(Ilustrasi kegiatan perkuliahan)


Pada tanggal 27 Maret 2020, Senat Mahasiswa Institut (SEMA-I) mengeluarkan Maklumat atas respon terhadap surat edaran Rektor No.B-0546/In.08/R/PP.00.9/03/2020 tentang perpanjanjangan kuliah daring dan memberikan kuota atau free access bagi mahasiswa dan civitas akademika. Maklumat yang diberikan kepada 9 jajaran yang ada di IAIN Syekh Nurjati Cirebon, di antaranya:  Rektor,  Wakil Rektor, Kepala Biro AUAK, Kepala Bagian Akademik, Dekan Fakultas, Wadek I Fakultas, Kabag TU Fakultas, Ketua Jurusan dan Bapak/Ibu Dosen. Maklumat itu lahir atas aspirasi mahasiswa yang di tampung oleh SEMA-I.

“Betul, kami memberikan maklumat yang berisi 4 tuntutan. Secara ringkas keresahan mahasiswa tentang tidak efektifnya kuliah daring dan tidak kunjungnya diberikan kuota atau free access oleh kampus,” Kata Rohmawan, ketua SEMA-I periode ini.

Masih kata Rohmawan, "dalam sistem perkuliahan daring ini banyak sekali kendala yang dihadapi oleh mahasiswa diantaranya adalah jaringan internet yang tidak stabil dan memerlukan biaya tambahan untuk kuota internet yang menjadi kebutuhan mahasiswa, sehingga kami membutuhkan free access internet untuk mengakses situs-situs kampus seperti smart campus, e-learning, dll. dalam rangka menjalankan tugas dan fungsinya masing-masing."

Hal itu dibenarkan oleh Laras Ayuningtyas Asri, mahasiswi jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam. Laras (20) mengatakan perkuliahan online berjalan kurang efektif, karena sistemnya yang tidak tertata dengan baik. Banyak grup diskusi kelas daring yang diisi dengan bercandaan dan presentasi hanya berupa teks saja.

Rohmawan mengatakan, dari empat poin dalam maklumat SEMA-I belum ditindaklanjuti oleh pihak pemangku kebijakan yang bersangkutan. SEMA-I akan terus memfollow-up dengan cara menghubungi leading sector terkait. Hal ini sesuai pernyataan rektor bahwasannya akan lebih maksimal apabila dikomunikasikan langsung dengan leading sector, ungkap ketua umum SEMA-I.

Rohmawan berharap pihak birokrat lebih responsif dalam menyikapi kondisi saat ini. “Benar, bahwasannya maklumat tersebut belum ditindaklanjuti,” tandasnya.

Kami mencoba menghubungi Rektor untuk mempertanyakan, kenapa aspirasi mahasiswa belum juga ditindaklanjuti. Tapi Rektor tidak menangapi pesan dari kami.


Penulis: Sulthoni
Reporter: Linah Sapitri, Sulthoni
Ilustrasi: Fauzan Alfani Suhendar
(Ilustrasi by Alfan)


Semenjak surat edaran Dirjen Pendidikan Islam Kemenang nomor  697/03/2020 tentang perpanjangan kuliah online dan pemenuhan kuota atau free acses bagi mahasiswa dan civitas akademika diterbitkan. Birokrasi kampus belum sepenuhnya melaksanakan surat edaran tersebut. Hal itu bisa dilihat dalam surat edaran yang dikeluarkan oleh Rektor IAIN nomor B-0572/In.08/PP.00.9/03/2020, yang ada 24 poin. Tidak ada satupun poin yang menyinggung perihal pemberian kuota atau free acses untuk mahasiswa dan civitas akademika.

“Secara hukum surat edaran mengikat bagi institusi yang menerima. Jadi menurutku, kampus harus tunduk terhadap seluruh poin surat edaran, bukan cuma sebagian,” Kata Agung Jazuli, yang aktif dalam Lembaga Bantuan Hukum Cirebon melalui pesan Whatsapp (07/04).

