Cuplikan Film Gundala 2019/Dok. Screenplays

Yang menarik dari film Gundala salah satunya karena Film ini menyorot kesenjangan kelas sosial yang sangat kita akrabi dalam struktur masyarakat kita. 

Ada kelas elit yang direpresantikan oleh DPR dengan pakaiannya yang selalu rapih, mengendarai mobil mewah dan rapat-rapat di kantor. Konflik di kelad ini berkutat soal sikut menyikut antar golongan demi kepentingan masing-masing.

Tidak terlalu jauh dari gedung DPR, para pemuda dan anak-anak hidup dalam dunia yang kacau dan serba terbatas. Bangunan-bangunan kumuh mengingatkan saya pada lanskap kampung miskin kota yang pengap dan berjubel. Kampung kota yang hanya melahirkan para kriminal dan orang-orang  brutal level mampus. Sebuah distopia di tengah kemewahan dan gedung-gedung tinggi.

Sancaka kecil (Muzakki Ramdhan) lahir dan besar di tengah-tengah distopia itu. dunia yang kumuh dan brutal membuat dia terampil berlari dan berkelahi. Dua keahlian yang mengantarkannya menjadi laki-laki dewasa dan kelak menjadi Gundala.

Gundala adalah tokoh super hero berkekuatan petir. Film ini menjadi pembuka Jagat Sinema Bumi Langit yang akan melahirkan tokoh berkekuatan super lain. Sebagai film pembuka saya rasa Gundala gagal menghidangkan aksi seorang super hero. Beberapa bagian yang penting justru  diekseskusi terburu-buru seperti ketika Gundala mendapat kekuatan petir dan dia membuat kostum super heronya sendiri.

Ekpetasi keseruan menikmati aksi super hero juga berkurang akibat koreografer yang payah. Perkelahian antara Gundala dan musuh-musuhnya terasa lambat dan hambar.

Saya ingin mengatakan bahwa Sancaka (Abimana Aryasatya) lebih menarik perhatian ketimbang ketika dia memakai kostum menjadi Gundala. Alasannya karena tagline patriotisme film ini.

"Negri ini butuh patriot". Akibat tagline ini, ekpetasi saya film gundala akan menyuguhkan tema patriotisme yang sama dengan film-film yang berlatar kemerdekaan yang saban 17 agustus diputar stasiun televisi. Ekpetasi saya itu nyatanya salah belaka sampai kemudian Ridwa Bakri (Lukman Sardi) yang seorang politisi, mengeluarkan petatah petitih soal membela Negara kepada Gundala. Semenjak itu ternyata tema patriotisme Gundala tidak jauh beda dengan tema patriotisme ala film-film 17an itu.

Semenjak dikenal publik karena keberhasilannya melawan para pengacau terekam kamera cctv dan tersebar di jejaring internet, Gundala menjadi harapan besar semua orang untuk bisa menyelesaikan semua urusan negara yang sedang terjadi.

Masa dimana urusan negara selesai dengan kekerasan dan senjata sudah selesai pasca runtuhnya kolonialisme Belanda. Perubahan selanjutnya dimotori oleh orang yang mengorganisir diri dan berserikat. Kepahlawanan Gundala yang kuat seorang diri hanya melahirkan tokoh idola yang akan disembah sujud.

Idola adalah sekumpulan harapan kita tentang sesuatu yang tidak akan pernah bisa kita miliki yang kita bebankan kepada orang lain. Terjebak di dalamnya membuat kita terlena dan kian rentan. Adalah Pengkor (Bront Palarae) yang justru menjadi musuh Gundala yang menyadarkan kita soal itu.

"Apa yang berbahaya adalah simbol Harapan. Harapan bagi rakyat adalah candu. Dan Candu itu bahaya” katanya. Dan rasa-rasanya saya setuju.

Penulis : Firdaus Habibu Rohman

PISA merupakan sistem ujian yang diinisiasi oleh Organisation for Economic Cooperation and Development (OECD), untuk mengevaluasi sitem pendidikan dari 72 negara di seluruh dunia. Setiap tiga tahun, siswa berusia 15 tahun dipilih secara acak, untuk mengikuti tes dari tiga kompetinsi dasar yaitu membaca, matematika  dan sains. Indonesia sudah bergabung dengan PISA sekitar tahun 2000 dan pada tahun 2015 Indonesia mengalami kenaikan nilai dari setiap tesnya dibanding dengan tes sebelumnya dengan rincian nilai sains 403 poin, matematika 386 poin dan membaca 397 poin. Dimana nilai rata-rata dari OECD adalah 500 poin. Indonesia pada saat itu menduduki peringkat 62 untuk sains, 61 untuk membaca dan 63 untuk matematika dari 69 negara yang dievaluasi. Yang menduduki peringat pertama di evaluasi ini adalah Singapura.

