Sumber Foto: Dokumentasi Penulis 

Isu krisis iklim di Indonesia semakin mengkhawatirkan. Dampaknya sudah mulai terasa bagi lingkungan. Banyak anomali bencana yang beberapa tahun belakangan muncul secara tidak terduga di Indonesia. Diantaranya, banjir rob yang menutupi 80% daratan Kabupaten Demak; Jawa Tengah, munculnya tornado di Rancaekek, Banndung; kenaikan permukaan air laut yang menutupi wilayah pesisir sepanjang pantai utara; suhu panas yang tidak wajar (El Nino), musim hujan yang tidak menentu (La Nina) dan sebagainya.

Ada banyak hal yang menjadi penyebab krisis iklim terjadi di dalam negeri maupun dunia secara global. Salah satu yang menjadi penyebab utamanya adalah gas rumah kaca dan polusi udara yang dihasilkan dari aktivis industri. Dalam hal ini, termasuk di dalamnya adalah polusi udara dari aktivis industri Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) yang penggerak utama aktivitasnya adalah batubara. 

Seperti yang diketahui, batubara merupakan sumber energi yang tidak ramah lingkungan. Perubahan iklim (climate change) yang kemudian menjelma menjadi krisis iklim dan menyebabkan masalah-masalah multisektoral mengemuka salah satunya disebabkan oleh out put dari aktivis industri yang sumber energi utamanya adalah batubara. 

Lembaga swadaya yang memiliki fokus di bidang lingkungan, seperti misalnya Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) merupakan lembaga yang cukup gencar mengkritisi aktivitas industri yang belum memiliki niatan untuk meninggalkan sumber energi untuk aktivitas produksi mereka yang menggunakan batubara. Walhi juga lembaga yang baru-baru ini gencar mengkritisi kebijakan Izin Usaha Pertambahan (IUP) batubara kepada organisasi masyarakat (ormas) agama di Indonesia. 

Sama seperti di banyak wilayah lain di Indonesia, Cirebon merupakan kota/kabupaten yang juga punya masalah lingkungan tersendiri. Di Kabupaten Cirebon, ada satu isu yang terkait dengan lingkungan dan sedang diperbincangkan oleh para pemerhati dan aktivis lingkungan. Walhi dan Koalisi Rakyat Bersihkan Cirebon (Karbon) termasuk yang hangat mempertimbangkan isu tersebut. 

Jadi, ada salah satu PLTU di Kabupaten Cirebon yang diberitakan akan pensiun dini. 7 tahun lebih cepat. Belum lama ini, Walhi dan Karbon mengadakan diskusi publik membahas isu itu. Acara yang digelar pada, Kamis (27/6/2024) itu bertajuk “Kupas Tuntas Pensiun Dini PLTU Cirebon 1”. Sasaran peserta diskusinya adalah para pemuda di Kabupaten/Kota Cirebon. 

Tujuan utama Walhi dan Karbon mengadakan diskusinya tidak lain untuk menggugah kesadaran para pemuda dan masyarakat Cirebon tentang isu lingkungan dan dampak-dampak yang dihasilkan dari aktivitas PLTU. 

Latar Belakang Pensiun Mudanya PLTU dan Fakta Lapangan

Pada penyampaian materi pertama diskusi publik itu, delegasi dari Trend Asia menguraikan tentang alasan mengapa PLTU Cirebon 1 pensiun muda. Dia menyampaikan, Indonesia termasuk sebagai negara yang ketergantungannya kepada sumber energi batubara masih sangat tinggi. Hal ini bisa dilihat dari data tahun 2023 yang menunjukkan bahwa produksi batubara mencapai 770,24 juta ton, yang 62,8 juta ton diantaranya digunakan untuk (PLTU). 

“Kemudian, per hari ini, Indonesia memiliki 126 dari 253 unit PLTU yang relatif muda, dengan usia rata-rata belasan tahun,” kata perwakilan Trend Asia. 

Sebetulnya, hal ini menunjukkan bahwa infrastruktur energi negara masih sangat bergantung kepada batubara tadi. Menurut sebuah penelitian, penghentian dini PLTU adalah langkah penting untuk mengurangi emisi gas karbon dan mempercepat laju transformasi energi di Indonesia. 

Indonesia merupakan negara yang sudah berkomitmen untuk mewujudkan cita-cita Net Zero Emision (NZE) pada 2060 mendatang. Komitmen ini juga disuarakan oleh hampir seluruh negara di dunia. Baik dalam forum-forum tingkat tinggi, KTT G20, atau melalui perjanjian-perjanjian lingkungan internasional seperti Perjanjian Paris dan lainnya. 

Kembali lagi, PLTU di Kabupaten Cirebon dinilai telah mengganggu kehidupan masyarakat setempat. Banyak masyarakat pesisir, yang mayoritas berprofesi sebagai nelayan yang mengeluh tentang aktivitas PLTU. Ada banyak aktivitas perekonomian masyarakat, seperti tambak garam, tambak ikan hingga penangkapan ikan yang terpengaruh oleh kehadiran PLTU. 

Inilah hal pertama yang menjadi latar belakang mengapa PLTU Cirebon 1 pensiun dini. Kedua, beberapa pihak juga menilai pemanfaatan PLTU yang diwacanakan sampai tahun 2035 terlalu lama. Mereka berpendapat, pasokan listrik di jaringan Jawa-Bali sudah over (berlebih). Sampai satu dekade ke depan pun bisa jadi masih ada. Hal inilah yang kemudian juga melatar belakangi PLTU pensiun dini. 

Pensiun dini PLTU di satu sisi memang positif. Terutama bagi lingkungan. Namun, di sisi lain dinilai membawa dampak negatif juga. Khususnya kepada para tenaga kerja yang sebelumnya bekerja di PLTU. Sehingga, pensiun dini PLTU menjadi sesuatu yang perlu diperhatikan bukan saja oleh pihak internalnya saja, pemerintah dan stakeholder lain juga perlu memperhatikan hal ini. 

