(Sumber Gambar: Jawara Internet Sehat)


Cirebon, LPM FatsOeN- Teknologi internet yang semakin berkembang mempunyai dampak positif dan negatif. Berdasarkan hal tersebut, sebagai bentuk literasi terhadap perkembangan internet, Jawara Internet Sehat Jabar mengadakan pekan literasi pada Minggu (14/11) yang bertempat di kantor DKIS Kota Cirebon dengan mengusung tema "media kampus cakap digital".

"Kami dari kantor DKIS (Dinas Komunikasi, Informasi dan Statistik) sangat mendukung penuh kegiatan-kegiatan seperti literasi digital begini yang diadakan jawara internet sehat," tutur Ma'ruf Nur Yasa (Ketua DKIS).

Pemateri pertama, Mahabbatis Shoba membawakan materi tentang hoaksinasi kegiatan digital. Dalam materinya Shoba menjelaskan tentang Hoaksinasi yang dialami Indonesia, yaitu tentang penyebaran informasi Covid-19.

“Karena dampak Covid-19 dirasakan oleh semuanya, banyak orang yang ingin membantu memberikan informasi namun terjerumus dengan berita hoaks, di sini kurangnya pengetahuan dari masyarakat tentang pemberitahuan berita hoaks,” tutur Shoba.

Terdapat pula Nurul B. Tsani, pemateri kedua yang menjelaskan tentang cara melindungi data diri di ruang digital. Sama halnya dengan Shoba, Tsani merupakan penggiat Jawara internet sehat pula. Di sini Tsani menjelaskan pentingnya menjaga data diri di ruang digital.

 “Jika kita tidak berhati-hati mungkin saja data diri kita bisa diretas, maka banyak kejadian seperti akun yang diretas, di hack, kemudian kebocoran data diri dll,” terang Tsani dalam pemaparan materinya.

"Kebocoran data diri tidak serta merta kita menyalahkan pemerintah, namun bisa jadi karena diri kita sendiri yang kurang berhati-hati dalam menggunggah sesuatu di akun media sosial" tambahnya.

Tsani sangat menyeru keras kepada para audiens, supaya lebih menjaga data diri yang ada di akun media sosial masing-masing dan lebih memperhatikan lagi setiap konten yang akan diunggah. Ia menjelaskan bahwa rekam jejak digital abadi, ke depannya baik-buruknya seseorang akan mudah diketahui dari rekam jejak digital.

Selanjutnya, dalam seminar tersebut ditutup oleh Bayu Purnama sebagai ketua RTIK Kota Cirebon. Beliau berpesan "pekerjaan yang paling menyenangkan adalah hobi yang dibayar," ujarnya.

Seminar ini ditutup dengan sesi pengisian angket dilanjut dengan foto bersama.

Penulis: Avi Afian Syah, Dea Mariyana

 

(Sumber Gambar: Teater Awal)

IAIN, LPM FatsOeN- Sabtu (13/11) masih dalam rentetan acara Pagelaran Seni Teater Awal 28, gedung ICC kembali dimeriahi monolog yang berjudul Markendos. Acara ini berlangsung dari pukul 19.50 sampai pukul 20.46. Teater ini disutradarai oleh Fiqi Taufiq Maulani.

Markendos memiliki jalan cerita yang cukup tragis. Tentang seorang gadis desa tamatan SMP yang diiming-imingi pekerjaan di Ibukota. Sayangnya, Upi yang diperankan oleh Ers Desti malah dijebak menjadi wanita tunasusila. Terkurung dalam kerasnya simalakama Ibukota, Upi menyadari bahwa teman-temannya mengalami penyakit seksual menular. Upi memilih untuk berhenti dan bekerja sewajarnya, namun ia tetap menjadi buah bibir orang-orang satu pekerjaannya. Kala Ia memiliki cukup uang untuk kembali ke desa, desanya telah diluluhlantakan gempa. Semua keluarganya tiada dan ia hidup sebatang kara. Penderitaannya belum cukup di sana, Upi kembali ditampar oleh tubuhnya yang terjangkit penyakit jua.