Hal ini menunjukkan kemampuan berpikir analisis siswa Indonesia masih terbilang rendah karena soal-soal yang diujuikan pada tes PISA terbilang membutuhkan daya pemiikran yang tinggi. Hal ini dapat pula disebabkan karena siswa di luar negeri  lebih sering terbiasa mengerjakan soal-soal yang terbilang HOT. Jika  siswa di Indonesia lebih suka soal-soal yang mudah, berupa pilihan ganda atau sama dengan contoh yang diberikan. Bahkan ada yang sekedar hanya ingin mendapatkan nilai ia tidak benar-benar mendalami materi yang diajarkan, siswa yang sekolah belum tentu ia belajar. Bahkan siswa PAUD di luar negeri sudah ditekankan budaya membaca sejak dini agar terbiasa hingga dewasa, sementara di Indonesia siswa PAUD tidsk ditekankan kepada budaya membaca melainkan sebuah belajar sambil bermain. Padahal 90 % pertumbuhan otak terjadi pada usia balita. Bahkan setelah siswa memasuki SD dan SMP pun minat bacanya masih terbilang rendah. Kurangnya arahan guru untuk mengajak siswanya  banyak membaca, dan kurangnya bahan buku bacan menjadi pemicu siswa di Indonesia kurang menyukai membaca. Biasanya perpustakaan di sekolah-sekolah hanya menyediakan buku-buku paket saja ataupun jika ada buku bacaan lainnya hanya ada beberapa saja jadi siswa merasa bosan, berbeda dengan negara lain seperti Eropa yang menyediakan bahan  bacaan dengan sangat banyak sehingga  siswa menjadi minat untuk membaca karena  banyak referensi bacaan. Para orang tua juga terkadang menghalang- halangi anak untuk berpikir analis misalnya ketika seorang anak bertanya kepada ibunya mengapa harus begini? Buat apa? Untuk apa ? atau sebagainya biasanya orang tua merasa kesal jika ada anak anak yang banyak bertanya bahkan ada yang sampai metamaharinya apabila terus-menerus bertanya sehingga nanti ketika sekolah anak akan malu untuk bertanya padahal pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan oleh anak tersebut itu adalah sebagai pengembangn pola berfikir seorang anak.
 
Dan Guru-guru di negara maju pun rata-rata sampai jenjang S2 sehingga metode pengajaran menjaadi lebih baik karena guru tersebut memiliki banyak pengalaman. Kurangnya motivasi belajar yang diberikan guru juga mempengaruhi terhadap semangat belajar siswa. Guru di Indonesia kebanyakan hanya sekedar memenuhi tugasnya saja jika sudah memberikan materi yang sesuai bahan ajar dirasa semua tugas sudah terselesaikan. Padahal seorang guru selain memberikan materi harus mampu membuat siswa menjadi semakin semangat dalam belajar, menjadikan belajar sebagai kebutuhan guna menambahkan kemampuan berfikir siswa. Karena kurangnya semangat belajar sehingga siswa di Indonesia masih kurang menghargai waktu ketika waktu belajar di Sekolah ia tidak benar-benar memanfaatkannya ketika guru sedang menjelaskan masih ada yang mengobrol, mencoret-coret kertas ataupun sebagainya terutama dalam pembelajaran matematika sehinggaa  siswa di Indonesia sebagian kurang menguasai konsep dan ketika dihadaapkan dengan permasalahan atau soal yang komplek mereka tidak langsung memahami bagaimana menyelesaikannya. Bahkan ketika diberikan tugas siswa banyak mengeluh sehingga terjadilah kasus contek-mencontek bukan kerjasama padahal siswa akan memahami lagi jika memperdalam lagi di rumah. Anehnya  siswa Indonesia banyak yang mengininkan cita-cita tinggi tetapi apa yang ia usahakan tidak sebanding dengan apa yang di inginkan sehingga terjadilah mendapat pekerjaan yang tidak sesuai dengan apa yang ditempuh.

Penulis : Nisa Nurhasanah
(Ilustrasi : Printerst) 
Manusia itu makhluk ciptaan tuhan yang diciptakan dengan berbagai karakter, dengan berbagai model, berbagai sifat dan berbagai lainnya yang intinya mereka berbeda-beda. Ada yang mempunyai banyak sudut pandang yang bisa mereka gunakan namun ada juga yang hanya menggunakan satu sudut pandang yang dengan keegoisannya membenarkan segalanya. Manusia itu makhluk sosial benarkan ? Tapi apakah semua manusia itu harus bersosialisasi dengan gaya yang sama ? Dan  itulah kawan pertanyaan yang bisa kita jawab dengan menggunakan sudut pandang masing-masing . Terserah penafsiranmu seperti apa ? Kau bebas berekspresi dengan segala sudut pandang yang kau punya bagaimanapun cara pandangmu itu hakmu. Tidak ada yang melarang tidak akan ada yang menghakimi kan ?? (mungkin). Begitu pun dengan aku, aku bebas menggunakan sudut pandangku bebas mengekspresikan apa yang ada pada diriku. Hmm itu sih sebenarnya poin utama dari cerita ini. Cerita anak manusia yang seolah dipandang tidak ada keberadaannya padahal manusia itu saling membutuhkan ralat jika aku boleh sombong aku tidak membutuhkan mereka manusia-manusia yang tidak perlu kujelaskan, tapi sayang hukum alam tidak memperbolehkan ku seperti itu. Aku tidak bisa menolak kenyataan kan ? Kalian pasti tahu cerita ini akan dibawa ke mana ?

Berjuta tanya dalam pikiranku itu terkadang tidak akan pernah ada jawabannya. Aku yang tidak bisa memahami mereka atau mereka yang tidak bisa memahami ku. Drama memang  jika selalu dipertanyakan, bukannya kita semua tahu teorinya bahwasanya manusia harus saling memahami untuk bisa saling berhubungan ? Tapi sayang jika aku boleh sombong  (lagi) aku tidak mau memahami mereka dan bisa ditarik kesimpulan aku tidak ingin berteman dengan mereka. Dan kalian pasti tahu kan apa alasanku ?? Mereka itu hanya ingin dipahami tanpa bisa memahamiku (Baca : Mereka bukan golongan ku) . Tapi sekali lagi aku tidak bisa menolak kan ? Sudah hukum alam ingat! Untuk orang-orang seperti ku tentunya.