Kembali ke diskusi, di Indonesia, literasi publik terhadap isu lingkungan memang masih minim. Menurut narasumber diskusi dari Yayasan Cerah Indonesia (YCI), isu lingkungan hanya lantang disuarakan oleh masyarakat kota, sedangkan di wilayah daerah atau pedesaan jarang. Berdasarkan data penelitian yang dilakukan oleh mereka, hanya 1 dari 5 orang yang pernah tergabung dalam komunitas atau mengikuti kegiatan diskusi tentang lingkungan. 

Bahkan, menurut sebagian masyarakat yang tinggal di sekitar PLTU, aktivitas PLTU itu tidak ada pengaruhnya terhadap lingkungan. Oleh karena itu, upaya untuk mengedukasi dan menggugah kesadaran mereka tentang lingkungan menjadi penting. Terutama oleh mereka yang termasuk aktivis lingkungan dan para pemerhati lingkungan. 

Menurut pemateri dari YCI, dalam rangka mengedukasi masyarakat, sebuah pemetaan masyarakat dari aspek geografis, sosial, serta budaya juga perlu dilakukan. Hal ini tujuannya tidak lain untuk memudahkan edukasi dan sosialisasi tentang lingkungan dan dampak-dampak aktivitas industri terhadap lingkungan. Jika tidak, hal ini menurutnya bisa menghambat upaya transformasi energi yang sedang dilakukan pemerintah.

“Karena ketika kita menyampaikan ke masyarakat ibu kota, sepeti Jakarta. Kita akan berangkat dari suhu dan polusi udara. Ini akan berbeda jika kita menyampaikan ke daerah-daerah (di luar ibu kota),” ujarnya.

Selanjutnya, Omen, seorang pemateri dari Non-Govermental Organization (NGO) Penguatan Lingkar Belajar Komunitas Lokal (PIKUL) dalam pembicaraannya menyampaikan sebuah pepatah menarik. “The Devils are in The Details," katanya. 

Pepatah itu, menurutnya perlu dikupas dalam diskusi tentang lingkungan. Pasalnya, tidak sedikit dari argumen atau aturan yang perlu dikritisi setelah melihat kondisi real lingkungan di Indonesia yang bisa dibilang memprihatinkan (tidak seperti yang digambarkan oleh pihak-pihak berkepentingan). 

Lalu, bagaimana seharusnya kita memandang problematika atau masalah ini? Dan keterlibatan seperti apa yang mesti dilakukan oleh masyarakat, pemerintah dan perusahaan/industri untuk menjawab dampak kerusakan lingkungan ini? 

Apa yang sampaikan oleh pemateri dari Climate Policy Indonesia (CPI) menjadi sesuatu yang menarik untuk dibahas dalam rangka menjawab pertanyaan di atas. Dia curiga ada praktik greenwashing atas nama perubahan iklim. Kehadiran Bank Pembangunan Asia (ADB) sekilas memang menjadi penyelamat PLTU Cirebon 1 untuk berhenti menggunakan sumber energi batubara. 

Solusi yang ADB tawarkan adalah memberikan bantuan pinjaman dengan bunga rendah lewat Energy Transision Mechanism (ETM) dengan syarat PLTU Cirebon 1 harus pensiun dini di tahun 2035 sehingga bisa membantu menutupi kerugian dari PLTU selama sisa waktu menuju pensiun.

Namun, bila ditelisik lebih dalam, solusi yang ditawarkan ADB tetap berbentuk “utang” yang tidak serta merta menyelesaikan permasalahan yang dihadapi PLTU. Utang itu si satu sisi memang bisa menjadi solusi agar pensiun dininya PLTU tidak menimbulkan kerugian yang terlalu besar. Tapi, di sisi lain hal itu tetap kurang solutif menyelesaikan masalah lingkungan yang muncul karena kehadiran PLTU. 

Mengapa bisa begitu? Karena disaat PLTU Cirebon 1 dicanangkan untuk pensiun dini, tidak jauh dari lokasinya dibangun PLTU Cirebon 2 yang baru beroperasi tahun 2022 dengan kapasitas 1.000 Mega Watt (MW). PLTU 2 ini sumber energi utamanya tidak jauh berbeda dari PLTU 1. Batubara. Karenanya, operasi atau aktivitasnya akan tetap menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan sekitar. 

Pihak ADB terhitung sudah datang 3 kali ke Cirebon untuk mensosialisasikan skema ETM kepada pengelola PLTU secara tertutup. Tidak ada keterlibatan masyarakat dalam sosialisasi itu. Sehingga masyarakat pun kurang begitu memahami apa yang dimaksud pensiun dini PLTU dan tidak dianggap masuk sebagai objek yang perlu mendapatkan bantuan itu.

Dalam survei Center of Economic Studies (CELIOS), 1 dari 5 orang di desa sekitar PLTU mengaku tidak mengetahui ada isu pensiun dini. Ditemukan pula dalam survei bahwa hanya ada 1 dari 5 orang pernah terlibat dalam kegiatan peduli lingkungan. Lalu, sebanyak 85% masyarakat sekitar juga tidak bekerja di PLTU. Artinya, 85% warga tak keberatan atas pensiun dini PLTU.

Kalau kemudian membicarakan tentang batubara, hasil pembakaran sumber energi itu dikatakan tidak ramah karena mengeluarkan gas rumah kaca seperti CO2, SO2, NOx, dan partikel halus (PM2.5 dan PM10) yang mengakibatkan polusi udara. SO2 dan NOx berkontribusi terhadap potensi munculnya hujan asam, yang merusak flora dan mengasamkan air. 

