmout liar dan membuat mahkota dari daun dan bunga.

**

Sekali setahun ibunya akan pergi bersama mereka ke hutan, ia akan mengenakan daster coklat bermotif batik bunga, satu-satunya daster yang ia punya, dan ia hanya mengenakannya pada hari-hari istemewa, ketika pergi ke hutan bersama suami dan putranya dan ketika ke pendopo untuk menerima wejangan.

**

Ajat Stopher, sejak kecil akrab dengan kegilaan, hal yang ia takuti adalah kemiskinan, ia melupakan nilai yang berharga untuk menjadi alat agar melupakan kemiskinan.

**

Neneknya dari pihak ayah, Turijem Norther tinggal di dekat kabuyutan. Ia mencintai cucunya dan meluangkan banyak waktu untuk si cucu. Ia ingin cucunya kelak menjadi orang ternama, sebab ia sendiri melarat sepanjang hidup dan ingin melihat nasib membalik. Ia senang menyampaikan kepada cucunya hal-hal yang hanya dalam imajinasinya, menyeritakan di iringi kidung-kidung.

**

Namun si nenek juga suka menceritakan hal-hal yang membuat Ajat Stopher merinding ketakutan. Perempuan tua itu telah melihat hal-hal menakjubkan sepanjang hidupnya, seandainya semua ceritanya bisa di percaya. Tiap kamis, ia membawakan pada cucunya karangan kidung.

**

Cerita-cerita hantu dan siluman membuat Ajat Stopher kecil penakut, ia tidak suka jika di suruh membeli kembang tujuh rupa pada hari senja. Pernah ia diminta membeli kemenyan pada senja hari dan ia harus melintasi hutan belantara dan orang-orang mengatakan di hutan belantara itu ada arwah membawa kepala. Ia ketakutan dan berlari sekencang-kencangnya dan baru merasa tentram setelah menyebrangi sungai dan membaca ajimat dari neneknya yaitu Buyut-buyut kula putu sanghyang sambil menginjak bumi tiga kali. Neneknya memberi tahu bahwa hantu dan arwah tidak bisa menyebrangi sungai dan kidung.

**

Kakeknya mengalami gangguan mental, dan sudah seperti itu sejak Ajat Stopher mengenalnya. Si tua ini biasa berjalan-jalan ke hutan, menempuh jarak yang panjang dan akan pulang membawa mahkota dari kembang-kembang di kepalanya. Dalam sejarahnya primbon, Ajat Stopher menceritakan bahwa suatu hari si kakek berjalan-berjalan di desa, mengenakan cetok dari rajutan bambu, anak anak kecil membuntuti dan berteriak-teriak di belakangnya, Ajat Stopher melihat kejadian ini, ia lari masuk kedalam rumahnya dan bersembunyi di balik jendela. Ia takut anak-anak itu akan melihatnya dan meneriakinya juga.

**

Ibu Ajat Stopher tidak bisa membaca dan menulis dan ia berpikir alangkah bodohnya orang yang menghabiskan waktu untuk membaca dan menulis. Namun ia dan suaminya bersepakat dengan satu hal. Mereka akan melakukan apa saja untuk membahagiakan Ajat Stopher.

**

Ayahnya membacakan hikayat tiap hari minggu dan ibunya sering menceritakan dongeng-dongeng yang ia dengar di masa kanak-kanaknya.

**

Sutijah koor berasal dari keluarga miskin dan orang tuanya pernah menyuruhnya mengemis di jalanan. Ini kenangan mengerikan baginya. Ia tidak mampu meminta uang kepada orang-orang yang lalu lalang dan akhirnya hanya menyelinap di bawah powotan. Ia duduk saja di sana sepanjang hari.

**

“tetapi kehidupan ini akan lebih ramah kepadamu ketimbang kepadaku” kata ibunya

**

Mereka hidup miskin, tetapi Ajat Stopher setuju pada ucapan ibunya. Ia tidak harus mengemis, dan ia punya ayah yang gemar melukis dan membuatkannya mainan dari kayu. Kertas-kertas itu bisa di terbangkan sebagai layang-layang. Ayahnya juga membuatnya gangsing panggalan dan menjahit semua baju untuk boneka-boneka mainan.

**

Dengan ibu yang mencintainya dan ayah yang membanggakannya Ajat tidak kekurangan cinta kasih dan sayang dari kedua orang tuanya. Ia hanya menderita karena kemalaratan, ia takut pada anak-anak lain yang selalu mengejeknya.

**

Ia lebih suka duduk sendiri sambil memejamkan mata dan bersandar di batang pohon beringin di dekat rumahnya, dengan mata tertutup, ia akan bisa melihat hal-hal yang tidak terjadi di desanya, kadang ia berjalan dengan mata tertutup dari pohon beringin menuju rumahnya. Dengan cara ini ia bisa melupakan kemelaratan keluarganya. Ia hidup di dunia imajinasinya, ia suka dengan dunia khayal itu, khayalannya melambung tinggi sampai sampai ia bisa menghadirkan siluman yang muncul dari pohon beringin yang angker tersebut. Di sana selalu tersedia makanan dan pencerahan bagi dirinya.

**

Hanya ada satu tempat di dunia nyata yang membuatnya nyaman, ialah pendopo. Di tempat itu bermukim para bidarawan yang selalu membaca kidung kesukannya. Neneknya berkerja di pendopo itu. Ajat sering mengunjunginya dan bermain-bermain di taman pendopo teresebut untuk membacakan kidung-kidung primbon.

**

Beberapa bidarawan akan mendatanginnya mereka menuturkan kepadanya kidung-kidung primbon lalu membacakannya dengan suara lantang. Dan mereka akan mendengarkan cerita-cerita Ajat. Ajat takut bergaul dengan anak-anak seumurannya atau yang lebih besar, tetapi ia lebih suka mendongeng dan berkidung di depan orang. Ia menyampaikannya cerita-cerita yang pernah ia dengan dari ayahnya. Jika ia luap cerita itu, ia akan mengarang sendiri aluran nada nada dan cerita yang ingin dia sampaikan pada orang, saat itu juga lahir cerita baru.

**

Para bidarawan menyukai cerita-ceritanya dan mereka mengatakan Ajat Stopher anak yang cerdas dengan kidung dan hikayat jawi, ajat juga senang mendengarkan mereka becerita tentang sihir dan takhayul, tetapi kesukaannya mendengarkan cerita-cerita semacam itu. Membuatnya semakin penakut. Ia takut gelap, sebab hantu dan arwah dan siluman selalu muncul pada gelap.

**

Pada hari ibunya mendaftarkannya masuk sekolah, mereka menemui ibu kepala sekolah. bu kepala sekolah duduk di kursi dengan sandaran tinggi dan dinding belakang kursi tergantung sebatang tongkat. “ anak saya ini akan masuk sekolah “ kata ibunya, tetapi saya tidak mau ia di pukul dengan tongkat itu”.

**

Murid di sekolah itu kebanyakan perempuan. Bu kepala sekolah akan memukul mereka dengan tongkat jika mereka keliru mengeja kata-kata, suatu hari, ia lupa permintaan ibu ajat : ia memukul ajat dengan tongkatnya. Ajat bangkit seketika dari bangkunya, dan pulang. Besoknya, si ibu membawanya ke sekolah lain.

**

Di sekolah baru ada banyak murid lelaki dan hanya satu perempuan. Ajat stopher lebih muda di bandingkan murid-murid  lelaki lainnya, karena itu ia berkawan dengan satu satunya murid perempuan itu. Ia menggambar dan menceritakan dongeng untuk gadis kecil ini. Suatu hari ia menggambar keraton dan mengatakan bahwa ia bukan anak orang tuanya. Ia tertukar waktu bayi. Sebetulnya ia anak orang kaya dan para malaikat melindunginya dan mereka sering turun dari langit mengajaknya bercakap-cakap.

**

Ajat berpikir ia bisa mengesankan temannya dengan cerita itu, persis sebagaimana ia membuat terkesan para bidarawan pendopo, gadis kecil itu menatapnya heran. Kemudian ia berbisik kepada salah seorang murid lelaki, dia edan seperti kakeknya.

**

Ajat Stopher, si edan, adalah anak pitik edan buruk rupa yang bertahun-tahun kemudian menjadi  ayam paling tampan di desa. Tamat.

Cirebon, 23-04-2021


 Karya : Rifky Andreans/Mahasiswa  Ilmu Al-Quran & Tafsir.

     


                                                (Foto : Alya Nurkhalizah/Anggota Magang LPM FatsOeN

 Malam ini, 

Cahya bulan menerpa rerumputan, 

Menyemburkan sepercik penerangan, 

Untuk insan yang tengah terkenang. 


Aku kembali membuka, 

Catatan lama yang kusam, 

Tentang ribuan lembar cerita, 

Yang hampir hilang ditelan malam.


 Ada rasa yang berkecamuk, 

Ada ucap sedikit mengutuk, 

Dengan rindu yang ku yakinikan terbentuk.


Tak terasa sudah hampir setahun kau pergi dari  dunia ini

 Rindu telah menggunung, 

Amat besar dan susah kutampung, 

Semakin hari kian memurung. 


Teruntuk kamu, 

wahai teman baikku, 

Terimalah do’a yang diiringi tangis haru, 

Sambutlah harapan dan asaku, 

Hanya padamu, yang mendahulu. 


Teman, do’a takkan terhenti tercurah, 

Dari kami,orang-orang yang menyayangimu,

 Kuhapuskan gelisah dan juga gundah, 

Untuk menempuh hari esok yang biru.


