Sumber Foto: Dokumentasi Penulis
Cirebon, LPM FatsOeN – Ekspedisi Indonesia Baru (EIB) dan beberapa organisasi peduli lingkungan memproduksi Film bertajuk 17 Surat Cinta. Film yang disutradarai Dandhy Laksono ini menyajikan hilangnya 4,3 juta hektar hutan di Indonesia selama pemerintahan Presiden Joko Widodo. Salah satu sorotan dalam film ini adalah penduduk Rawa Singkil yang membuat surat pernyataan kepada pemerintah, mengungkap dampak atas kehilangan 2.120 hektar hutan pada periode 2019-2024.
Kerusakan hutan akibat deforestasi tidak hanya menghancurkan ekosistem, tetapi juga berdampak langsung pada masyarakat. Di Aceh Singkil, misalnya, banjir menjadi ancaman yang terus-menerus. Selama tujuh tahun terakhir, tercatat 334 kejadian banjir yang berdampak pada 1.807 desa di seluruh Aceh. Semua kabupaten/kota di Aceh, termasuk wilayah dataran tinggi seperti Aceh Tengah, pernah mengalami banjir.
Aceh menjadi salah satu provinsi dengan tingkat bencana tertinggi di Sumatera selama empat tahun berturut-turut. Sebagian besar bencana tersebut adalah banjir, diikuti oleh longsor dan kebakaran hutan. Ironisnya, Aceh juga dikenal sebagai provinsi dengan hutan terbaik di Sumatera, dengan 55% daratannya masih berhutan. Sebagian besar hutan tersebut berada di Kawasan Ekosistem Leuser, yang menjadi rumah bagi empat satwa ikonik: gajah, harimau, orang utan, dan badak.
Dalam Kawasan Ekosistem Leuser, terdapat Taman Nasional Gunung Leuser, yang telah ditetapkan UNESCO sebagai Cagar Biosfer dan Situs Warisan Dunia. Salah satu kawasan istimewa di dalamnya adalah Suaka Margasatwa Rawa Singkil. Wilayah ini menjadi habitat orangutan dengan populasi terpadat di dunia dan sebagian besar terdiri dari rawa gambut, yang mampu menyerap karbon lebih baik dibanding ekosistem lainnya.
Rawa Singkil telah ditetapkan sebagai Suaka Margasatwa sejak 1998, dengan perlindungan hukum tingkat tertinggi. Luasnya mencapai 82 ribu hektar, lebih besar dari Singapura. Namun, kawasan ini perlahan-lahan terancam oleh pembukaan lahan ilegal untuk perkebunan, terutama kelapa sawit, yang digunakan sebagai bahan baku industri pangan.
Selain Rawa Singkil, pembukaan lahan juga terjadi di Taman Nasional Tesso Nilo, yang luasnya mencapai 83 ribu hektar. Sayangnya, 40 ribu hektar di antaranya telah beralih fungsi menjadi perkebunan sawit. Sisa 28 ribu hektar lainnya kini berupa lahan terbuka, pemukiman, dan belukar. Hutan alam yang tersisa di Taman Nasional Tesso Nilo hanya 13 ribu hektar atau sekitar 20% dari luas totalnya.
Dilansir dari suara.com Dandhy Laksono berupaya menyadarkan bahwa buruknya pemerintah dalam mengelola wilayah konservatif. Kemudian Greenpeace Indonesia, Arie Rompas menambahkan faktor permasalahan. Tentunya ini akibat adanya ekspansi perkebunan sawit ilegal. Padahal beberapa wilayah sudah ditetapkan sebagai konservasi, namun tetap saja terdapat ancaman.
Penghujung film, 17 Surat Cinta juga menyoroti kasus serupa di kawasan Boven Digoel dan Merauke di Papua, menunjukkan bahwa ancaman pembukaan lahan terjadi hampir di seluruh penjuru Indonesia. Film ini menjadi peringatan dan ajakan untuk bersama-sama melindungi hutan sebagai sumber kehidupan dan keanekaragaman hayati.
Ancaman deforestasi yang kian nyata, kita sebagai warga negara memiliki tanggung jawab untuk menjaga kelestarian hutan. Penting untuk memahami bahwa hutan bukan sekadar sumber daya alam yang terus-menerus berproduksi. Tetapi hutan juga menjadi aset vital dalam menopang kehidupan manusia. Melalui Edukasi, aksi nyata, dan dukungan kebijakan yang pro-lingkungan, kiranya dapat bersama-sama memastikan bahwa hutan Indonesia tetap lestari untuk generasi mendatang.
Penulis: Zakariya Robbani
Editor: Raihan Athaya Mustafa
0 comentários:
Posting Komentar