Limbah pendingin dan pengolahan batubara juga bisa memengaruhi sumber air setempat. Lalu, limbah cair yang mengandung logam berat seperti merkuri, arsenik, dan timbal juga bisa mencemari air tanah dan air permukaan. Jika tidak ditangani dengan baik, efek samping pembakaran batubara seperti fly ash dan bottom ash dapat mencemari tanah, dan logam berat dapat merusak kualitas tanah dan mengganggu ekosistem. Selain itu, penebangan lahan untuk pembangkit listrik dan lokasi pembuangan abu PLTU juga bisa merusak habitat alami dan membahayakan keanekaragaman hayati sekitarnya.

Secara lebih lanjut, partikulat halus (PM2.5 dan PM10), serta gas berbahaya seperti SO2 dan NOx juga bisa menyebabkan gangguan pernafasan seperti asma, bronkitis, dan penyakit paru obstruktif kronik (PPOK). Paparan kontaminan udara tertentu dalam jangka panjang dapat menurunkan fungsi paru-paru dan meningkatkan kemungkinan penyakit pernapasan. 

Partikel halus dan gas berbahaya dapat memasuki aliran darah, sehingga meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular seperti serangan jantung dan stroke. Merkuri dan logam berat lainnya dalam emisi dan sampah juga bisa menimbulkan efek neurotoksik, terutama pada anak-anak, sehingga menyebabkan masalah perkembangan dan pelambatan kognitif. Paparan bahan kimia beracun seperti arsenik dan merkuri dalam jangka panjang pun meningkatkan risiko kanker, terutama kanker paru-paru dan kulit.

Upaya dan Harapan Mengatasi Permasalahan

Untuk mengatasi permasalahan ini, mestinya sejumlah langkah dapat diupayakan, termasuk penggunaan teknologi pengendalian polusi seperti scrubber SO2 dan pengurangan katalitik selektif (SCR) NOx. Teknik pengelolaan dan pembuangan limbah yang tepat sangat penting untuk menghindari kontaminasi tanah dan air. Pemantauan rutin terhadap kualitas udara dan air juga bisa mendeteksi polusi dan mengingatkan pihak berwenang untuk mengambil tindakan yang diperlukan. 

Selain itu, tranformasi sumber energi dari yang tidak ramah lingkungan menjadi ramah lingkungan atau Energi Baru Terbarukan (EBT) dalam proses produksi listrik oleh PLTU atau industri juga menjadi penting. Terakhir, kesadaran dan partisipasi masyarakat untuk mendukung tranformasi energi dan mengkritisi pihak-pihak industri atau bahkan pemerintah yang mengabaikan prinsip-prinsip pencegahan agar perubahan dan krisis iklim tidak semakin parah juga diperlukan. 

Lebih detail, peran anak-anak muda yang peduli terhadap persoalan lingkungan menjadi vital. Adanya diskusi publik yang bertajuk “Cirebon Kritis: Kupas Tuntas Pensiun Dini PLTU Cirebon 1” harapannya bisa menggugah kesadaran anak-anak muda dan masyarakat tentang pentingnya kepedulian mereka terhadap lingkungan sekitar.  

Perwakilan dari Karbon, Dehya Alfinnas mengatakan, diskusi ini akan berkelanjutan. Jadi, akan ada sesi pengambilan sikap dan gugatan-gugatan positif untuk memperjuangkan lingkungan di sekitar PLTU. 

“Acara Karbon ini menjadi langkah awal untuk kemudian dilanjutkan kepada FGD (Forum Group Discussion). Kemudian, ini akan dikawal hingga proses penggugatan,” Ujar Dehya.




Referensi:

Admin Cerah. (2024, April 04). Dampak Penggunaan Batu Bara Bagi Lingkungan dan Kesehatan.

Aprilia, A., & Firyal, N. R. (2024). Analisis Pengaruh Industri Batubara Terhadap Pencemaran Udara. Paper Kimia Lingkungan (TKL22113). Diambil kembali dari https://www.slideshare.net/slideshow/analisis-pengaruh-industri-batu-bara-terhadap-pencemaran-udara-pdf/269526859 

Greenpeace. (2015, Agustus 15). Factories of Death. Diambil kembali dari Greenpeace.org: https://www.greenpeace.org/static/planet4-indonesia-stateless/2019/02/605d05ed-605d05ed-kita-batubara-dan-polusi-udara.pdf 

WALHI Jawa Barat. (t.thn.). Kertas Posisi Penerapan Mekanisme Transisi Energi untuk PLTU Batubara Cirebon Unit 1. WALHI Jawa Barat. Dipetik 06 28, 2024, dari https://walhijabar.id/kertas-posisi-penerapan-mekanisme-transisi-energi-untuk-pltu-batubara-cirebon-unit-1/ 


Penulis: Raihan Athaya Mustafa & Farhat Kamal

Editor: Ega Adriansyah

Sumber Foto: Raihan Athaya 

Cirebon, LPM FatsOen - Warga Kampung Saladara, Kelurahan Karyamulya, Kecamatan Kesambi Cirebon menggelar acara doa bersama dan shalawatan dalam rangka menuntut pembebasan Pegi Setiawan yang diduga pelaku pembunuhan Vina pada, Selasa malam (25/6/2024).

Acara yang berlangsung dari pukul 20.00 WIB ini dihadiri oleh pihak kepolisian. Diantaranya Bintara Pembina Desa (Babinsa) dan Bhayangkara Pembina Keamanan dan Ketertiban Masyarakat (Bhabinkamtibmas).

Acara diadakan secara mendadak (spontan). Meskipun begitu, Ketua Rukun Warga (RW) setempat, Sari, mengatakan, panitia dan warga sangat antusias mengukuti acara tersebut.

Hal ini terlihat dari acara yang berjalan khidmat tanpa adanya kendala. Bahkan jumlah warga yang hadir mengharuskan pihak keamanan dan kepolisian menutup jalan sementara.

Sebelum doa bersama, sempat ada konferensi pers antara warga dengan media. Setelahnya baru kemudian doa bersama dan shalawatan.