Penulis : Eka Rohmawati/ Pengurus LPM FatsOeN


 



Menurut pria, membaca pikiran dan hati seorang wanita merupakan hal tersulit. Layaknya menyelesaikan teka-teki, begitulah rasanya jika pria disuruh untuk menebak-nebak apa yang doi-nya inginkan ketika dia bilang, "Terserah."

Bahkan sampai ada satu buku dengan judul Everything Men Know About Women by Dr Alan Francis yang terdiri dari 128 halaman kosong, mungkin saking sulitnya membaca pikiran dan hati seorang wanita. Namun, hal yang jarang kita sadari terutama bagi wanita, sebenarnya pikiran dan hati pria justru lebih sulit ditebak ketimbang rahasia hati wanita. Itulah topik yang diangkat dalam buku Rahasia Hati karya Natsume Soseki.

𝐒𝐢𝐧𝐨𝐩𝐬𝐢𝐬

Rahasia hati menceritakan mengenai tokoh Aku yang berteman dengan seorang lelaki yang berumur lebih tua darinya, sebut saja Sensei. Sensei merupakan orang yang sulit berinteraksi dengan manusia, tetapi sekali seumur hidupnya ia mau berteman dengan Aku. Aku yang setiap waktu semakin dekat dengan Sensei, makin penasaran dengan sifat dan sikap Sensei, mengapa ada orang seperti Sensei?

Apa yang menyebabkan Sensei muak akan manusia termasuk dirinya sendiri? Itulah yang selalu membayangi pikiran Aku. Hingga akhirnya, Sensei menceritakan masa lalunya mengenai kisah cinta segitiganya.

𝐊𝐞𝐬𝐚𝐧 𝐏𝐞𝐫𝐭𝐚𝐦𝐚

Ketika membaca buku ini, saya merasa agak asing dengan bahasa yang digunakan dalam buku. Tidak seperti terjemahan penerbit Haru atau penerbit Mai, bahasa yang digunakan tergolong agak asing dan kuno. Namun, ketika terus membaca sampai 80 halaman, gaya bahasanya seperti bahasa 'standar' tidak seperti di halaman awal. Mungkin bahasanya mengikuti gaya bahasa Jepang aslinya, entah saya tak paham.

𝐀𝐥𝐮𝐫

Layaknya buku klasik lain seperti Norwegian Wood, buku ini memiliki alur yang lambat. Walaupun hanya terdiri dari 256 halaman rasanya seperti membaca buku 400-an halaman. Namun, karena alurnya yang lambat, watak karakter tiap tokoh akhirnya dapat terjelaskan secara detail satu persatu sehingga cerita menjadi lebih jelas dan tidak biasa.

𝑨𝒑𝒂 𝒚𝒂𝒏𝒈 𝒎𝒆𝒏𝒂𝒓𝒊𝒌 𝒅𝒂𝒓𝒊 𝒃𝒖𝒌𝒖 𝒊𝒏𝒊?

Satu hal yang membuatku tertarik membaca buku ini sampai habis adalah topik. Pemilihan topik yang cukup simpel mengenai hubungan Aku dan Sensei, ternyata tidak terlihat sesimpel itu.

Masa lalu demi masa lalu yang disuguhkan sangat menggambarkan manusia saat ini. Sisi kejam manusia sungguh diperlihatkan, walaupun hanya dengan konflik sepele, tetapi dampaknya sangat hebat. Sebut saja tentang perebutan warisan, sebaik-baiknya manusia jika digoda oleh uang pasti sisi jahatnya lambat laun akan muncul.

Selain topik yang menarik, cerita yang disuguhkan juga agak relatable dengan diri pribadi. Contohnya mengenai cerita kuliah sang Aku yang sebentar lagi wisuda atau ketika sang Aku berkuliah jauh di Tokyo meninggalkan kedua orangtuanya di desa.

Benar, bahwa setiap orang memulai perjalanan hidupnya di universitas dengan menaruh harapan-harapan besar, seperti orang yang berangkat dalam perjalanan panjang, dan bahwa setelah setahun dua tahun, kebanyakan mahasiswa tiba-tiba menyadari lambatnya kemajuan mereka, dan setelah mengetahui bahwa saat lulus itu tak jauh lagi, mereka pun mendapatkan dirinya dalam keadaan kecewa. (Hal. 177)

 

𝐊𝐞𝐬𝐢𝐦𝐩𝐮𝐥𝐚𝐧

Terlepas dari gaya bahasanya yang menurut saya agak asing di telinga, buku ini sangat direkomendasikan dibaca sekali seumur hidup. Bukan karena buku ini merupakan karya fenomenal Natsume Soseki, tetapi buku ini mengangkat tema yang sensitif terutama bagi kaum pria.

Pria nampaknya sulit berkomunikasi dengan sesama pria, apalagi sampai bertukar rahasia hati dengan sesama. Hal yang dapat dipahami dalam buku ini adalah curhat itu perlu apalagi mengenai masalah percintaan.


Penulis : Cepri Lupianto