Agung menjelaskan lebih jauh, logika hukumnya, kewajiban mahasiswa sudah dilakukan melalui pembayaran uang kuliah. Hak mahasiswa mendapatkan pengajaran dari kampus, apapaun metodenya ya itu kewajiban kampus. Lebih-lebih ada surat edaran, yang mesti ditaati.

Tidak taatnya birokrasi kampus terhadap surat edaran selain dari Surat Edaran Rektor, juga dibenarkan oleh Senat Mahasiswa Institut (SEMA-I), “kami sudah memberikan surat maklumat untuk segera dipatuhi, tapi tidak kunjung ditaati,” kata  Rohmawan, mahasiswa asal Indramayu.

Mawan, panggilan akrab Rohmawan menuturkan, “Kami akan terus mengawal Surat Edaran dari Dirjen Pendidikan Islam ini sampai semuanya terlaksana,” katanya.

Atas bebalnya birokrasi kampus yang tidak taat terhadap surat edaran, “Laporkan ke Dirjen pendidikan tinggi kemenag. Biar nanti ada punishment kepada kampus untuk melaksanakan surat edaran sepenuhnya,” tandasnya.

Kami mencoba menghubungi Sumanta, Rektor IAIN Syekh Nurjati. Tapi sampai berita ini ditulis, Sumanta tidak memberikan tanggapan.


Penulis: Sulthoni
Reporter: Linah Sapitri, Sulthoni

(Ilustrasi kebingungan mahasiswa dalam mengakses online class)

Hayati, mahasiswa jurusan Ilmu Hadist semester 6, mengeluhkan berjalanya kuliah daring yang dilaksanakan sejak tanggal 16 Maret 2020. Hayati kesal karena sering kehabisan kuota, ditengah berlangsungnya kuliah daring. Sebab, pada situasi pandemi Covid-19 ini berdampak pula pada pemasukan ekonomi keluarganya. Sehingga Hayati sadar diri, tidak elok rasanya dengan menurunnya pemasukan keluarga, terus-terusan meminta uang untuk kebutuhan kuota.

“Ya, mesti sering dimarahi, karena sering meminta untuk beli kuota. Mau bagaimana lagi, agar tetap bisa mengikuti kuliah online (daring),” keluh Hayati kepada Fatsoen melalui pesan daring (31/03).

Begitu pula dengan Laras Ayuningtyas Asri, selama tiga pekan kuliah daring berjalan, kuota internet sepenuhnya ditanggung menggunakan dana pribadi.

“Selama ini, ya dari dana pribadi. Tidak ada subsidi dari kampus sama sekali,” kata Laras, panggilan akrab Laras Ayuningtyas Asri.

Kuliah Daring Semakin Boros
Bukan hanya Laras dan Hayati, yang mengeluhkan persoalan kuliah daring. Ria Riana, mahasiswa jurusan Hukum Keluarga Islam, mengungkapkan keresahannya mengenai penggunaan kuota saat kuliah daring menjadi dua kali lipat lebih boros dari biasanya.

“Kuota itu sekarang kan udah menjadi barang wajib ya. Kita harus selalu punya kuota dan penggunaannya itu berkali-kali lipat dari biasanya. Kayak misalnya, aku biasanya beli kuota seminggu sekali, sejak ada kuliah daring jadi seminggu dua kali itu. Jadi lebih boros,” ujar Ria, yang sudah menginjak semester 4.

Cerita soal borosnya kuota juga diungkapkan oleh Sifa, mahasiswa jursan Hukum Ekonomi Syariah. Sifa geram, karena pengeluaran untuk kuliah daring semakin banyak. “Kalau biasanya kita terbantu oleh wifi kampus. Jadinya tidak begitu banyak pengeluaran untuk kebutuhan kuota,” kata Sifa, mahasiswa yang berasal dari Lampung. “Masa baru tiga pekan, saya sudah menghabiskan 100 ribu untuk kebutuhan kuota,” sambungnya kesal.

Tidak Efektifnya Kuliah Daring
Selain persoalan kuota, mahasiswa juga mengeluhkan berjalannya kuliah daring. Laras, mahasiswa yang berasal dari Indramayu mengatakan perkuliahan daring berjalan kurang efektif, karena sistemnya yang tidak tertata dengan baik. Banyak grup diskusi kelas daring yang diisi dengan bercandaan dan presentasi hanya berupa teks saja. “Apa yang kami dapatkan, kalau hanya begitu saja,” keluh Laras.