Acara diakhiri dengan penandatanganan petisi pembebasan Pegi Setiawan.

"Saya dan masyarakat setempat melihat bahwa Pegi merupakan sosok yang baik dan rajin ibadah,  tidak mungkinlah sosok Pegi melakukan hal keji tersebut, silakan dipikir secara logika. Kita semua sepakat bahwa apa yang dituduhkan yang punya hukum itu fitnah," ungkap Sari.

Dukungan terhadap Pegi memang sudah terlihat sebelum sejak perencanaan dan persiapan acara itu. Dengan sukarela, warga setempat urunan uang  dan melakukan proses perizinan kepada lembaga pemerintahan.

Reporter: Raihan Athaya Mustafa
Penulis: Farhat Kamal
Editor: Ega Adriansyah



Illustrator: Andi M Amri

Humor atau candaan adalah sesuatu yang tak terpisahkan dalam kehidupan sehari-hari. Candaan bisa memecah suasana tegang menjadi cair dan menyenangkan. Selain itu, candaan juga bisa menjadi media untuk menyampaikan pesan atau kritik yang tidak menyakiti hati.

Candaan dibagi menjadi dua. Ada yang memang positif dan ada yang negatif. Candaan yang positif contohnya candaan yang mengandung pesan dan kritik tadi (untuk pemerintah, keadaan sosial dan lain-lain). 

Sementara itu, candaan yang negatif contohnya candaan yang mengandung unsur singgungan terhadap fisik seseorang, atau hal-hal yang bersifat seksis. Candaan yang menyinggung perempuan sebagai objek seksual termasuk candaan yang negatif dan seksis.

Belakangan, istilah-istilah seperti "tobut", "ceker babat", dan "logo Tesla" sering kali digunakan sebagai konten candaan seseorang. Hemat penulis, candaan itu termasuk candaan yang seksis dan sebetulnya kurang pantas dijadikan bahan candaan. Istilah-istilahnya seperti mendiskriminasi dan menjadikan perempuan sebagai objek seksual yang rendah secara martabat. 

Candaan yang seksis seperti itu bukanlah humor yang sehat. Alih-alih menghibur, candaan itu justru bisa memperparah isu ketidakadilan gender. 

Kalau membicarakan dampak, humor atau candaan seksis bisa berdampak negatif pada mental perempuan yang menjadi objek candaan. Mereka bisa merasa tidak nyaman, atau merasa dipandang sebelah mata. Perasaan insecure kemudian bisa muncul dalam diri mereka.

Karenanya, menghentikan budaya humor yang seksis (seperti mengandung kata-kata yang disebutkan di atas) adalah langkah penting yang perlu ambil oleh semua orang yang biasa melakukannya. 

Hal ini tidak dimaksudkan untuk membatasi kebebasan menyampaikan humor atau candaan yang tujuannya menghibur. Menghibur dengan candaan tidak masalah. Malah bagis. Tapi, candaan yang disampaikan sebaiknya tidak seksis. 

Bukan tanpa alasan, hal itu dimaksudkan untuk membudayakan candaan yang lebih positif dan konstruktif. Lalu, hal itu juga dimaksudkan untuk mendukung terciptanya lingkungan yang setara dan berkeadilan terhadap gender. 

Maka, mulailah menghentikan budaya humor atau candaan seksis dari diri sendiri. Renungkan dan sadarilah dampak dari setiap kata yang diucapkan. Jika mendengar orang lain melontarkan candaan seksis, jangan ragu untuk menegur dengan cara yang baik. 

Edukasi diri dan orang lain tentang pentingnya saling menjaga, menghormati dan menghargai perempuan dalam setiap ucapan bahkan tindakan yang dilakukan dalam kehidupan. 


Penulis: Tina Lestari

Editor: Ega Adriansyah


Sumber Foto: Diana Rofiqoh

Cirebon, LPM FatsOeN - Gua Sunyaragi merupakan salah satu situs bersejarah di Cirebon. Guanya terletak di Sunyaragi, Kecamatan kesambi, Kota Cirebon. Gua ini tidak hanya menjadi tujuan wisata masyarakat lokal maupun para pecinta budaya, tetapi juga menyimpan sejarah panjang Kesultanan Cirebon yang menarik untuk diketahui para sejarawan. Dari keterangan yang beredar, Gua Sunyaragi dibangun pada abad ke-17. Tepatnya tahun 1703. 

Gua dengan arsitektur bangunan yang kaya akan seni dan unik ini dibangun oleh Pangeran Kararangen, keturunan Sultan Cirebon, cicit Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Jati). Nama "Sunyaragi" berasal dari dua kata, "sunya" yang berarti sunyi dan "ragi" yang berarti raga. Sehingga kalau diartikan lebih luas makna Sunyaragi adalah tempat untuk menenangkan diri. 

Hal itu sesuai dengan fungsi guanya yang menjadi tempat meditasi dan peristirahatan bagi keluarga kesultanan. Bangunan guanya terbuat dari batu karang. Dahulu, gua itu dijadikan sebagai tempat bermain putera-puteri keluarga Kesultanan Cirebon. Ganya terdiri dari beberapa struktur bangunan yang masing-masing diberi nama sesuai fungsinya. 

Pertama, Bale Kambang, yang berdiri di atas kolam dan digunakan sebagai tempat peristirahatan. Kedua, Gua Peteng, yang digunakan oleh para sultan dan bangsawan untuk meditasi. Dan ketiga, Gua Padang Ati, tempat yang biasa digunakan untuk merenung dan mencari ketenangan batin.

Arsitektur Gua Sunyaragi dipengaruhi oleh budaya Tiongkok dan Arab. Hal itu mencerminkan keragaman budaya dan toleransi di masa Kesultanan Cirebon pada waktu itu. Selain sebagai tempat meditasi dan peristirahatan, Gua Sunyaragi juga digunakan oleh kesultanan sebagai benteng pertahanan. Letaknya yang strategis di tepi Sungai Cimanuk memungkinkan kesultanan melakukan pengawasan dan perlindungan dari serangan musuh dengan efektif. 