Mereka bilang “Kamu ini manusia aneh”
Mereka bilang “Kamu ini manusia kaku”
Mereka bilang “Kamu ini manusia dengan dunia sempit”
Mereka bilang “Kamu ini manusia yang tidak punya kawan”
Mereka bilang “Kamu ini manusia yang tidak bisa berkomunikasi”
Mereka bilang

Aahh cukup. Stop tidak lagi ingin kudengar ocehan mereka. Mereka itu tidak tahu aku bagaimana ? Mereka itu hanya tahu namaku tanpa mengenalku. Mereka bahkan tidak tahu bagaimana indahnya duniaku. Duniaku itu sangat indah, Indah sekali. Jika aku ceritakan bagaimana indahnya duniaku , sini  jadi temanku tapi sayang butuh seleksi khusus hehe. Jika aku menuliskan indahnya duniaku dalam cerita ini maaf aku tidak bisa karena apa ? Tidak akan pernah selesai. Seberapa banyak halaman pun tetap saja aku tidak akan puas. Dan mungkin percuma juga karena kalian tidak akan memahamiku.

Tapi tenang aku tetap akan menuliskannya walaupun ya hanya sebagian kecil dari keindahan itu. Karena seperti yang sudah kubilang percuma saja banyak cerita namun kalian tetap tidak memahamiku.
Kalian bilang Aku ini manusia aneh ??
Bagaimana aku menjelaskannya ya ? Mungkin benar aku ini aneh. Aneh karena memilih berdiam diri tanpa suara saat keramaian itu ada. Bahkan memilih pergi dan berteman dengan kesendirian. Kalian tahu tidak ? Kesendirian ku itu sangat menarik indah untuk dinikmati dari pada beramai-ramai yang tujuannya saja kadang masih dipertanyakan ? Iya masih dipertanyakan menurutku. Sendiri itu bebas, Berbicara dengan imaji apapun itu tanpa ada manusia lain yang menghakimi karena perbedaan. Aku perjelas SENDIRIKU LEBIH MENYENANGKAN DENGAN KERAMAIAN KALIAN. Apa masih aneh ?

Okeh terserah.

Kalian bilang Aku ini manusia kaku ?
Hmmm... mungkin ada benarnya tapi coba deh kalian tanya kepada manusia-manusia yang telah lulus seleksi menjadi “Teman” ku itu. Tanya saja mereka. Untuk pembelaan kali ini aku jelaskan yaa Aku itu bukan manusia kaku hanya kalian saja yang tidak beruntung (baca : Tidak lulus Seleksi menjadi makhluk bernama “Temanku”).  Okeh bagaimana ? Sudah mulai paham ?

Kalian bilang Aku ini manusia dengan Dunia Sempit ?
Boleh aku tanya ? Seberapa luas dunia kalian ? Ah iya manusia kan memang seperti itu merasa dirinya paling besar hmm hukum alam (lagi) . Dunia ku mungkin memang sempit karena saking sempitnya kalian tidak bisa memasukinya benar kan ? Hey dunia kita itu memang berbeda aku tahu dunia kalian seperti apa ? Dan maaf aku tidak minat. Kalian saja yang tidak tahu bagaimana luasnya dunia ku . Oh iya aku beri satu rahasia ya ternyata Dunia imaji itu lebih menyenangkan daripada dunia nyata. Ga percaya kan ? Coba deh biar kalian tahu bagaimana luas dan indahnya duniaku itu hehe.
Kalian bilang apa lagi ya tentang ku ?
Kalian bilang Aku tak punya kawan ya ??
Hmm bagaimana menjelaskannya ini ? Sebenarnya aku tidak suka bercerita seperti itu karena itu sudah melewati batas heyy!!. Batas yang aku buat karena jika dilanjutkan pasti akan membentuk ketidaknyamanan terhadap diri ini hmm mari berpikir. Tapi karena memang tujuan awalnya seperti itu oke aku rela berada dalam ketidaknyamanan itu. Aku itu punya kawan ya walaupun tidak sebanyak kalian eh sebentar kalian lupa ya kalau yang menjadi temanku itu harus melewati seleksi yang panjang dan hanya orang yang beruntung saja kan hehe. O iya jika kalian lupa lagi Aku itu makhluk istimewa yang suka berkawan dengan imaji menyendiri menikmati dunia sesungguhnya. Ya seperti itu.

Dan terakhir kalian bilang apa ?
Kalian bilang Aku tidak dapat berkomunikasi dengan baik ?
Untuk kali ini aku sedikit membenarkan kadang aku bingung aku ini manusia apa ? Aku sendiri lebih memilih diam dan menuliskan semuanya. Tapi bukan kah kita memang berbeda. Jika menurut kalian definisi komunikasi dengan baik itu seperti itu seperti yang kalian inginkan maaf aku menolak dengan keras. Aku lebih suka diam menyendiri bercerita dengan imaji menuliskan semuanya dan pada akhirnya semua itu tersimpan menjadi cerita seperti yang kuinginkan tanpa ada manusia yang mengatur tanpa ada manusia yang menghakimi. Aku bebas mengomunikasikan segalanya terserah inginku bagaimana. Bermain dengan segala huruf  yang menjadi kata berubah lagi menjadi kalimat lalu paragraf kemudian menjadi halaman dan akan terus berlanjut sampai aku sendiri yang menutup halaman itu.

Sudah Paham ?

Terserah ingin kalian bagaimana tapi satu hal sebenarnya manusia seperti ku ini istimewa.

Sangat istimewa. Aku memang Aneh Aku memang kaku dan apapun persepsi kalian tapi yang jelas jangan ganggu hidupku ini dengan segala persepsi kalian yang jujur aku risih aku muak dengan semuanya. Duniaku ya duniaku dan duniamu ya duniamu. Definisi kehidupan kita berbeda kan ?

Sampai sini paham ?

Penulis : Nurul Chotimah

Ilustrasi : Google Images
Suatu hari di sebuah daerah yang tak terpencil juga tak bisa disebut sebagai wilayah maju dan modern, hidup seorang pemuda yang duduk di bangku sekolah menengah atas. Dia adalah orang yang punya penampilan tenang namun mata hitamnya memancarkan tatapan tajam. Teman-temannya biasa memanggilnya dengan sebutan Bang. Sekolah tempatnya belajar adalah sekolah yang terkenal dengan siswanya yang kotor dan serampangan. Guru di sana sudah tak mampu lagi memperbaiki sifat peserta didiknya.