Hal senada juga diungkapkan oleh Mohammad Dehya Affinas, mahasiswa semester 4 jurusan Hukum Ekonomi Syariah. “Banyak dosen, gak semuanya ya, yang kuliah online (daring), sekedar ngasih tugas nyerahin ke Pj-nya, udah dibiarin gitu aja. Tidak ada diskusi atau semacamnya,” katanya melalui pesan suara (06/04).

“Juga, penjelasannya tidak detail. Saya sendiri, juga teman-teman saya banyak yang mengeluhkan banyak tidak paham terkait materi yang disampaikan,” sambung Dehya.

Dehya menuturkan, selain soal tidak jelasnya materi-materi yang disampaikan, ia mengomentari terkait jaringan internet yang belum merata di Indonesia. Akhirnya, tidak sedikit mahasiswa yang ketinggalan materi karena jaringan internet di daerahnya buruk.

Rektor IAIN Syekh Nurjati, Sumanta, mengatakan Surat Edaran Rektor bersifat dinamis mengikuti situasi dan kondisi serta merujuk pada Surat Edaran. Tidak efektifnya kuliah daring karena banyak kendala. 

“Perkara pembelajaran online (daring) selama beberapa pekan lalu, rektor mengevalusi kinerja dosen dan memberikan himbauan yang mengarah pada efektivitas pembelajaran dan tidak memberatkan mahasiswa,” tandasnya.

Menuntut Subsidi Kuota
Bagi Hayati (21) atas banyak permasalahan, khusunya terkait kuota menuntut agar kampus memberikan subsidi. “Memenuhi fasilitas kuota online (daring) sebagai bentuk pertanggungjawaban atas fasilitas dalam proses perkuliahan,” katanya.

Masih kata Hayati, sebab kita sudah membayar UKT. Selama kuliah daring, kita tidak menikmati fasilitas apapun di kampus sebagaimana kuliah biasa. Makanya, perlu adanya subsidi atas UKT kita yang tidak terpakai itu.

Begitu juga kata Laras, ia berharap pihak kampus memberikan kuota atau pulsa gratis selama perkuliahan online ini berlangsung. Bahkan, Ia membandingkan dengan beberapa kampus lain yang telah mendapatkan kompensasi kuota atau pulsa gratis dari pihak kampus masing-masing.

“Kan kalau kampus lain dapet yah, bukan katanya lagi, emang dapet. Contohnya aja Akper M*********h. Setiap mahasiswanya dapat 75 ribu, dapet untuk kuota internet selama masa kuliah daring. Mohon untuk bapak rektor, tolonglah mengerti. Kan kami bayar UKT itu untuk fasilitas, mohon dong fasilitasnya uang kuota itu aja,” tutur Laras saat diwawancarai melalui pesan daring.

Hal senada juga disampaikan oleh Dehya, “Beli kuota kan tidak pakai daun, harus pakai uang. Masa kita mengeluarkan uang banyak, padahal kita sudah membayar UKT. Jadi, harusnya kampus memberikan subsidi kuota kepada mahasiswa. Lebih-lebih dalam surat edaran Dirjen Pendidikan Islam dalam poin C, kampus wajib memberikan kuota atau free access.

Harus Mematuhi Surat Edaran
Agung Jazuli, advokat Lembaga Bantuan Hukum Cirebon mengatakan bahwa kewajiban kampus adalah memberikan pengajaran. Bagaimanapun metode dan teknisnya. Lebih-lebih yang diamanatkan oleh surat edaran Dirjen Pendidikan Kementrian Agama perihal kelas daring dan pemberian kuota atau free access. Bukan hanya kuliah onlinenya saja yang dilaksanakan, tapi juga pemberian kuota atau free access. Patuhi semua poin yang tertuang dalam surat edaran, tidak hanya sebagian.