Seperti halnya situs berserjarah lain, Gua Sunyaragi kental akan cerita-cerita mitos dan legenda. Beberapa mitos dan legenda yang melekat adalah tentang Patung Perawan Sunti dan lorong Mekah-Madinah dan lorong Gunungjati-Tiongkok. Patung Perawan Sunti dipercaya bisa membuat seorang perawan yang menyentuhnya susah punya anak. Sedangkan lorong-lorong itu dipercaya menjadi jalan pintas orang zaman dulu untuk pergi ke Mekah-Madinah atau Tiongkok. 

Gua Sunyaragi merupakan warisan budaya yang berharga dan perlu dijaga kelestariannya agar bisa dinikmati oleh generasi mendatang. 

Karenanya, pemerintah setempat bersama komunitas budaya rutin melakukan upaya konservasi dan restorasi untuk menjaga kelestarian situs ini.

Setiap hari khususnya ketika akhir pekan, Gua Sunyaragi biasanya ramai Dikunjungi wisatawan. Dengan keindahan arsitektur, nilai sejarah yang kaya, dan suasana yang menenangkan, Gua Sunyaragi menawarkan pengalaman wisata yang edukatif.


Penulis: Zakariya Robbani

Editor: Ega Adriansyah

Sumber Foto: Elang Fasha 

Cirebon, LPM FatsOen - Vibrant Creation Organizer (Vicreat Organizer) menggelar acara "Talkshow Komunikasi dalam Komedi" di Say Ya! Caffe & Resto, Kota Cirebon, pada Selasa, (11/6/2024).

Tema yang diangkat adalah "Ngomong Bercanda, Isinya ada". Acara diadakan untuk tujuan edukasi kepada peserta bahwa tidak semua obrolan yang kesannya bercanda tidak memiliki nilai/makna. Justru dengan candaan, suasana obrolan bisa lebih santai dan hangat. Acara dibuka untuk umum. Siapa pun boleh mengikutinya. Mahasiswa, para pemuda, masyarakat dan lain-lain. 

Elang Fasha, Ketua Pelaksana acara itu menyebut, hanya ada dua kriteria peserta acara talkshow, pertama berpakaian rapi dan sopan; kedua, masih bernafas. 

"Dibuka untuk umum, siapa pun boleh (ikut) asalkan berpakaian sopan dan bisa bernafas," ujarnya.

Talkshow diisi oleh dua orang komedian kawakan Cirebon, yaitu Ryan Anug, Wakil Ketua Komunitas Stand Up Indo Cirebon, dan Fadholi, Founder Komunitas Stand Up Universitas Islam Negeri (UIN) Siber Syekh Nurjati Cirebon (SSC). 

Selain stand up dari para komedian kawakan itu, yang menarik dari acara ini penonton yang siap dan bersedia juga diberi kesempatan untuk menyampaikan materi stand up. Open mic. 

Terdapat dua sesi open mic. Sesi pertama dimeriahkan oleh Nauval Dzikri Miftahadi, mahasiswa dari jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam (KPI) UIN SSC. Sementara itu, sesi kedua dimeriahkan oleh mahasiswa jurusan KPI lainnya, Kent Dunedin, Tegus Setiawan dan Dzikri Jaelani. 

Di sesi lain, talkshow kemudian semakin dimeriahkan oleh penampilan menghibur dari The Nuruls. 

Untuk menyukseskan acara tersebut, panitia memerlukan waktu sekitar satu bulan persiapan. Dalam persiapan itu, segenap panitia mengaku sempat menemukan beberapa kendala, diantaranya soal tempat dan lain-lain. Tapi, acara kemudian berlangsung lancar dan sukses seperti yang diharapkan. 


Penulis: Meina Maspupah 

Editor: Ega Adriansyah

Sumber Foto: Google 

Cirebon merupakan kota/kabupaten dengan hasil laut yang melimpah dan memiliki sejarah panjang. Banyak peninggalan sejarah yang mesti untuk diketahui oleh para pemuda masa kini di sana. Cirebon memiliki empat keraton, yakni Keraton Kasepuhan, Keraton Kanoman, Keraton Kacirebonan, dan Keraton Kaprabonan. Masing-masing memiliki istana yang mempunyai cerita panjang tentang para pangerannya di zaman dahulu. 

Selain keraton, salah satu hal yang menjadi ikon Cirebon adalah Alun-alun Kejaksan. Alun-alun yang terletak di jantung Kota Cirebon, tepatnya di Jalan Tanda barat II, Kecamatan Kejaksan, Kota Cirebon. Di samping Islamic Centre At-Taqwa. Sebuah masjid/pusat peribadatan umat Islam yang juga bersejarah dan dulunya menjadi tempat syiar Islam Syekh Abdurahim. 

Alun-alun dan masjid itu memiliki kaitan dan sejarah yang tidak kalah panjang dari empat keraton yang ada di Cirebon. Dalam beberapa keterangan sejarah, Alun-alun Kejaksan sudah ada sejak zaman Sunan Gunung Jati. Nama aslinya Syarif Hidayatullah. Berbeda dengan sekarang, keadaan alun-alun saat itu masih sederhana, hanya berupa lapangan luas dengan pepohonan di sekitarnya. 

Tahun 2019, barulah Alun-alun Kejaksan mulai direvitalisasi (direnovasi). Gubernur Jawa Barat periode kemarin, Ridwan Kamil (Kang Emil), yang juga merevitalisasi Terminal Ciledug, Cirebon, menjadi sosok yang berperan dalam upaya revitalisasi itu hingga kemudian diresmikan pada Rabu 24 April 2021 dan menjadi tempat wisata atau pusat keramaian masyarakat. 