(Doc. LPM FatsOeN)

Pertunjukan ini diakhiri dengan klimaks yang cukup menegangkan, dari mulai Upi menjerit di pemakaman dengan pencahayaan merah terang, sampai Upi terbahak lantang, menertawai  kehidupannya sendiri. Lalu ditutup dengan lengkingan teriakan yang menggema sambil diiringi backsound menggebu. Lampu padam, Auditorium ICC gelap gulita, lalu lighting merah-hijau menyala bergantian, Upi berdiri dan kembali menari membelakangi penonton. Seluruh lampu ICC menyala serentak, Upi berhenti menari dan menoleh ke penonton dengan seutas senyuman kecil. Sorak tepuk tangan memenuhi ruangan.

“Saya ingin, jalan cerita ini bisa menjadi pelajaran untuk orang-orang. Bahwa wanita harus pintar, tidak mudah dibodohi,” tutur Fiqi.

Sependapat dengan Fiqi, Ers Desti mengiyakan. Ia pula menuturkan pendapatnya bahwa masyarakat tidak boleh hanya memandang sebelah mata wanita tunasusila.

“Bila ada Upi di dunia nyata, Saya ingin berpesan kepada masyarakat, bahwa mereka punya alasannya sendiri melakukan hal seperti ini. Memang ada, yang mau jadi seperti itu? Saya rasa tidak,” terangnya.

Untuk naskah MARKENDOS yang tergolog cukup panjang, Ers latihan tiga kali sehari, menjelang pementasan ia pula menambah jadwal latihannya.

“Namun tetap ya, Saya jaga tubuh, tidak terlalu diforsir. Biar gak sakit, kan harus tampil prima.” Pungkasnya.

Penulis : Zulva 

 

(Sumber Gambar: Freepik.com)

Offline tlah (sebentar lagi) tiba, offline tlah (insyaallah) tiba, hatiku gembira

Beredarnya Surat Edaran tatap muka bagi semester satu dan tiga tentunya membawa banyak perasaan yang kian bercampur aduk. Mulai dari bahagia akhirnya bertemu kawan-kawan kelas, sampai mencari kost (bagi yang berdomisili jauh dari kampus) yang nyaman dan tempat-tempat makan yang murah.

Tenang, bagi anak indekos yang mulai khawatir akan menipisnya kantong untuk biaya makan, Bi Sami bisa jadi solusi. Anak kost tidak melulu harus makan mie instan tiap tanggal tua. Seperti perdebatan bubur diaduk dan bubur tidak diaduk, beberapa mahasiswa pula memperdebatkan Bu Sami atau Bi Sami. Namun mereka tidak lagi ricuh ketika sudah berhadapan dengan aneka hidangan lezat nan bersahabat masakan Bi/Bu Sami beserta seluruh jajarannya.

Terletak di dekat kampus Pasca Sarjana, tepatnya di belakang gedung Ma’had Al Jami’ah. Hanya perlu beberapa menit berjalan kaki kita sudah disuguhkan dengan warung makan murah meriah yang bersahabat dengan perut maupun kantong. Cukup dengan merogoh kocek tujuh ribuan, aneka lauk dapat dihidangkan.

“Tapi memang, masakan Bi Sami sedep,” tutur Fathnur, mahasiswa KPI. Dimas pula mengiyakan, bahwa masakan Bu Sami selain enak harga pula cukup bersahabat. Sayangi dompetmu, sayangi ususmu, Bi Sami buka tiap waktu.

Penulis : Zulva


 (Sumber Gambar: LPM FatsOeN)

IAIN, LPM FatsOeN- Rabu (10/11) sebagai penutup Festival Bulan Bahasa sekaligus peringatan hari lahir, Himpunan Mahasiswa Bahasa Indonesia menghadirkan Sujiwo Tejo dalam webinarnya. Acara ini digelar di  Auditorium FITK ini dilakukan secara hibrid yaitu luring dan daring melalui Zoom.  

Dalam rangkaian acara, Tato selaku dosen Jurusan Bahasa Indonesia melempar pertanyaan kepada Sujiwo Tejo mengenai keresahannya terhadap sastra klasik yang perlahan tidak diminati oleh generasi millenial. Ia pun mengungkapkan tentang kesulitannya sebagai pengajar drama dalam mempertahankan sastra tulis dan tutur yang kian hari kian berbah menuju sastra digital.

Menanggapi pertanyaan Tato, Sujiwo Tejo pun membantahnya dengan mengungkapkan bahwa bukan tugas mahasiswa untuk mempertahankan sastra klasik.