“Itu hak mahasiswaa, karena mahasiswa telah memenuhi kewajibannya, yakni membayar UKT,” kata Agung. “Juga, sebagai lembaga yang sifatnya hirarkis, mesti taat terhadap kebijakan di atasnya, yakni Kemenag.” Sambungnya. 

Masih Menunggu Provider
Warek 1, Saefuddin Zuhri menanggapi tentang kuota gratis atau free access bahwa ia telah mendaftarkan ke IDREN (Indonesia Research and Education Network) untuk bisa menggunakan akses yang free dari Telkomsel dan Indosat. Namun, untuk sementara  ditutup karena sedang dievaluasi. Untuk saat ini yang sudah masuk baru 130 Perguruan Tinggi. Termasuk teman-teman dari PTKIN lainnya, diantaranya ada UIN Padang, UIN Jakarta, UIN Bandung, UIN Yogyakarta, dan UIN Palembang.

Terkait keluhan mahasiswa mengenai kuota boros diperkuliahan daring itu tergantung bagaimana teknis media pembelajaran daring yang dipilih oleh setiap dosen. Apakah menggunakan aplikasi zoom, youtube, atau aplikasi lainnya, yang memerlukan akses internet lebih. “Dari situ bisa saya sampaikan kepada para dosen agar tidak terlalu sering memakai media tersebut,” katanya.

Saat ditanya bagaimana mekanisme kampus memberikan kuota atau free acses. Alih-alih mematuhi amanat surat edaran. Warek satu malah berdalih menginginkan adanya bukti terlebih dahulu, “Saya menginginkan data dan fakta mengenai keluhan terkait boros kuota itu agar bisa ditindak lanjuti” ujar Saefuddin Zuhri ketika diwawancarai melalui telepon.

Juga melemparkan ke pihak lain, “Free access kuota ini bukan domainnya saya, tetapi ini merupakan kewenangannya Warek 2 dan biro AUAK,” tandasnya.

Kami menghubungi Warek 2 untuk memverifikasi sampai sore tadi, tidak ada tanggapan sama sekali, hanya dibaca saja. Begitu pula rektor, tidak menanggapi pesan yang diberikan oleh reporter kami.




Penulis: Linah Sapitri, Sulthoni
Reporter: Ade Rahmawati, Nurul Chotimah, Linah Sapitri, Sulthoni
Ilustrasi: Fauzan Alfani Suhendar
Bentuk Protes Dilakukan 5 Pekerja Terkait Upah yang Belum Dibayarkan (sumber foto : istimewa)

LPM FatsOeN - Pembangunan gedung baru IAIN Syekh Nurjati Cirebon, yang rencananya akan ditempati oleh mahasiswa Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK), menuai masalah. Pasalnya, 5 pekerja gajinya belum dibayar.


“Kami menerima gaji terakhir tanggal 21 Desember, pasca itu kami belum menerima gaji kembali,” tutur Dadan Johana, salah satu pekerja saat ditemui di Mesnya (24/3).

Dirinya menerangkan, sedikitnya lima orang pekerja tersebut, yang upah gajinya belum dibayar sejak bulan Desember sampai hari ini ialah Tami, Dadan, Koko, Robert, dan Subhan. Mereka masih menantikan kepastian upah gaji yang diberikan kepadanya hingga hari ini, “Saya dan kakek Tami mencoba mendatangi pihak kampus, untuk meminta hak kami,” kata Dadan, sapaan Dadan Johana.

Menelan Janji Palsu

Lebih lanjut, Dadan menceritakan bahwa ia seringkali dijanjikan oleh pihak kampus, namun tak kunjung diberikan kepastian. “Saya datang ke sini (red: Kampus) menunggu dari pagi sampai sore, karena dapat info dari pihak kantor, bahwa hari ini cair. Yang awalnya dari tanggal 13 Maret, diundur sampai tanggal 24 Maret,” katanya kepada LPM FatsOeN.

Padahal pihak keluarga banyak tanggungan, makanya ia sangat mengharapkan upah gaji dari hasil kerjanya segera dibayarkan. “Kemarin saya pulang ke rumah, ada yang sakit dan dirawat di rumah sakit, orang di rumah meminta uang kepada saya, ya saya bingung, gaji aja belum dibayar. Apalagi istrinya Koko baru keguguran kemarin,” ungkapnya.