Bang yang risih dengan orang-orang yang kotor dan biasa membuang sampah sembarangan pun sudah tak tahu harus bagaimana. Dia hanya bisa beradaptasi dengan lingkungan sekolahnya, sampai suatu hari saat dia sedang makan di kantin salah satu geng lewat dan membuang sampah plastik tepat di meja tempat Bang menyantap makanannya. Merasa terganggu, dia memanggil salah seorang yang membuang sampah tersebut.

“Woy, lu. Jangan buang sampah sembarangan di sini!” ujar Bang dengan nada sedang, menahan emosi. Si pelaku yang dimaksud si Bang menghentikan langkahnya dan berbalik.

“He? Lu ngomong sesuatu? Kuping gue belum siap tadi,” balas si lelaki yang membuang sampah itu.

Bang berdecak sambil berdiri meninggalkan kursinya dan berkata, “Oh, oke. Jadi gini bro—“

“—dah jangan banyak basa-basi, langsung ajah!” potong si lelaki dengan nada menyolot. Dia mengangkat kepalanya dan menatap sinis kepada Bang.

Bang menarik napas pendek dan mendekat ke hadapan lelaki itu dengan kepala mengangguk-angguk. Setelah menelan ludah beberapa kali, Bang menggeberak salah satu meja kantin yang terbuat dari kayu jati. Suaranya cukup keras sampai seluruh orang di kantin memusatkan pandangan kepada mereka.

"Gue suka gaya lo. Laki-laki nggak usah banyak omong. Kita ke lapangan sekarang,” ujar Bang dengan nada yang sangat tenang. Suara siulan terdengar dari salah satu orang dalam komplotan si lelaki pembuang sampah itu.

Lelaki itu tersenyum kecut. Ia menatap sekeliling sebelum mengarahkan pandangan tajamnya ke arah Bang dan berkata, “Gue ladenin.” Satu kalimat itu sudah cukup untuk menaikkan tensi seluruh orang dalam ruang kantin. Belum sampai sepuluh detik, informasi mulai merambat seperti api yang membakar jerami.

Berbondong-bondong orang mengikuti Bang dan si lelaki pembuang sampah itu sampai ke lapangan. Sebuah lingkaran terbentuk di tengah lapangan sekolah yang panas. Tanpa basa-basi, Bang langsung menyerang si lelaki itu. Perkelahian tak bisa terelakkan lagi. Melihat temannya hampir babak belur, komplotan si lelaki itu memasuki arena dan membuat Bang kewalahan.

Perkelahian menjadi lebih panas ketika Bang berlari ke arah gedung sekolah. Geng yang menjadi lawannya mengejar. Bang yang kewalahan, memanfaatkan setiap belokan di lorong depan kelas dan peralatan yang ada, sampai ia berdiri mengalahkan semua orang dalam geng yang memang sudah menjadi provokator dan pelopor keserampangan perilaku dalam sekolah. Tak ada yang berani dengan mereka, bahkan guru sekalipun. Itu karena orang tua si lelaki pembuang sampah yang juga ketua geng tersebut memiliki pengaruh politik yang kuat di kota tersebut.

Bang yang bercucur keringat, luka, dan air mata, berjalan melewati semua orang yang mengelilinginya. Bahkan ia tak memedulikan guru yang khawatir kepadanya, dan menatap sinis kepada guru yang mengetahui apa yang terjadi namun berencana menyalahkan semua yang terjadi kepadanya. Bang terus berjalan sekuat tenaga sampai ia sampai di ruang guru.

Dia menatap semua orang yang ada di sana. Mereka kebingungan melihat Bang yang penuh luka. Dia menuju sebuah perangkat audio yang terhubung dengan speaker di seluruh sudut sekolah. “Pinjam ini sebentar, Pak, Bu,” ujarnya, lemah. Kemudian dia mulai berbicara.

“Kepada seluruh warga sekolah, aku Bang. Langsung saja, bagaimana jika matahari tidak terbit lagi esok hari? Bagaimana jika bunga sudah tak mekar lagi, dan tumbuhan sudah menghilang dari muka bumi? Apakah tujuan kita ada di sekolah ini? Apakah kalian hanya ingin menentukan siapa yang paling kuat? Jangan bercanda! Persetan dengan sekolah ini. Semua orang harus melawan jika ingin sebuah perubahan. Jika ada sebuah kesalahan, maka sekolah di negeri ini adalah sebuah kesalahan.

Kenapa menjadi orang yang bersih disebut sebagai kriminal? Mengapa mereka yang memberikan ludah mereka dan merampas milik kita menjadi seorang pahlawan? Mengapa membuang sampah pada tempatnya menjadi sebuah kejahatan? Seseorang, tolong lawan ketidakbenaran ini. Aku sudah bosan meladeni mereka setiap hari. Para guru pun sudah lumpuh. Jadi tak ada jalan lain selain perubahan dari kita.

Mungkin besok kalian tidak akan melihatku lagi. Mungkin aku tak akan dikenal sebagai orang yang merubah dan menjadi penjahat abadi dalam catatan sekolah. Namun, jika masih ada yang mau menjadi kriminal sepertiku, tolong dengarkan aku. Ini adalah pesanku. Tolong bersihkan kotoran di sekolah kita.”

Terdengar suara pelantang yang diletakkan tanpa dinonaktifkan. Seorang lelaki dengan lengan terkulai berjalan terpapah-papah keluar dari gerbang sekolah. Ia terhapus oleh debu yang terbawa angin.

Penulis : Alfarabi Maulana

"Semoga ada bangku kosong di bus selanjutnya." Doa ku untuk kesekian kalinya.