Nama Kejaksan sendiri diambil dari tokoh agama pada zaman Sunan Gunung Jati. Sebelumnya, ada tiga bersaudara yang berniat menuntut ilmu kepada tokoh agama terkemuka Cirebon saat itu, Syekh Nurjati. Ketiga bersaudara tersebut masing-masing adalah Syekh Abdurahim, Syekh Abdurahman, dan Syarifah Bagdad. Ketiganya merupakan anak dari Syekh Sulaeman Al Bagdadi yang datang ke Cirebon tahun 1464 M. 

Syekh Abdurrahman kemudian menjadi tokoh pemimpin dan pemuka agama di Cirebon. Karena kebijaksanaan dan ilmunya yang tinggi, masyarakat Cirebon memberinya julukan "Pangeran Panjunan". Selain tokoh agama, ia juga dikenal sebagai seorang pengusaha sukses khususnya di bidang pembuatan kerajinan keramik dari tanah liat.

Sementara itu, Syekh Abdurahim dipercaya menjadi seorang jaksa yang menangani masalah agama. Ia ditugaskan tak jauh dari alun-alun Kota Cirebon. Ia kemudian mendirikan Masjid Agung At-Taqwa (kini Islamic Centre At-Taqwa) sebagai tempat syiar keislaman yang dilakukannya. Syekh Abdurahim kemudian dijuluki dengan sebutan "Jaksa" atau ada juga yang mengatakan "Pangeran Kejaksan". Julukan Syekh Abdurahim inilah yang diabadikan hingga saat ini menjadi nama dari lapangan luas yang kita kenal Kejaksan itu.  

Alun-alun Kejaksan Kota Cirebon yang dahulu dikenal sebagai kawasan administratif kini menjelma menjadi destinasi wisata yang menarik bagi warga lokal maupun wisatawan. Dengan sentuhan revitalisasi yang memukau, Alun-alun Kejaksan kini menawarkan pengalaman unik yang memadukan sejarah, keindahan alam, dan hiburan modern.

Berlokasi strategis di pusat Kota Cirebon, Alun-alun Kejaksan menyuguhkan pemandangan menakjubkan dengan hamparan taman hijau luas yang dihiasi pepohonan rindang dan bunga-bunga indah. Wisatawan bisa menikmati suasana tenang sambil berjalan-jalan atau duduk santai di bangku-bangku yang telah disediakan di alun-alun. 

Tak hanya keindahan, yang menjadi daya tarik lain daei Alun-alun Kejaksaan saat ini adalah fasilitas dan sarana prasarana wisata yang ditawarkan. Ada taman bermain untuk anak, lapangan olahraga dan warung/UMKM kaki lima yang menjajakan kuliner khas Cirebon yang lezat. Pengunjung bisa memanjakan lidah dengan berbagai hidangan tradisional seperti nasi jamblang, empal gentong, dan tahu gejrot.

Untuk semakin menarik wisatawan, pemerintah dan masyarakat Kota Cirebon sendiri sering menjadikan Alun-alun Kejaksan sebagai tempat diselenggarakannya acara-acara budaya, seni dan lain-lain. Mulai dari pertunjukan musik lokal, pameran seni, bahkan kegiatan sosial dan budaya yang berkembang di Cirebon.

Dengan segala daya tariknya itu, Alun-alun Kejaksan menjadi salah satu destinasi wisata yang populer bagi masyarakat Cirebon. Ada ribuan pengunjung yang melawat ke alun-alun setiap minggunya. Hal itu akhirnya memberikan manfaat ekonomi yang positif bagi UMKM dan pelaku-pelaku usaha lokal lain yang terkena berkah dari adanya alun-alun.  

Penulis: Jatnika Rizki Ramadhan 

Editor: Ega Adriansyah

 

Sumber Foto: Pinterest 

Kartu Tanda Mahasiswa (KTM) merupakan kartu identitas atau tanda pengenal yang mencirikan bahwa seseorang adalah mahasiswa aktif di perguruan tinggi.

KTM merupakan sesuatu yang penting bagi seorang mahasiswa. Selain berfungsi sebagai tanda pengenal, KTM juga sering kali menjadi persyaratan wajib yang mesti dipenuhi ketika seorang mahasiswa hendak mengikuti perlombaan, mengajukan beasiswa dan lain-lain.

Sejak tahun lalu, banyak perguruan tinggi yang membuat KTM menjadi multifungsi. Salah satunya berfungsi sebagai Anjungan Tunai Mandiri (ATM), untuk menyimpan uang. 

Untuk membuat KTM yang juga berfungsi sebagai ATM, perguruan tinggi mesti menjalin kerja sama dengan bank. UIN Siber Syekh Nurjati Cirebon (SSC) merupakan perguruan tinggi yang sejak tahun lalu mulai menerapkan program KTM multifungsi. 

Namun, program KTM menjadi ATM di UIN SSC ternyata membuat sebagian mahasiswa resah. Sebagian mahasiswa mengeluh tentang persyaratan dan berkas yang mesti dipenuhi untuk mendaftarkan KTM menjadi ATM. Misalnya saja seperti yang dirasakan oleh sebagian mahasiswa angkatan 2023. 

Mereka juga mengeluh KTM-nya tak kunjung jadi. Selama ini, mereka hanya memegang KTM sementara yang ditulis di atas selembar kertas. Meski fungsinya sama, KTM sementara itu mudah rusak atau hilang. 

Saya pernah mengantar teman saya yang kehilangan KTM ke bagian akademik. Pihak akademik menjelaskan, KTM yang hilang itu hanya bisa diganti dengan KTM sementara. Untuk bisa mencetak kembali harus menyertakan surat keterangan hilang dari kepolisian dan KTP. 

Saya bertanya-tanya, apa hubungannya? Mungkin bertujuan sebagai bukti penguat bahwa KTM tersebut benar-benar hilang. Tapi, kebanyakan KTM hilang karena keteledoran mahasiswa yang tidak bisa menjaga dan memeliharanya dengan baik. Jadi, sebetulnya menurut saya agak ribet. 