“Urusan mempertahankan, tugas museum. Menjaga keasliannya ya museum. Tugas seniman, mahasiswa terus mencipta, membuat,” tuturnya. Ia pula menambahkan bahwa, kita tidak bisa lari dari perkembangan zaman. Bila sekarang zaman sastra digital, maka kita pula menyesuakan digitalisasi. Ia mengimbuhkan, seniman adalah orang yang membuat karya pada zamannya

“Generasi sekarang, wong bahkan berita aja gak dibaca sama generasi millenial atau generasi Z, yang lebih tinggi dari itu. Cuma baca judulnya, langsung komentar,” jelasnya.

Masih berkaitan dengan sastra yang terus berkembang menyesuaikan arus zaman, sastra tulis seperti novel dan sastra tutur selayaknya pewayangan pula harus menyesuaikan generasi seperti menyingkat durasi dan memperjelas judul.

“Bukan hanya terpampang judul, namun juga tagline kecil di bawah yang menjelaskan tentang isi buku tersebut,” paparnya.

Sebagai contoh Sujiwo Tejo mengambil perumpamaan Novel Bumi Manusia. Bahwa judul ‘Bumi Manusia’ tidak cukup untuk menjadi judul di zaman sekarang, namun kalimat penjelas seperti ‘Kisah perempuan yang selalu merindu’.

“Hal-hal seperti ini, apakah itu harus dimusnahkan? Jangan, itu tugas museum untuk merawatnya, mencatatnya.” pungkasnya.

Dewi, dosen Tadris Bahasa Indonesia yang menjadi moderator menarik simpulan bahwa tugas seorang sastrawan, dramawan, penyair, dan bahkan masyarakat adalah menciptakan sebuah karya sesuai dengan zaman yang ada.

“Kita tidak bisa terus setia dengan sastra klasik. Tidak setia bukan berarti harus meninggalkan kita tetap harus memperkenalkan dengan masyarakat dan  mahasiswa bahwa dulu ada sastra klasik, namun sastra yang kita ciptakan sekarang memang harus sesuai dengan zamannya.” Simpulnya.

Reporter dan Penulis : Zulva

(Sumber Gambar: Freepik.com)

LPM FatsOeN - Pusat Pengembangan Bahasa (PPB) IAIN Syekh Nurjati Cirebon mengharuskan mahasiswa melakukan intensif, yakni pembelajaran atau kursus bahasa asing. Namun, yang difokuskan hanya dua saja, Bahasa Arab dan Bahasa Inggris. Intensif ini rutin dilakukan pada Sabtu dan Minggu. Khusus Bahasa Arab, PPB hanya mewajibkan untuk mahasiswa semester 1 dan 2. Sedangkan Bahasa Inggris ditujukan bagi semester 3 dan 4.

Tetapi, tahukah kalian mengapa harus intensif? Apa sih manfaat dari intensif ini? Berikut beberapa alasan penting mengapa harus intensif.

Pertama, belajar bahasa asing meningkatkan pengetahuan dalam ruang lingkup global. Mengapa demikian? Kalian pasti sudah tahu bahwa banyak sekali buku terkait ilmu pengetahuan yang menggunakan bahasa asing. Bahkan sekarang tak sedikit jurnal-jurnal ilmiah diterbitkan menggunakan bahasa asing, sehingga jika kamu menguasainya, maka cakrawala pengetahuan akan terbuka lebih luas lagi.

Kedua, belajar bahasa asing membuat kamu mudah diterima di dunia internasional. Nah untuk yang satu ini, kalian yang sering travelling keluar negeri tentunya akan menghadapi masalah yang berkaitan dengan komunikasi. Jika kamu memiliki kemampuan bahasa asing, maka hal tersebut memudahkan dalam berkomunikasi.

Ketiga, untuk memudahkan mengikuti perkembangan teknologi. Perkembangan teknologi itu mostly berbahasa asing. Maka akan lebih memudahkan jika kita menguasai bahasa asing agar bisa mengikuti perkembangan tersebut.

Keempat, memudahkan kamu untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi lagi di luar negeri. Siapa sih yang tidak mau go to international? Apalagi pemerintah Indonesia sering kali mengadakan beasiswa untuk kamu yang ingin melanjutkan pendidikan di luar negeri. Hal ini menjadi bekal yang mumpuni, walaupun tetap disadari bahwa persaingan dengan kandidat lain juga sangat ketat. But, kembali lagi di awal, setidaknya kamu sudah memiliki kemampuan bahasa asing yang cukup memadai.