Yaaa, kalian bisa tebak dimana aku sekarang. Yap. Di tempat persinggahan, bertemunya orang yang hendak pergi maupun pulang. Ini terminal yang paling dekat dengan tempat tinggal ku. Aku kesini menggunakan transportasi umum. Angkot yang kutumpangi hanya bisa mengantarkanku sampai sini, karena memang jalurnya berbeda dengan tempat tujuan ku. Tempat tujuan ku kali ini memang harus menggunakan bus untuk sampai kesana.

Aku akan pergi ke kota. Liburan kuliah ku semester ini sudah usai, waktunya kembali ke rutinitas ku yang seharusnya. Berangkat kuliah, organisasi, rapat,  sesekali ke perpustakaan untuk kebutuhan tugas. Kosan ku sudah lama menunggu, rumah kedua ku untuk saat ini. Tempat melepas penat saat setelah seharian bergelut dengan masalah kampus. Walaupun rumah yang beberapa saat lalu ku tinggalkan itu merupakan tempat ternyaman yang tidak bisa digantikan.

"Ayo mba, naik mba." Kondektur bus itu mengagetkan ku dan langsung membantu membawa beberapa tas yang tak bisa kupegang sendiri. Terlihat hanya ada satu kursi kosong setelah beberapa orang yang menunggu berbarengan dengan ku masuk duluan. Tak berapa lama bus berangkat, melanjutkan perjalanan.

15 menit kemudian bus berhenti di pemberhentian selanjutnya. Sebelumnya sudah ada beberapa penumpang yang turun di tengah perjalanan. Namun setelah semua naik ternyata ada beberapa  penumpang yang tidak kebagian kursi. Salah satunya ada satu ibu-ibu yang sedang hamil besar menarik perhatian ku. Beliau berdiri tepat disamping kursi ku.

"Ibu, silahkan duduk. Biar saya yang berdiri." Aku berdiri menghampiri ibu tadi dan menawarkan kursi ku kepada ibu itu.

"Ga usah neng,  biar ibu saja yang berdiri."

"Ngga bu, saya pegel dari tadi duduk. Jadi, ibu saja yg duduk. Gantian bu." Aku menganggukkan kepala sambil berusaha tersenyum ramah.

"Oh yasudah terimakasih ya neng."

"Iya ibu, sama sama." Aku akhirnya
menggantikan posisi ibu tadi berdiri.

Aku sedikit kesal sih kepada lelaki yang duduk disamping ku. Harusnya ia tahu ada yang lebih membutuhkan kursi itu dibanding dia. Tapi, aku juga tidak bisa sepenuhnya menyalahkan dia. Mungkin saja dia memang sedang banyak pikiran, lelah, atau apapun itu yang aku tidak tau.
Aku jadi kepikiran ibu ku yang sudah mulai  menua di rumah. Ia tak jarang harus pulang pergi menggunakan bus untuk membeli keperluan kerajinannya. Iya, lumayan.

Kata ibu, "Bosan di rumah, kerjaannya diem terus. Mending bikin sesuatu yang menghasilkan."

Ibu memang orang yang tidak betah jika berdiam diri dalam waktu lama. Ada saja kegiatan yang ia lakukan untuk mengisi waktu luangnya. Entah apapun itu, dalam benak ibu sepertinya yang penting gerak.
Setelah sampai di pemberhentian tujuannya, ibu itu turun. Membawa tas selempangnya yang lumayan besar juga perutnya yang sedang mengandung sang buah hati.

"Neng, makasih yaa. Semoga kebaikan Neng dibalas lebih oleh Allah ya, Neng."

"Aamiin, Bu."  Balas ku kepada ibu yang langsung turun, sepertinya ia buru-buru.
Aku langsung kembali duduk di tempat ku semuala. Pemberhentianku masih di depan. Tak berapa lama kemudian, handphone ku bergetar. Aku ambil handphone disaku, dan setelah dilihat ternyata ibu yang menelpon.

''Halloo, Nak."

"Hallo, Bu. Ada apa, Bu? Ada barang Tita yang ketinggalan?" Tanya ku heran, kenapa Ibu menelpon padahal belum satu hari aku pergi.

"Ah, ngga Nak. Ibu cuma mau cerita. Tadi kan ibu abis belanja keperluan kerajinan kaya biasa. Pas pulang ibu bawa banyak barang, dan di bus Ibu ga kebagian tempat duduk. Terus ada seorang perempuan yang menawarkan tempat duduknya sama Ibu. Seusia kamu, Nak. Ibu jadi keinget kamu tadi, makanya Ibu langsung menelpon kamu." Cerita ibu dengan nada sedikit antusias.

"Oh, alhamdulillah kalau begitu, Bu." Aku berusaha menampilkan senyum, walau pasti Ibu tak akan melihatnya.

"Kamu hati-hati di jalan ya Nak. Semoga selamat sampe tujuan. Jaga diri baik-baik."

"Iyaa, Bu. Ibu juga jaga diri ya disana. Jangan lupa istirahat, Bu."

"Yasudah, Ibu mau lanjut pekerjaan Ibu dulu ya. Assalamualakum."

"Waalaikumsalam, Bu."

Setelah aku mematikan telfon dan memasukan handphone ku kedalam tas, aku menarik nafas panjang dan melihat kearah jendela. Allah memang Maha Baik. Doa Ibu tadi yang sempat duduk di kursi ku ini secepat itu dikabulkan. Allah akan selalu membalas kebaikan dengan kebaikan, meski tidak langsung kepada kita. Mungkin melalui Ibuku tadi salah satu contohnya.

Penulis : Ade Rahmawati

Ilustrasi : Shuterstocks

Malam hari yang sunyi, diiringi hujan yang menyapa. Ketika sebuah keinginan yang tak sesuai dengan harapan, mungkin hati ini akan begitu sakit. Namun, aku mencoba meyakinkan hati bahwa semua ini sudah menjadi garis hitam di dalam hidupku.