Namun kembali lagi, setelah adanya keluhan mahasiswa, apakah konsep KTM di UIN SSC pada tahun ajaran berikutnya akan sama seperti KTM tahun ajaran sebelumnya (multifungsi)? 

Saya juga berpikir, apakah mungkin KTM mahasiswa nanti berbentuk elektronik (digital)? Sebab seperti yang kita tahu, IAIN baru saja bertransformasi menjadi UIN siber secara kelembagaan. 

Penulis: Zakariya Robbani
Editor: Ega Adriansyah

 

Sumber Foto: Raihan Athaya 

Kedua buku memiliki isi yang berbeda. “Eksistensialisme dan Humanisme” merupakan buku yang isinya dibahas menggunakan sudut pandang orang pertama. Sementara itu, “Sedang Ki Hadjar Dewantara: Pemikiran dan Perjuangan” merupakan buku yang dibahas menggunakan sudut pandang orang ketiga. 

Meski berbeda, kedua buku ini sama-sama membahas soal humanisme (kemanusiaan) dalam versi masing-masing. Dan inilah yang membuat kedua bukunya menarik untuk dibaca. Pembahasan soal humanisme dalam dua buku itu bahkan cukup mendalam. Bukan tanpa alasan memang, kedua buku itu lahir dari keresahan masing-masing penulis. 

Dari situ, sekilas kedua buku ini akhirnya seperti memiliki spirit yang sama (searah) dalam membahas soal kemanusiaan. 

1. Eksistensialisme dan Humanisme
Apa yang kita ketahui selama ini tentang dua kata tersebut? Bila ada yang belum tahu, eksistensialisme secara bahasa berarti keberadaan. Sedangkan humanisme berarti kemanusiaan. Judul asli buku ini adalah "L'Existentialisme est un Humanism". Buku ini dinilai memiliki bahasan yang menutupi polemik tentang kemanusiaan. 

Dalam buku (karya tulis) dirinya yang lain (yang terbit lebih awal), Jean Paul Sartre, nama penulisnya, seperti memiliki pemikiran tentang kemanusiaan yang berbanding terballik dengan pemikirannya dalam buku ini. Bahkan, dilihat dari judul pun, yang berbahasa Perancis, kata-katanya cukup provokatif. Judulnya "Nusea, ang". Terkesan anti kemanusiaan. 

Eksitensialisme Sartre merupakan ajaran yang menggambarkan tentang kemenawanan dan kegagahan. Ia menyatakan bahwa kesamaan yang dimiliki oleh kaum eksistensialis adalah keyakinan mereka bahwa bagi manusia “eksistensi lebih penting daripada esensi,” (hal.26). Dalam hal ini, kebebasan menjadi ciri khas para pemikir eksistensialis. Oleh karena itu, sifat kedirian di dalamnya lebih ditekankan dari pada diri orang lain.

Dalam buku ini, Satre menawarkan agar kedirian bisa menjadi proses yang humanis. Hal ini didasarkan pada keresahannya terhadap makna kemanusiaan akibat pergerakan Marxis. Sartre menganggap manusia justru tersekat oleh kelas borjuis dan ploretariat. Menurutnya, manusia di muka bumi mempunyai tanggung jawab atas kebebasan. Tidak satupun objek atau subjek dapat mengubah tanggung jawab tersebut kecuali diri sendiri. Menurutnya, ini mutlak, maka, dengan sendirinya apa yang disebut dengan nilai-nilai kemanusiaan bisa dicapai.

“Untuk mengetahui orang lain, harus mengetahui diri sendiri."

Kalimat di atas pasti tidak asing di telinga. Entah kutipan dari mana, yang pasti kalimat tersebut merupakan kalimat yang menggambarkan kemanusiaan menurut Sarte. Sebagian penulis/orang yang mengamati pemikiran Satre sepakat dengan hal ini. Mengenal sifat kedirian dinilai bisa melahirkan objektivitas diri sendiri. Goenawan Mohamad, salah satu pendiri Tempo juga selalu mendahului karya-karyanya dengan kalimat semacam itu. Kita bisa melihatnya dalam sebuah podcast di kanal YouTube Tempo yang bertajuk “Rahasia Penulisan dalam Esai Goenawan Mohamad”.

2. Pemikiran dan Perjuangan Ki Hadjar Dewantara
Buku kedua ini membahas pendididkan di Indonesia. Buku tersebut diterbitkan untuk memperingati Hari Kebangkitan Nasional ke-109 pada tahun 2017. Sensasi kisah perjuangan budaya dan pendidikan (melaui bermacam cara) dari Ki Hadjar Dewantara begitu terasa ketika membaca bukunya. 

Suhartono Wiropranoto, dkk, cukup berhasil menyajikan kisah seorang pahlawan pendidikan Indonesia ini. Mengapa dikatakan berhasil? Penulis, belakangan sedang membaca buku-buku tentang kemanusiaan (humanisme). Jadi, kisahnya terasa betul untuk kemudian direnungkan. 

Terlebih pada bagian kisah keberanian Ki Hadjar ketika membuat tulisan berjudul “Andai Aku Seorang Belanda”. Dikisahkan, Ki Hadjar memang sengaja menulis tulisan itu karena melihat ketimpangan sosial yang terjadi akibat kebijakan dari pemerintah Belanda. Kisah itu menurut penulis seperti upaya yang selaras dengan kalimat eksistensi mendahlui esensi dari Satre. 

Dalam arti lain, eksistensi Satre cukup terasa dalam kisah perjuangan dan semangat nasional Ki Hadjar di bidang pendidikan dan budaya. Hal ini bisa kita lihat dari orientasi pemikiran dan perjuangannya yang selalu menginginkan adanya kesetaraan antara pribumi dan orang-orang Belanda. 

