Sebatang pohon
rimbun dengan tenang berdiri tegap sepanjang waktu di pinggir jalan. Ia
sendirian karena memang ia yang paling besar. Tak ada yang bisa diajak ngobrol,
rerumputan terlalu pendek dan tiang listrik? Oh tidak ia takut tersambar. Tiap
hari selalu ada yang mampir, entah itu kumpulan anak kecil yang manjat pada
dirinya, atau petani sepulang dari tandur sambil menikmati bekal dari istri.
Tak lagi ia
merasa kesepian hidup selama ini, acapkali ia berfikir andai ia jadi manusia
saja, bisa berkelana mengelilingi dunia. Sedang menjadi pohon, yang ia lihat
hanyalah jalan panjang tak berkesudahan dan tak bisa ia lewati.
Hingga tiba
hari di mana ia jatuh cinta, seorang gadis manusia, bukan pohon. datang dan
duduk tenang di kaki akarnya. Membawa sebuah buku, dan sebotol air putih.
Senyumnya manis merekah, matanya jernih, kulitnya langsat. Pohon bahagia, baru
kali ini ia merasa bahagia. Wanita itu bersender dan membaca buku dongeng.
Pohon terhibur hingga ia merekahkan bunga-bunga di rantingnya.
Saban hari, gadis
itu selalu datang dan membacakan dongeng. Hingga sebatang pohon bodoh yang tak
tau apa-apa terpesona oleh manusia. Ia hafal segala rutinitas manusia, cara
mereka tertawa, apa yang manusia rasa, bagaimana manusia bersetubuh dan jatuh
cinta. Hanya hal-hal baik yang gadis ceritakan. Bagaimana bulatnya dunia, di
luar sana seperti apa. Gadis punya cita-cita tinggi, yang pohon tau, hal itu
lebih tinggi dari kabel listrik yang menjuntai antar tiang, cita-cita gadis
lebih tinggi dari terbangnya burung elang. Pohon selalu mendukung tapi ia tidak
tau bagaimana cara menyemangatinya. Gadis selalu belajar dan membaca buku di
tempat favoritnya, naungan rindang sang pohon. Seribu satu hari, hingga tiba
pada saat sang gadis tak pernah mampir lagi. Pohon kembali kesepian. Tidak
seperti semasa ia menikmati kesepiannya, ia hampa dan menggugurkan dedaunannya.
Pohon tidak tau caranya berdo'a, Gadis tak pernah mengajarinya. Tapi pohon
harap, sang Gadis pujaannya sedang menggapai impiannya di luar sana.
Malam tiba
setelah sembilan bulan lamanya, gadis datang lagi, namun dengan tubuh berbeda.
Perutnya membuncit dan ia menahan rasa sakit. Peluhnya menetes sekujur tubuh.
Pohon ketakutan, ia bingung harus berbuat apa. Gadis terus meringis diakhiri
dengan teriakan panjang. Setelahnya, suara menangis terdengar, ada manusia
kecil keluar dari sana. Gadis tersenyum dengan wajahnya yang pucat. Begitu
lucu, manusia itu kecil kulitnya putih kemerahan, tangan dan tungkai kakinya
mungil lebih kecil dari dedaunan. Apa itu yang gadis sebut bayi? Lalu kemana
saja gadis selama ini?
Kisahnya bagai
Maryam yang gadis ceritakan, pohon berfikir apakah ia reinkarnasi dari pohon
kurma? Dan gadis adalah perempuan suci itu?
"Nak,
mungkin kehadiranmu tidak akan diridhoi oleh orangtuaku."
Gadis kembali
menangis setelah senyum manisnya. Pohon sadar, tak semua cerita manusia
berakhir bahagia. Pohon hanya bisa mematung diam. Lagi-lagi, ia bingung harus
bagaimana. Bukankah menyakitkan, saat melihat seseorang yang kita sayang
tersakiti dan tidak dapat membantu?
Gadis mengambil
benda berkilat dalam sakunya, terlihat tajam, mungkin benda itu cukup bisa
menebang salah satu ranting pohon. Ingin pohon julurkan dahannya namun tidak
ada angin topan yang mampu menggerakkan pohon sebesarnya. "JANGAN"
pohon tidak dapat teriak. "HENTIKAN" Pohon tidak bisa melakukan apa-apa. Gadis
menusukkan sebagian benda itu ke dalam tubuh manusia mungil, dari perutnya
berhamburan cairan merah yang mengalir sampai akar pohon. Lalu ia mencakar
tanah dengan tangannya sendiri. Dibenamkannya manusia lucu di sana. Gadis
pergi.
Pohon meringis.
Namun cintanya tetap tak akan habis.
Penulis: Zulva Azhar/Fatsoen