“hoaaammmmm” terdengar suaraku dipagi hari terbangun dari tidur pulasku. Ku pandangi jam dindingku sudah menunjukkan pukul 06.00 wib, segara ku bergegas menuju kamar mandi karena aku tidak ingin terlambat sekolah. lalu itu aku segera menuju ke ruang makan untuk sarapan dengan keluargaku dan setelah itu aku berangkat sekolah. Sesampainya di sekolah tepat sekali pukul 07.00 bel pun berbunyi “Teng..teng..teng..” dan pembelajaranpun dimulai.

“Halo boy...” guru kesenian dikelasku seketika menyapa.

“Hai ibu nisa” jawabku dengan senyuman.

“Boy, nanti ada pentas seni disekolah dan kamu menjadi pemeran utamanya yaa.”

Jawab ibu nisa dengan ajakannya dan aku hanya menjawab dengan anggukan kepala serta senyuman.

Bel pulangpun berbunyi dan itu bel yang selalu aku tunggu-tunggu. Sesampainya dirumah akupun segera melepaskan seragam yang telah ku pakai dan aku pun langsung merebahkan diriku di kasur yang paling nyaman dan seketika ku terlelap dengan pulas.

Tiba-tiba ku terdengar jeritan Ibuku “boy!! Boy!! Bangun kau ini kerjaannya hanya tidur saja” dan aku pun terbangun dari mimpi indah yang membuatku tidur sangat nyenyak. Itulah Ibuku yang selalu membangunkanku dari tidur yang pulas dengan suara yang sangat nyaring sekali. Setiap kali ku tertidur hingga petang ibuku seperti kebakar api hanya untuk membangunkanku. Ah sudahlah.. pikirku yang selalu mengabaikan ocehan ibu. “Aku akan segera mandi bu” gumamku dengan suara seperti kodok yang baru bangun dari tidurnya.

Segera ku beranjak ke kamar mandi, badanku kembali segar dan wangi langsung ku beranjak menuju ke dapur. Dapur adalah tempat dimana ku berkumpul dengan keluarga namun hanya beberapa menit saja. Orang tuaku selalu menyibukkan diri dengan gedgetnya masing-masing. Tanpa mempedulikan keberadaan anaknya, hari-hariku selalu seperti ini tak ada yang berubah. Setelah makan kami semua beranjak dan melakukan aktifitasnya masing-masing.
Malampun tiba, seketika aku berfikir mengenai guruku yang menawarkan aku sebagai pemeran utama dalam pentas seni, “siapakah yang akan menjadi pasanganku nanti di pentas seni”, gumamku dalam hati.

Seketika akupun tertidur dengan pulas.
Pagi yang cerah pun dating kembali, dimana aku harus beranjak ke sekolah dan sesampainya di sekolah, aku bertemu dengan guruku “boy, setelah bel pulang sekolah segera kumpul di aula ya, siang ini latihan untuk pentas seni.” Ujarnya, dan akupun menganggukkan kepala dengan tersenyum kepadanya.
Bel pun berbunyi dan aku pun segera beranjak menuju aula…

Setibanya di aula ibu nisa menghampiriku dengan jasmine teman sekelasku, “Boy, kamu berpasangan dengan jasmine ya sebagai rama dan shinta.” Ujarnya, dengan ekspresi mukaku yang tercengang, sontak aku hanya menganggukkan kepala.
Segera aku menghafalkan dialog yang diberikan oleh ibu nisa dan mempraktikkan dialog tersebut dengan jasmine. 20 menit berlalu, aku dan jasmine memutuskan untuk beristirahat sejenak, lalu tanpa disadari aku dan jasmine tertidur.

15 menit kemudian, kami terbangun dan tanpa disadari aku memeluk jasmine. Kami berdua teriak dengan histeris. Lalu aku berlari keluar dari aula dan tanpa berpamitan dengan ibu nisa aku menyegerakan untuk pulang. Saat aku berjalan kaki menuju kerumah, seketika aku memikirkan kejadian tadi “apa yang telah aku lakukan dengan jasmine, apakah aku telah melakukan hubungan seperti orang yang sudah menikah? Melakukan hubungan seperti difilm-film dewasa? Ah itu tidak mungkin.” Ocehanku dalam hati.

Sesampainya di rumah aku berinisiatif untuk menanyakan tentang apa yang terjadi kepada kakakku. Aku segera menuju kekamar kakakku dan pintu kamar kakakku tidak terkunci, lalu aku melihat kakakku dan teman-temannya sedang menonton adegan seperti seorang suami istri. Dan kakak dan teman-temannya seketika menolehkan pandangannya kepadaku dengan ekspresi wajah yang sangat terkejut lalu kakakku mengatakan “ngapain kamu dating kekamar tanpa mengetuk ! sana pergi!” dengan wajah yang sangat bingung segera ku keluar dari kamar kakakku. Setelah ku memikirkan dengan matang-matang akan hal itu, aku bersedia untuk bertanggung jawab.

Keesokan harinya, ku temui jasmine dan segera ku katakana bahwa aku akan bertanggung jawab dengan apa yang telah terjadi. Setiap hari dan tak sedetikpun aku meninggalkan jasmine ketika berada di sekolah, aku selalu menuruti segala kemauan jasmine dengan menggunakan uang hasil jual game yang aku punya.
Pada saat perjalanan pulang menuju kerumah, aku melihat ibu-ibu yang perutnya membesar

“ibu kenapa perutmu membesar, apakah ada sesuatu di perutmu?” ujarku dengan sangat penasaran.

Lalu ibu hamilpun menjawab dengan tersenyum “didalam perutku ada bayi mungil yang akan segera mengenal dunia nak.”

“apakah ada cara untuk bayi itu segera keluar dari perutmu?” tanyaku untuk kesekian kalinya.