Selain itu alasannya Dadan selalu berusaha datang ke kampus untuk membantu kawan-kawannya yang bernasib serupa. “Bentuk solidaritas sesama kelas pekerja, yang haknya tak kunjung dipenuhi,” katanya.

Makanya para pekerja sangat berharap agar pihak kampus, kontraktor dan pihak yang berkaitan lainnya sama-sama saling mengusahakan untuk pembayaran gaji mereka.  “Total gaji yang belum dibayarkan kepada lima orang tersebut sebesar 16 juta rupiah, gaji bersih sudah dipotong berikut kasbon untuk biaya makan,” Sambung Dadan.

"Ya jangan disamain sama para pemborong, kalau pemborong kan berapa puluh juta, kalau harian cuma beberapa juta. Jadi ngga perlu ngikut nunggu kaya gini. Kurang dari 30 juta aja kok, masa ngga bisa,” keluhnya.

Menurut pengakuan Dadan, selain para pekerja harian kantor,  ada beberapa pekerja lain yang juga mengalami nasib yang serupa, belum dibayar. Seperti tukang pintu, tukang stainless, bahkan bahan dasar semen dan pasir pun belum ada dana awal sama sekali. Tidak hanya itu, warung makan pun yang menyediakan khusus untuk para pekerja telat dibayar. Baru tadi sore, Selasa (24/3) mereka mendapatkan bayaran dari pihak kampus.

Siapa Pihak yang Bertanggung Jawab?

Sehubungan dengan ini, kami mendatangi salah satu pihak yang berkaitan dari kampus, Nana selaku ketua Unit Layanan Pengadaan (ULP) mengatakan, bahwa tidak kunjungnya pekerja dibayar karena keterlambatan pencairan dana dari pusat. Hal ini disebabkan karena ada keterlambatan pengumpulan berkas dokumen dari pihak kontraktor. Regulasi dana keuangan yang sudah termasuk di dalam dana DIPA tahun 2020, hanya perbedaan Juklak (Petunjuk Pelaksana) dan Juknis (Petunjuk Teknis) SBSN yang terpisah dengan DIPA murni, atau rupiah murni. Nah itu semua masuknya ke dalam rekening khusus ini, tidak boleh di revisi, tidak boleh dikurangi, dan tidak bisa ditambahkan ini butuh ketelitian dan kecermatan, sehingga pencairan dan baru turun pada tanggal 24 Maret.

“Uang yang cair hari ini, tidak bisa langsung diberikan kepada pekerja, paling hari Kamis,” ketusnya.

Ketika ditanya tentang kepastian pembayaran kepada pekerja, ia menjawab kalau urusan pembayaran pekerja adalah pihak kontraktor yang akan mendistribusikan ke masing-masing satbon-satbonnya. Menurut penjelasannya, pihak owner (IAIN Syekh Nurjati Cirebon) hanya bekerja sama dengan para kontraktor, dimana para kontraktor ini memiliki bawahan seperti Sub-kontraktor, mandor, dan kepala pekerja.

Selang beberapa lama, kami menemui pihak kontraktor di tempat ia tinggal, Faisal Salah satu kontraktor dari CV. Gelora Karya Panikel mengatakan bahwa soal gaji pekerja adalah bukan tanggung jawabnya, karena mereka dibawah tanggung jawab dari Sub-kontraktornya, dan ia juga mengatakan bahwa ia hanya menerima informasi terkait pencairan dana ke kampus pada tanggal 24 Maret, dan belum mendapatkan informasi lebih lanjut lagi.

"Kalau itu tanggung jawab sub-kontraktornya, kita hanya memberikan gambaran volume sekian dan pekerjaaan ini, untuk teknis gaji dan lain-lain itu perjanjian antara pekerja dengan sub-kontraktornya," ujarnya.