Ki Hadjar terkenal dengan tiga serangkainya. Dua temannya menjadi penguat setia ketika dirinya membentuk organisasi dan mengupayakan perjuangan politik lainnya. Douwes Dekker dan Tjipto Mangunkusumo memiliki kebiasaan dan keahlian yang sama dengannya, yakni menulis. Perjuangan nata dan perjuangan pena mereka bukan tanpa rintangan. Mereka jelas mengalami tekanan dari peraturan yang tetiba diberlakukan, pelemahan pergerakan, hingga pembuangan menjadi sesuatu yang menjadi rintangan yang dihadapi mereka saat itu.

Menariknya, rintangan yang hadir itu justru menjadi kedalaman perjuangannya. Berbulan-bulan mereka dan kerabatnya dibuang ke Den Hag, tapi, hal itu tidak membuat perjuangan dan pergerakan mereka berhenti. Selama waktu pembuangan, Ki Hadjar mengalami "hijrah oriented". Sebelumnya, tiga serangkai memperjuangkan kebebasan dan ketimpangan sosial melaui organisasi, maka, setelah itu berbeda. 

Sepulang dari pembuangan, pendidikan dan kebudayaan (kultur) menjadi kosa kata penting dan instrumen (media) perjuangan dalam pergerakan mereka berikutnya. Inilah yang menjadi latar belakang didirikannya Taman Siswa. Karena sadar bahwa, pengaruh Belanda tidak dapat dihilangkan dengan mudah, Ki Hadjar melihat pengaruh tersebut mesti dihilangkan dengan membangun pemikiran (dan eksistensi/kedirian) masyarakat menjadi lebih maju.

Konsep pendidikan yang dicanangkan Ki Hadjar Dewantara melalui pun tidak sembarangan. Bisa dibilang konsepnya adalah pendidikan progresif. Penanaman nilai budaya dan fokus terhadap pembangunan kualitas subjek (siswa-siswi) pendidikan yang diterapkan di Taman Siswa hampir serupa dengan konsep progresivisme John Dewey.

Perilaku guru harus "Ing Ngarsa Sung Tuladha, Ing Madya Mangun Karsa, Tut Wuri Handayani". Hubungan guru dan murid harus seperti hubungan dalam keluarga. Proses belajar harus terjadi sepanjang hari dan sepanjang hayat. Hemat penulis, hal ini dapat disimpulkan bahwa pemenuhan eksitensi diri (melalui berbagai cara) memang bisa mewujudkan dan melahirkan nilai-nilai kemanusiaan (humanisme). Persislah seperti yang dikatakan oleh Sartre.

Penulis: Raihan Athaya 
Editor: Ega Adriansyah


Sumber Foto: Google 

Tahun: 2020

Sutradara: Jim Taihuttu

Skenario: Mustafa Duygulu, Jim Taihuttu

Pemeran: Martijn Lakemeier, Marwan Kenzari, Jonas Smulders, Joes Brauers, Jim Deddes

Produser: Sander Verdonk, Julius Ponten, Shanty Harmayn

Sinopsis 

Film ini menceritakan tentang seorang tentara muda Belanda yang ditugaskan untuk menekan kemerdekaan Indonesia pasca perang dunia II. Film ini menyorot perisitiwa pasca kemerdekaan dalam kacamata (versi) Belanda.

Lebih detail, De Oost menceritakan sosok protagonis Johan De Vries (diperankan Martijn Lakemeier), seorang tentara muda Belanda, anak buah Raymond Westerling (diperankan Marwan Kenzari) yang ditugaskan dalam operasi melawan pasukan anti-gerilya di Sulawesi Selatan.

Selama bertugas, Johan menyaksikan pembantaian yang dilakukan Westerling yang justru mengguncang mental dan batin (nurani Johan) hingga membuatnya membelot. Pergolakan batin Johan mulai terlihat ketika ia merasa apa yang dilakukan Westerling terhadap masyarakat Indonesia terlalu berlebihan. 

Tembakan demi tembakan kepada warga kampung di Sulawesi Selatan yang dituding sebagai pemberontak Belanda meninggalkan trauma dan rasa bersalah pada Johan. 

Sejumlah sejarawan Indonesia menyebut, ada sekitar 40.000 korban pembantaian Westerling di Sulawesi Selatan. Sementara di Belanda, jumlah korban yang dilaporkan adalah sekitar 3.000 orang.

Kekurangan

Film ini menggunakan alur cerita maju mundur yang mungkin membuat penonton kebingungan. Selain itu, film ini juga kurang menjelaskan mana pihak antagonis dan protagonis. Pejuang Indonesia juga dikiaskan sebagai pemberontak yang kejam sehingga perlu mendapatkan hukuman yang setimpal. 

Film ini dikritik sejumlah pihak di Belanda karena dinilai melukai hati para veteran yang ikut dalam peperangan di Indonesia. Keluarga Westerling juga menilai film tersebut sebagai upaya memutarbalikkan fakta sejarah Westerling. 

Kelebihan

Secara keseluruhan film ini menguak sebuah sejarah Indonesia yang jarang sekali diinformasikan. Alur ceritanya juga tidak tertebak sama sekali ditambah dengan teka-teki ending (akhir cerita) yang justru membuat penonton penasaran dan menambah kesan misterius dalam endingnya.

Film ini juga disambut baik para sejarawan Belanda dan Indonesia. Filmnya dinilai berani. Tokoh Johan dalam film juga dinilai sebagai cermin yang baik bagi sejarah Belanda. 

Saran

Secara keseluruhan film yang diangkat dari kisah nyata yang kemudian didramatisir ini memuat sejarah Indonesia dimata Belanda yang perlu diketahui banyak orang. Ada banyak pelajaran dan pengetahuan tentang sejarah yang bisa diambil dari film ini. Film ini cocok ditonton saat weekend namun tidak disarankan untuk usia 21 kebawah.


Penulis: Zahra

Editor: Ega Adriansyah