“dengan memakan buah nanas, bayi yang ada diperut akan segera keluar” gumamnya dengan segera aku lari mencari buah nanas.

Keesokan harinya, aku membelikan buah nanas yang begitu banyak untuk jasmine. Aku menunggu dia yang sedang melahap buah nanas tersebut.

“jasmine ayo habiskan buah nanasnya” ujarku dengan nada yang sangat tergesa-gesa.

“boy.. aku sudah tak tahan, perutku sakit karena sudah terlalu banyak memakan buah nanas.” Jawab jasmine sembari menangis.

Lalu aku segera membantunya untuk menghabiskan buah nanas tersebut. Tiba-tiba jasmine jatuh pingsan. ibu guru menghampiri kami berdua dan terkejut, langsung dibawa lah jasmine ke rumah sakit.

Ketika jasmine tersadar, saat itu pula orang tua mereka datang dan dokter memberikan arahan kepada orang tua. “perlu kita ketahui, pengawasan orang tua terhadap anak yang masih dibawah umur itu sangat penting, terlebih persoalan seks education yang memang minim sekali pengetahuan dan penerapan orang tua terhadap anak. Lihatlah anak yang masih dibawah umur ini, mereka sangat awam sekali tentang seks education yang mengakibatkan mereka berfikir sangat jauh. Untuk itu kita sebagai orang tua harus mengajarkan tentang seks education sejak dini, agar terhindar dari hal-hal yang merugikan untuk diri sendiri dan orang lain.” Ujar dokter. Dan setelah para orang tua diberi arahan dan gambaran oleh dokter, mereka seketika mengeluarkan air mata dan meminta maaf kepada anak mereka masing-masing.

Beberapa waktu kemudian, orang tua boy pun kini lebih memperhatikan boy dan mereka hidup dengan damai serta bahagia.

Penulis : Wita Noviyanti
(Ilustrasi : Pinterst) 
Hari bahagiaku sebentar lagi akan terwujud. Aku sudah memantaskan diri untuk menjadi seorang belahan jiwa bagi kekasih hatiku Gabriel Alexander. Kami menjalani hubungan kasih  sangat lama. Bulan lalu, kekasih hatiku melamar aku dengan suasana yang sangat romantis. Dua bulan lagi adalah hari bahagia kita berdua, kita akan mengucapkan janji sehidup semati di hadapan Tuhan.

Untuk keperluan resepsi pernikahan, kita sepakat untuk melakukannya sendiri. Seperti hari ini, aku melakukan fitting baju pengantin. Tiba-tiba ponselku berdering.

“Hallo Mas, kenapa?”, sautku menjawab telepon.“Sayang maaf, hari ini aku gak bisa nganter kamu fitting baju. Sekarang pesawat aku gak bisa landing karena kendala cuaca”, sambung Gabriel.“Yah. Serius? Terus gimana, kan kita sudah janji sama mereka. Gak enak tahu”. Jawabku padanya.“Ya sudah begini saja, kamu pergi sendirian, pilih yang kamu suka dulu, gak enak juga kan kalo kita berdua ngebatalin janji. Ntar bilang saja kalo mas lagi ada kerjaan yang gak bisa ditunda” Perintahnya.

Akhirnya aku berangkat sendirian untuk fitting baju pernikahan. Setelah sampai aku langsung diantar untuk menemui designer. Setelah aku masuk pintu dibuka: aku menatapnya, bertatap muka dengan designer tersebut dan dia ternyata. Raka.
Mata kami bertemu secara langsung. Bibir ini tak sanggup untuk hanya sekedar mengucapkan kata hallo. Kaki ini tak sanggup untuk melangkah maju atau mundur. Dan jantung ini berdebar sangat kencang. Ada apa ini?, apa yang harus aku lakukan?.

Raka adalah laki-laki pertama temanku, laki-laki pertama sahabatku, dan laki-laki pertama yang mengisi hatiku. Kenapa kita harus bertemu lagi dalam keadaan seperti ini?. Kenapa kita tidak bertemu lagi dua atau lima tahun yang lalu?. Pikiran ini berkecamuk di dalam kepala.

“Ananta Maria?”, tanya Raka. “Hai. Iya. Kamu designer di sini”, jawabku. “Iya. Kamu mau menikah?, wah selamat ya. Oh iya calon suaminya mana?, kenalin dong sama aku”.

Berbagai pertanyaan yang dilontarkan Raka seakan-akan dia tidak merasakan apa yang aku rasakan sekarang. Tega-teganya dia langsung berbicara seperti itu. Apakah dia tidak sama sekali gugup seperti yang aku rasakan?

“Hmhm… calon suami lagi ada kerjaan. Mending kita langsung fitting baju saja hahaha”. Jawabku singkat.

Bagaimana mungkin aku akan bersama dia untuk melakukan fitting baju dengan perasaan seperti ini. Seolah-olah hati yang sudah diisi oleh Gabriel Alexander selama lebih dari lima tahun tersingkir oleh laki-laki pertama yang mampu membius perasaan ini. Ya tuhan bagaimana ini?. Aku tidak bisa. Aku tidak mampu. Akhirnya: “Raka, sorry sepertinya aku harus pulang tiba-tiba kepalaku sakit, nanti saja aku kesini lagi bareng calon suami aku. Maaf ya. Terimakasih”. Aku keluar dari ruangan tanpa menghiraukan Raka.

Bahkan saat aku sampai rumah perasaan ini masih tidak karuan. Ya tuhan bagaimana mungkin hal ini bisa terjadi kembali dalam hidupku. Aku akan menikah ya tuhan. Aku memerlukan diri untuk berdo’a kepada-Nya agar diberikan ketenangan dan ketenteraman bathin.