Kelima, memudahkan untuk mendapatkan pekerjaan. Tak hanya skill yang dibutuhkan dalam mencari pekerjaan, di era modern ini, banyak perusahaan memasukkan kemampuan berbahasa asing ke dalam kualifikasi calon karyawannya. Karena berbahasa asing merupakan salah satu soft skill atau keterampilan khusus yang menunjang dalam menggunakan teknologi informasi dan komunikasi. Dan dianggap basic skill agar mudah diterima di berbagai sektor pekerjaan dan jenjang pendidikan yang lebih tinggi lagi.

So, masih berpikir intensif bahasa asing tak berguna? Segera hilangkan mindset tersebut, ya. Ingat selalu bahwa penyesalan selalu ada di akhir, kalau selalu di depan namanya Yamaha. 😁


Penulis: Alisa

 

(Illustrator: LPM FatsOeN)

Guru Saya pernah bilang, bahwa di setiap perubahan pastinya kita akan merasakan kewalahan. Di dunia pendidikan apalagi, pandemi memperkenalkan kita dengan daring, lalu saat sudah mulai nyaman, kita kembali disuguhi tatap muka. Transisi bikin adaptasi, lagi dan lagi.

Sebagai mahasiswa semester tujuh Fakultas Tarbiyah, sudah tidak asing dengan PLP, yang dulu namanya PPL. Ganti nama, kalau Saya ditanya orang-orang bahwa Saya sedang PLP, mereka akan bertanya “Hah, PLP?” “PPL, ganti nama,” baru mereka mengiyakan dengan oh panjang. Sebelum akhirnya rentetan pertanyaan selanjutnya datang seperti “memang kenapa ganti nama?” atau “kepanjangannya apa?” di detik itu saya akan membantin “nanya mulu kaya Dora,”.

Selain berkenalan dengan ‘nama baru’ Saya pula berkenalan dengan lingkungan sekolah yang bertempat di Grup WhatsApp. Ada sekitar 9 grup yang Saya masuki, plus 2 grup kawan sejawat PLP. Sekitar dua sampai tiga minggu Saya diperkenalkan dengan cara mengajar daring. Di saat mulai nyaman, tatap muka seakan menjadi orang ketiga antara Saya dan daring. Ada kabar tatap muka, dengan sistem ganjil-genap –seperti penerapan plat kendaraan bermotor.

Tidak ada salahnya dengan tatap muka, justru bagus, namun Saya (kami) kembali dihadapkan dengan transisi.

1. Jam pelajaran yang dipersempit

Kebetulan Saya mendapat guru pamong yang telaten. Ia pula mengeluhkan akan jam pelajaran yang dipersempit. Alokasi satu jam mata pelajaran hanya 20 menit, biasanya dijadwalkan dua jam mata pelajaran. Jadi hanya dapat waktu 40 menit. Seperti penyanyi, kita diharuskan improvisasi, membagi satu materi jadi dua hari. Mengajar dua kelas, jadi berasa empat kelas. Pun kala itu, Saya mengulang semua materi dari awal, benar-benar awal. Agak mubazir rasanya, membuang waktu yang sempit untuk mengulang, tapi nyatanya, apa yang saya beri saat daring kemarin tidak mereka pahami sama sekali.

2. Sistem ganjil-genap yang masih jadi simpang siur.

Saya diberi kewenangan mengajar dua kelas. Saat Saya lihat jadwal, yang seharusnya satu minggu masuk ke dua kelas, jadi masuk ke empat kelas. Masuk akal, karena waktu yang dibagi dua, maka hari pula dibagi dua. Beberapa siswa tahunya ganjil genap dihitung hari, namun beberapanya lagi beranggapan ganjil-genap dibagi minggu. Satu minggu ganjil, satu minggu genap. Simpang siur ini terjadi di minggu pertama. Memang satu minggu hanya tujuh hari, enam hari masuk kelas. Namun bagi seorang guru, satu minggu berarti empat pertemuan, satu materi yang dibagi dua di dua kelas.