Selain itu, Faisal juga menjelaskan bahwa keterlambatan pencairan disebabkan karena molornya pekerjaan serta ada pergantian dan pertambahan dari kontrak yang sebelumnya. Perubahan rencana tersebut kontraktor perlu menyampaikan kepada konsultan perencana dan konsultan pengawas, sehingga ada beberapa administrasi yang terhambat dan tidak sesuai target. “Kalau keterlambatan iya, faktornya karena itu,” katanya
Sebelumnya, Dadan menyebut nama kontraktor Beni dan Panto, sebagai orang yang berkaitan tidak memberikan keterangan kepada kami.

Penulis: Khotimah
Reporter: Maya, Ari, Khotimah
(Ilustrasi pengeroyokan anggota LPM Progress UNINDRA oleh oknum HMI Komisariat UNINDRA/Alfan)

Laku brutal pengeroyokan yang dilakukan oleh beberapa anggota HMI (Himpunan Mahasiswa Islam) Komisariat Universitas Indraprasta (UNINDRA) terhadap jurnalis Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Progress merupakan  kebiadaban yang tak bisa dibenarkan. Pada mulanya, ARM, jurnalis LPM Progress menulis opini perihal mengkritisi sikap HMI Komisariat Persiapan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) atas dukungannya terhadap RUU Omnibus Law, yang mendapat banyak penolakan di berbagai daerah. Sialnya, alih-alih kritik yang dilayangkan oleh ARM ditanggapi dengan beradab: melalui tulisan, diskusi atau apapun. Justru dengan pengeroyakan yang dilakukan oleh beberapa anggota HMI Komisariat UNINDRA.

Padahal pihak LPM Progress sudah kooperatif dalam menyikapi protes dari HMI Komisariat UNINDRA dengan mendatangi tempat yang telah disepakati. Setelah bertemu, LPM Progress menjelaskan bagaimana kritik itu dilayangkan. Kemudian LPM Progress menawarkan hak jawab. Penawaran tersebut tak diindahkan. Dari pihak HMI Komisariat UNINDRA mulai panas, tidak terima atas kritikan yang dilayangkan oleh jurnalis LPM Progress. Diskusi pun tak berjalan, yang ada ancaman demi ancaman kepada ARM. Semakin derasnya ancaman demi ancaman, ARM dikeremuni. Tak berselang lama, pukulan demi pukulan menyasar wajah dan sekejur tubuhnya. Kawan-kawan LPM Progress mencoba melindungi ARM, naas mereka justru dihajar sekitar 20-an  anggota HMI Komisariat UNINDRA. Pasca kebiadaban yang dilakukan HMI Komisariat UNINDRA, ARM harus dilarikan ke Rumah Sakit, pun kawan-kawannya mengalami lebam dan memar.

Penyikapan busuk HMI Komisariat UNINDRA terhadap kerja-kerja jurnalistik menambah daftar panjang tragedi pilu kekerasan jurnalis. Menurut Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia sepanjang empat tahun terakhir ada  312 kasus. Seharusnya HMI yang mendaku diri menciptakan insan cita, menjadi pelopor yang beradab, berfikiran luas dan berjiwa akdemis. Itu artinya kader HMI seharusnya terbuka dengan kritik yang disampaikan dan mendukung kebebasan berpendapat, bukan malah melakukan tindakan-tindakan yang merepresentasikan Abu Jahal, yang brutal, kejam dan congkak.
  
Maka atas kebiadaban HMI Komisariat UNINDRA, LPM Fatsoen menyatakan sikap:
  • LPM Fatsoen bersama korban pengeroyakan LPM Progress sampai mendapatkan keadilan.
  • Mendukung sepenuhnya upaya LPM Progress menuntut keadilan.
  • Melaknat kebiadaban HMI Komisariat UNINDRA.
  • Tangkap dan adili anggota HMI Komisariat UNINDRA yang melakukan pengeroyokan terhadap jurnalis LPM Progress.
       (LPM Fatsoen)

LPM Fatsoen - Dalam surat edaran Pusat Pengembangan Bahasa (PBB) IAIN Syekh Nurjati Cirebon nomor 085/In.08/PP.00.9/03/2020 perihal Pemberitahuan Tindak Lanjut Edaran Rektor IAIN, yang mana salah satu poinnya meliburkan perkuliahan pada tanggal 20-22 Maret. Hal itu, agar para Tutor mempersiapkan materi serta strategi pembelajar daring. Namun, Hayatul Munawarah selaku dosen intensif di kelompok 18 untuk kelas pagi dan 27 untuk kelompok kelas siang tetap mengadakan perkuliahan daring pada tanggal 20-21 Maret.

