Ilustrasi : Shuterstocks |
“hoaaammmmm” terdengar suaraku dipagi hari terbangun dari tidur pulasku. Ku pandangi jam dindingku sudah menunjukkan pukul 06.00 wib, segara ku bergegas menuju kamar mandi karena aku tidak ingin terlambat sekolah. lalu itu aku segera menuju ke ruang makan untuk sarapan dengan keluargaku dan setelah itu aku berangkat sekolah. Sesampainya di sekolah tepat sekali pukul 07.00 bel pun berbunyi “Teng..teng..teng..” dan pembelajaranpun dimulai.
“Halo boy...” guru kesenian dikelasku seketika menyapa.
“Hai ibu nisa” jawabku dengan senyuman.
“Boy, nanti ada pentas seni disekolah dan kamu menjadi pemeran utamanya yaa.”
Jawab ibu nisa dengan ajakannya dan aku hanya menjawab dengan anggukan kepala serta senyuman.
Bel pulangpun berbunyi dan itu bel yang selalu aku tunggu-tunggu. Sesampainya dirumah akupun segera melepaskan seragam yang telah ku pakai dan aku pun langsung merebahkan diriku di kasur yang paling nyaman dan seketika ku terlelap dengan pulas.
Tiba-tiba ku terdengar jeritan Ibuku “boy!! Boy!! Bangun kau ini kerjaannya hanya tidur saja” dan aku pun terbangun dari mimpi indah yang membuatku tidur sangat nyenyak. Itulah Ibuku yang selalu membangunkanku dari tidur yang pulas dengan suara yang sangat nyaring sekali. Setiap kali ku tertidur hingga petang ibuku seperti kebakar api hanya untuk membangunkanku. Ah sudahlah.. pikirku yang selalu mengabaikan ocehan ibu. “Aku akan segera mandi bu” gumamku dengan suara seperti kodok yang baru bangun dari tidurnya.
Segera ku beranjak ke kamar mandi, badanku kembali segar dan wangi langsung ku beranjak menuju ke dapur. Dapur adalah tempat dimana ku berkumpul dengan keluarga namun hanya beberapa menit saja. Orang tuaku selalu menyibukkan diri dengan gedgetnya masing-masing. Tanpa mempedulikan keberadaan anaknya, hari-hariku selalu seperti ini tak ada yang berubah. Setelah makan kami semua beranjak dan melakukan aktifitasnya masing-masing.
Malampun tiba, seketika aku berfikir mengenai guruku yang menawarkan aku sebagai pemeran utama dalam pentas seni, “siapakah yang akan menjadi pasanganku nanti di pentas seni”, gumamku dalam hati.
Seketika akupun tertidur dengan pulas.
Pagi yang cerah pun dating kembali, dimana aku harus beranjak ke sekolah dan sesampainya di sekolah, aku bertemu dengan guruku “boy, setelah bel pulang sekolah segera kumpul di aula ya, siang ini latihan untuk pentas seni.” Ujarnya, dan akupun menganggukkan kepala dengan tersenyum kepadanya.
Bel pun berbunyi dan aku pun segera beranjak menuju aula…
Setibanya di aula ibu nisa menghampiriku dengan jasmine teman sekelasku, “Boy, kamu berpasangan dengan jasmine ya sebagai rama dan shinta.” Ujarnya, dengan ekspresi mukaku yang tercengang, sontak aku hanya menganggukkan kepala.
Segera aku menghafalkan dialog yang diberikan oleh ibu nisa dan mempraktikkan dialog tersebut dengan jasmine. 20 menit berlalu, aku dan jasmine memutuskan untuk beristirahat sejenak, lalu tanpa disadari aku dan jasmine tertidur.
15 menit kemudian, kami terbangun dan tanpa disadari aku memeluk jasmine. Kami berdua teriak dengan histeris. Lalu aku berlari keluar dari aula dan tanpa berpamitan dengan ibu nisa aku menyegerakan untuk pulang. Saat aku berjalan kaki menuju kerumah, seketika aku memikirkan kejadian tadi “apa yang telah aku lakukan dengan jasmine, apakah aku telah melakukan hubungan seperti orang yang sudah menikah? Melakukan hubungan seperti difilm-film dewasa? Ah itu tidak mungkin.” Ocehanku dalam hati.
Sesampainya di rumah aku berinisiatif untuk menanyakan tentang apa yang terjadi kepada kakakku. Aku segera menuju kekamar kakakku dan pintu kamar kakakku tidak terkunci, lalu aku melihat kakakku dan teman-temannya sedang menonton adegan seperti seorang suami istri. Dan kakak dan teman-temannya seketika menolehkan pandangannya kepadaku dengan ekspresi wajah yang sangat terkejut lalu kakakku mengatakan “ngapain kamu dating kekamar tanpa mengetuk ! sana pergi!” dengan wajah yang sangat bingung segera ku keluar dari kamar kakakku. Setelah ku memikirkan dengan matang-matang akan hal itu, aku bersedia untuk bertanggung jawab.
Keesokan harinya, ku temui jasmine dan segera ku katakana bahwa aku akan bertanggung jawab dengan apa yang telah terjadi. Setiap hari dan tak sedetikpun aku meninggalkan jasmine ketika berada di sekolah, aku selalu menuruti segala kemauan jasmine dengan menggunakan uang hasil jual game yang aku punya.
Pada saat perjalanan pulang menuju kerumah, aku melihat ibu-ibu yang perutnya membesar
“ibu kenapa perutmu membesar, apakah ada sesuatu di perutmu?” ujarku dengan sangat penasaran.
Lalu ibu hamilpun menjawab dengan tersenyum “didalam perutku ada bayi mungil yang akan segera mengenal dunia nak.”
“apakah ada cara untuk bayi itu segera keluar dari perutmu?” tanyaku untuk kesekian kalinya.
“dengan memakan buah nanas, bayi yang ada diperut akan segera keluar” gumamnya dengan segera aku lari mencari buah nanas.
Keesokan harinya, aku membelikan buah nanas yang begitu banyak untuk jasmine. Aku menunggu dia yang sedang melahap buah nanas tersebut.
“jasmine ayo habiskan buah nanasnya” ujarku dengan nada yang sangat tergesa-gesa.
“boy.. aku sudah tak tahan, perutku sakit karena sudah terlalu banyak memakan buah nanas.” Jawab jasmine sembari menangis.
Lalu aku segera membantunya untuk menghabiskan buah nanas tersebut. Tiba-tiba jasmine jatuh pingsan. ibu guru menghampiri kami berdua dan terkejut, langsung dibawa lah jasmine ke rumah sakit.
Ketika jasmine tersadar, saat itu pula orang tua mereka datang dan dokter memberikan arahan kepada orang tua. “perlu kita ketahui, pengawasan orang tua terhadap anak yang masih dibawah umur itu sangat penting, terlebih persoalan seks education yang memang minim sekali pengetahuan dan penerapan orang tua terhadap anak. Lihatlah anak yang masih dibawah umur ini, mereka sangat awam sekali tentang seks education yang mengakibatkan mereka berfikir sangat jauh. Untuk itu kita sebagai orang tua harus mengajarkan tentang seks education sejak dini, agar terhindar dari hal-hal yang merugikan untuk diri sendiri dan orang lain.” Ujar dokter. Dan setelah para orang tua diberi arahan dan gambaran oleh dokter, mereka seketika mengeluarkan air mata dan meminta maaf kepada anak mereka masing-masing.
Beberapa waktu kemudian, orang tua boy pun kini lebih memperhatikan boy dan mereka hidup dengan damai serta bahagia.
Penulis : Wita Noviyanti