3. Beberapa siswa bandel tetap masuk

Dikarenakan tidak adanya absensi kehadiran, maka beberapa siswa genap tetap masuk di minggu ganjil. Mereka berasumsi sendiri, ada yang berdalih tukeran karena rumah jauh dan mumpung di Cirebon. Ada pula yang bilang, ingin pelajaran nyantol maka masuk di setiap minggu. Saya kurang berkenan bila melarang, karena alasannya cukup masuk akal, dan agaknya lucu melarang orang yang ingin belajar, pun mereka yang bukan gilirannya masuk justru lebih aktif saat ditanya.

Mungkin Saya(kami) harus berkali-kali beradaptasi. Entah beradaptasi dengan sekolah, dengan pandemi dan daringnya, dengan kelas yang pindah ke Classroom, dengan murid yang pengetahuannya didominasi pertanyaan-pertanyaan yang bisa dijawab oleh Google. Mereka butuh guru. Walaupun engap Saya berterima kasih dengan pengalaman yang buat Saya berusaha menyesuaikan diri lagi dan lagi.

Penulis : Zulva bukan Zulfa

(Sumber Gambar: LPM FatsOeN) 

LPM FatsOen–Naila Farah, selaku ketua PSGA menyampaikan kehawatirannya akan jalan cerita yang dikisahkan pada cerpen Predator Bermartabat yang diunggah Fatsun pada sabtu (16/10).

“Cerpen yang sangat menarik, walaupun sifatnya fiksi, bisa saja terjadi di dunia nyata. Atau bahkan juga bisa saja terjadi di kampus kita tercinta ini,” jelasnya.

Kamis (20/10) Naila pun menyampaikan kekesalannya apabila ada dosen yang berani melakukan tindak pelecehan seksual terhadap mahasiswanya.

“Saya pastinya akan sangat mengutuk dan itu merupakan tindakan yang menjijikan, apalagi dilakukan oleh seseorang yang kita anggap sebagai seorang ilmuan, atau akademisi,” Tuturnya.

Apabila hal serupa terjadi di IAIN Cirebon, Ia menjelaskan bahwa PSGA telah memiliki surat peraturan rektor tentang pencegahan dan penanggulangan kasus kekerasan seksual yang sudah disahkan oleh Rektor pada tanggal 19 Nov 2020.

Meskipun SOP PSGA belum disahkan hingga saat ini, Naila berjanji akan terus menagih pengesahan SOP tersebut. Ia pun menjelaskan pengesahan SOP tidak mejadi penghalang bila adanya aduan mengenai kasus pelecehan seksual, PSGA beserta timnya akan menindaklanjuti dengan tegas.

Ia pula mengakui bahwa aduan-aduan tentang pelecehan seksual telah sampai di telinganya sejak lama. Aduan baik pelecehan yang dilakukan sesama mahasiswa, ataupun dosen. Hal yang menjadi kendala adalah ketakutan korban untuk menindaklanjuti kasus tersebut, termasuk ketidakmauan korban menyebut nama pelaku yang melecehkannya.

“Dikarenakan rasa ketakutan korbannya khawatir, misalnya dalam kondisi bimbingannya dipersulit, atau khawatir MK tidak lulus atau di bawah tekanan ancaman pelaku, padahal PSGA sudah memberi peringatan dan sudah mewanti-wanti bahwa siapapun itu korban kami akan lindungi, bahkan misalnya PSGA meneruskan kasus ini ke pihak rektorat, nama si korban, tidak akan tersentuh sama sekali,” terangnya.

Bila ada aduan, PSGA akan membentuk dewan etik yang terdiri dari berbagai unsur, dari fakultas, dekanat, dari jurusan, dan dari PSGA sendiri. Dewan etik inilah yang selanjutnya akan menangani lebih lanjut permintaan korban. Pelaku akan diadili secara hukum, adapun penyintas akan dilindungi dan diberi konseling.

Naila meminta bantuan dari segala pihak, untuk menciptakan kampus aman dari kekerasan seksual. Ia menyatakan bahwa PSGA tidak bisa bergerak sendiri. PSGA pula memohon keberanian korban untuk melapor dan menyebutkan nama pelaku.

“Lapor ke kami, dan sebut siapa nama pelakunya. Pasti akan kami tangani.” Pungkasnya.

Reporter: Khansa

Penulis : Zulva