(Surat edaran yang dikeluarkan oleh PPB / dok.)

“Mahasiswa yang diampu oleh saya akan mengadakan kelas daring mulai besok (20-21 Maret),” kata Haya, sapaan Hayatul Munawarah. Pasalnya, masih menurut Haya “Untuk meningkatkan minat belajar bahasa Inggris mahasiswa yang masih kurang. Juga karena hasil tes awal kurang memuaskan,” ujarnya melalui pesan WhatsApp. (19/03).

Dosen yang berasal dari Jombang, Jawa Timur ini menyadari bahwa tindakannya memutuskan untuk melakukan perkuliahan daring pada tanggal 20-21 menyalahi aturan PPB, “Sebenarnya betul, kalau atas nama PPB, saya salah. Karena memulai lebih awal dan diluar prosedur,” Kata Haya.

Menanggapi hal itu, mahasiswa yang diampu oleh Haya tidak terima atas kebijkan sepihak dosennya, “Wong dalam surat edaran itu dikatakan libur, ini kami disuruh masuk,” katanya, yang menolak disebutkan namanya. “Anak kelas juga begitu, kalau di belakang pada protes, giliran di group pada diem saja,” sambungnya.

Merespon kekesalan mahasiswanya, Haya tidak mewajibkan untuk ikut kelas daring yang akan dilaksanakan besok dua hari kedepan (22-21 Maret), “Tidak diwajibkan, hanya untuk yang berminat saja,” kata Haya, perempuan kelahiran tahun 1985. “Tidak ada konsekuensinya juga, mau ikut boleh, tidak juga tidak apa-apa,” pungkasnya. (Sulthoni/Fatsoen)
(Foto : Sulthoni/LPM FatsOeN)
LPM FatsOeN, Cirebon-Puluhan mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Cirebon (AMC) melakukan aksi di Tugu Proklamasi, Kota Cirebon. Puluhan mahasiswa itu menolak RUU Omnibus Law Cipta Kerja. (5/03)

Mahasiswa menilai, bahwa RUU Omnibus Law Cipta Kerja hanya berpihak pada investor, Abdul Rokhman dalam orasinya, "Omnibus Law Cipta Kerja hanya mementingkan kapital," katanya. "Maka, kami berdiri di sini untuk menolak omnibus law," lanjut Abdul, mahasiswa pertanian Universitas Gunung Jati (UGJ).

Hal senada juga di sampaikan oleh Rizaldi "Padahal dasar negara kita mengharuskan menyejahterakan warga negara," kata Rizaldi selaku juru bicara AMC. "Bukan untuk kepentingan segelintir orang," lanjutnya.

Lebih jauh, Rizaldi memaparkan bahwasanya RUU Omnibus Law Cipta Kerja, alih-alih membuat warga negara akan sejahtera justru semakin menderita. Misalnya, dalam draft RUU Omnibus Law, yang salah satunya merugikan buruh. Kemudahan merekrut dan mem-PHK pekerja masuk dalam pasal status kontrak tanpa batas, penghapusan perlindungan upah dan PHK, serta pemotongan jumlah pesangon.

"Yang ada, nasib buruh semakin buntung. Makanya, kami menolak Omnibus Law Cipta Kerja," sambung Eri, mahasiswa Institut Agama Islam Bunga Bangsa Cirebon (IAI BBC).

Rizaldi menyerukan kepada semua elemen organisasi dan masyarakat untuk bersatu dan bersama-sama menolak Omnibus Law. Sebab, kata Rizaldi "Yang menjadi korban bukan hanya buruh, tapi petani, nelayan, mahasiswa, pelajar dan kita semua," pungkasnya.

Penulis : Sulthoni
Reporter : Sulthoni