Dua pekan berlalu. Aku dan Gabriel mengunjungi kembali Raka sebagai designer untuk melakukan fitting baju. Sebelumnya aku sudah meminta izin kepada Gabriel untuk ganti designer, tetapi dia menolak karena aku gak bisa ngasih alasan yang konkret menurut dia.

Akhirnya kita melakukan fitting baju pernikahan bersama Raka. Senyumnya masih sama seperti dahulu, wajah itu bukannya seharusnya sudah mulai menua, tetapi kok masih fresh seperti dulu. Astaga Ananta apa sih yang kamu pikirkan, tolong singkirkanlah pikiran dan perasaan ini.
Dia memegang tubuhku dengan meteran untuk melakukan pengukuran. Seketika aku kabur ke toilet. Aku gak kuat. “Maaf aku harus ke toilet”. Tanpa mendengar gubrisan mereka aku langsung kabur. Aku perlukan minum sampai dua botol air mineral.

Hampir 100% persiapan pernikahan kami sudah rampung. Tetapi, hati ini masih belum juga rampung 100% untuk siap membina rumah tangga bersamanya. Gabriel pria yang sangat baik. tetapi kenapa hati ini belum saja pulih semenjak pertemuan kembali aku dengan Raka.

Segala cara sudah aku lakukan seperti aku tidak ada hentinya memohon kepada tuhan agar ditetapkan hati ini untuk memilih dia (Gabriel), sudah berusaha sebisa mungkin tidak pernah mengingat kenanganku bersama Raka dan lain-lain. Tetapi, hati ini tetap saja tidak bisa.

Rasa cinta dan sayang kepada Gabriel semuanya hilang dalam sekejab. Aku tidak pernah menyalahkan siapa-siapa atas gejolak hatiku ini. Aku hanya menyalahkan diriku sendiri. Menyalahkan hati ini. Aku pikir kembalinya perasaan pada laki-laki pertama yang berhasil menaklukan hatiku ini hanya beberapa hari saja ada di dalam hatiku. Tatapi, sampai sekarang perasaan itu masih melekat dan terus menghantui aku.

Kurang lebih satu bulan lagi pernikahan kami akan dilaksanakan. Dengan perasaan seperti ini? Perasaan ragu. Aku tidak bisa!. Aku tidak bisa menikah dan menjalani hidup dengan perasaan mencintai laki-laki lain selain suamiku nanti. Aku tidak bisa. Tidak sanggup.

Setelah menjernihkan pikiran selama berhari-hari. Aku beranikan diri untuk menemui semua anggota keluargaku termasuk keluarga calon suamiku. Aku kumpulkan mereka semua, aku siap dicaci maki, bahkan aku sudah mempersiapkan sejumlah uang untuk mengganti rugi semua kerugian persiapan pernikahan.
“Maaf. Aku tidak bisa menikah dengan Gabriel”. Ucapku mengawali pembicaraan.
Suasana hening. Tidak ada yang berbicara. Semuanya heran. Ada apa dengan wanita bodoh di depan ini. Apakah dia sudah gila. Ya. Aku gila. Gila karena perasaan tak karuan ini.

“Apa maksud kamu nak?”, ucap mama dengan nada mendayu-dayu.“Maafkan aku. Mama, papa, Gabriel, dan keluarga. Aku tidak bisa menikah dengan laki-laki sebaik kamu (Gabriel), aku gak bisa. Jujur ada separuh bahkan lebih hatiku tidak untukmu. Ini terjadi begitu cepat. Aku tidak bisa mengontrol semua ini. Carilah wanita yang jauh lebih baik dari aku. Aku percaya banyak di luar sana wanita baik yang akan mencintaimu dengan sepenuh hati. Maafkan aku sekali lagi”.

“Apakah kamu mencintai laki-laki lain”?, jawab Gabriel. “Itu tidak bisa diungkapkan, karena tidak pantas untuk didengar dan disampaikan”. Tegasku.

Dari raut wajah seluruh keluargaku aku dapat melihat mereka sangat kecewa dan malu atas perbuatan diriku ini. Aku mungkin manusia yang tidak dapat termaafkan. Mama dan papa tidak bisa berkata apa-apa. Mereka diam. Diam nya mereka aku sangat tahu. Mereka sangat kecewa terhadap putrinya yang sudah memalukan nama keluarga besar.

Persiapan pernikahan sudah mendekati 100% undangan sudah jadi, cetering, gaun, sanak-saudara yang jauh sudah dikabari perihal hari bahagia ini. Hanya hatiku yang belum siap. Gabriel menepuk pundakku dan memeluku dan tidak bisa berkata-kata. Betapa baiknya laki-laki ini. Sampai teganya aku mempermalukan dia dan keluarganya. Hanya karena perasaan sialan ini.

Setelah aku memberanikan diri dengan tindakanku. Apakah aku akan mengemis cinta kepada pujaan hatiku yang sebenarnya si Raka itu?, jawabannya tidak. Dan tidak akan pernah. Aku mengetahui fakta bahwa Raka sudah berkeluarga. Dia memiliki dua anak laki-laki kembar dan seorang istri yang sangat cantik. Tentu keluarga yang bahagia. Aku tidak sanggup untuk merusaknya.



Satu tahun berlalu dengan sangat cepat. Suatu hari aku membicarakan keputusan terpenting keduaku kepada orang tua.
“Mama dan Papa. Izinkanlah putrimu yang sangat memalukan ini untuk menjadi hamba seutuhnya Tuhan. Aku ingin mengabdikan seluruh hidupku untuk tuhan. Maafkan putrimu ini wahai mama dan papa”.

Mereka mengerti maksudku. Mereka memelukku dan aku rasai mereka masih sangat mencintai putrinya yang sangat mengecewakan ini. Aku pamit. Untuk meninggalkan gemerlapnya dunia dan mengabdi kepada Tuhanku. Inilah pilihanku. Aku pamit.

Penulis : Isah Siti Khodijah