Show Israel The Red Card, Amarah Global Di Sudut Tribun

Sumber foto: redcardisrl

Konflik yang terjadi di Gaza, Palestina, banyak memicu kemarahan global. Serangan yang dilakukan oleh militer Israel terhadap warga Palestina, khususnya Gaza, dicap telah ‘kelewat batas’, dan menjurus pada genosida. Hal ini tentu menjadi pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) yang menuai kecaman masyarakat dunia.

Situasi yang terjadi di wilayah tersebut bukan hanya konflik biasa. Ini telah menjadi pelanggaran berat dan kelewat batas. Dunia internasional melihat bagaimana ribuan nyawa tak bersalah melayang, bangunan sipil hancur, dan kehidupan masyarakat Gaza menjadi porak-poranda. Laporan-laporan media global menunjukkan penderitaan warga sipil yang tak memiliki perlindungan, mereka hanya bisa berharap pada keajaiban untuk bertahan hidup dari satu hari ke hari berikutnya.

Dalam sepakbola, pelanggaran berat yang kelewat batas akan diganjar kartu merah, dengan hukuman larangan tampil di kesempatan berikutnya. Kartu merah ini menjadi konotasi yang dianggap tepat untuk mengecam kejahatan perang oleh Israel. Analogi ini pun digunakan untuk menggambarkan ketegasan masyarakat global, khususnya supporter sepakbola dalam menanggapi pelanggaran kemanusiaan yang dilakukan Israel.

Sama halnya dengan tagline “Save Palestine” dan “Freedom Palestine”, kampanye “Show Israel The Red Card” mulai disuarakan di sudut-sudut tribun stadion. Kampanye ini pertama kali digaungkan supporter klub sepakbola Celtic, pada pertandingan antara Celtic melawan Bayern Munchen di Liga Champions 2024/2025. Momen ini menjadi sorotan dunia karena memperlihatkan bahwa dunia olahraga pun tak bisa diam menyaksikan penderitaan rakyat Palestina.

Menyebar dengan cepat, kampanye ini mulai menghiasi tribun-tribun stadion lainnya. Di Jakarta, pada laga Persija melawan Persebaya beberapa waktu lalu, terdapat kurang lebih tiga banner dukungan terhadap Palestina sekaligus protes terhadap Israel. Di Madrid, pada pertandingan klub sepakbola Sevilla, terdapat bendera Israel yang diberi bercak darah, menjadi simbol pertumpahan darah yang dilakukan militer Israel di Gaza. 

BACA JUGA: Menghadapi Krisis Ekonomi Global: Saatnya Mengadopsi Frugal Living

Selain Jakarta dan Madrid, tagline serupa juga menghiasi berbagai pertandingan sepakbola di seluruh negara dunia. Dikutip dari akun Instagram @redcardisrl, pada 4 April 2025 terdapat 180 aksi dari 146 tim di 36 negara menyerukan kecaman terhadap Israel. Aksi-aksi ini melibatkan klub-klub besar dan kecil, dari liga top Eropa hingga liga lokal di Afrika dan Asia. Para suporter tidak hanya datang untuk menyaksikan pertandingan, tetapi juga untuk menyampaikan aspirasi dan keprihatinan mereka terhadap tragedi kemanusiaan yang sedang berlangsung, khususnya di Palestina.

Tidak hanya supporter, para pemain pun mulai berani menunjukkan solidaritas mereka, mengenakan pita hitam atau melakukan selebrasi dengan simbol dukungan terhadap Palestina. Visual yang kuat ini menyampaikan pesan yang tajam kepada publik, bahwa olahraga yang diharapkan oleh pendiri federasi sepakbola Indonesia Insinyur Soeratin, bisa menjadi alat pemersatu bangsa, kini meledak menjadi alat pemersatu dunia dalam menyerukan perlawanan.

Kemarahan masyarakat global bukan tanpa alasan. Dilansir dari kompas.com, serangan militer Israel di Gaza sejak 7 Oktober 2023 hingga saat ini, telah menewaskan lebih dari 50.800 warga Palestina. Di antara korban tewas terdapat banyak perempuan dan anak-anak. Bahkan selama enam minggu, Israel juga memblokade Gaza dan melarang masuknya suplai logistik ke daerah ini. Pemadaman listrik, kelangkaan air bersih, dan kurangnya akses terhadap layanan medis menjadi masalah besar yang memperparah penderitaan warga sipil di sana.

Dilansir dari Tempo, Kepala Kantor Mediterania Timur Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Hanan Balkhy mendesak duta besar AS yang baru di Israel, Mike Huckabee untuk mencabut blokade Gaza. Ia menyebutkan bahwa akses terhadap bantuan kemanusiaan adalah hak mendasar yang harus dipenuhi, terlepas dari konflik yang sedang berlangsung. WHO juga melaporkan bahwa fasilitas kesehatan di Gaza mengalami tekanan yang luar biasa.

Tak hanya blokade terhadap Gaza, Israel Defence Force (IDF) juga menggila dengan menyerang rumah sakit baptis Al-Ahli. IDF mengklaim mereka menyerang “pusat komando dan kontrol yang digunakan oleh Hamas” dalam serangan itu. Imbas serangan tersebut, menghancurkan sebagian besar rumah sakit termasuk fasilitas perawatan di dalamnya. Serangan ini mengejutkan dunia medis internasional. Staf medis di lokasi menyebutkan rumah sakit terpaksa berhenti beroperasi usai serangan tersebut. Pasien-pasien yang sedang dirawat harus dievakuasi darurat, banyak yang tidak selamat akibat minimnya peralatan dan waktu evakuasi yang singkat.

Deretan kejahatan perang tersebut memicu gelombang solidaritas terhadap Palestina. Tak hanya menyuarakan dukungan dengan tagar-tagar digital seperti #savepalestine, kampanye Show Israel The Red Card, kian mempertegas bukti kemarahan dunia terhadap genosida oleh Israel. Kampanye ini menunjukkan bahwa suara rakyat tidak hanya menggema di jalanan dan coretan dinding, tetapi juga nyaring di balik pagar tribun.

Dari dalam stadion, dunia sepakbola sedang berbicara lantang. Mereka tidak tinggal diam saat nyawa manusia tak berdosa direnggut oleh perang. Mereka tahu, kadang, pertandingan terbesar justru terjadi di luar lapangan—dan dalam pertandingan kali ini, dunia memilih berdiri di sisi kemanusiaan.

Penulis: Fadhil Muhammad RF

Editor: Muhamad Hijar Ardiansah

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama