Sumber Dokumentasi Penulis |
Cirebon, LPM FatsOeN - Telah beredar susunan kepanitian Panitia Pemilihan Mahasiswa Institut (PPMI) yang baru dalam unggahan cerita akun Instagram fmr.iaincirebon pada Kamis sore, (23/1).
Hal ini dibenarkan oleh salah satu ketua Dema Fakultas yang juga tergabung dalam aksi tuntutan aliansi ormawa untuk membuat kepanitiaan PPMI yang baru. Ia mengungkapkan bahwa kepanitiaan ditandatangani Rektor pada hari Senin.
Tentunya, informasi tersebut menjadi sinyal bagi mahasiswa terhadap kepastian Sema dan Dema di IAIN Syekh Nurjati Cirebon. Pasalnya, antara melanjutkan tahap ke pelantikan Sema-Dema atau pemilihan ulang dengan kepanitiaan PPMI yang baru masih menjadi pertanyaan.
Namun, Aan Jaelani selaku rektor, menyangkal adanya tanda tangan atas kepanitiaan baru tersebut. Aan dengan tegas menyatakan bahwa tidak ada tanda tangan yang dimintakan kepadanya terkait kepanitiaan baru.
"Yang tiga orang tah? Tanda tangan apa? Gak ada, gak ada tanda tangan. Iya kalau iya tanda tangan, mana sih tanda tangan rektor? Gitu dong dijawabnya," ungkap Aan ketika ditemui di Grand Tryas pada Kamis malam,(23/1).
Ungkapan tersebut juga diiringi dengan penegasan bahwa terdapat narasi kebohongan yang menyebut Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) dan Unit Kegiatan Khusus (UKK) terlibat dalam pemilihan Sema-Dema. Pasalnya UKM-UKK dalam Musyawarah Sema dan Musyawarah Dema hanya sebagai peserta peninjau.
"Direkam ya! dia bohong UKM dilibatkan untuk dalam pemilihan, padahal sebaliknya, artinya ga kongkrit," Tegas Aan.
Ia menganggap pertemuan antar pihak terkait semakin penting untuk dilakukan. Diantaranya aliansi ormawa, UKM-UKK, dan panitia PPMU (yang sebelumnya). Bahkan sebelumnya, ia meminta kepada Warek III untuk mangadakan pertemuan dengan Dekanat yang ada di IAIN Syekh Nurjati guna mempertimbangkan keputusan pembatalan Sema-Dema dan permasalahan PPMU.
Selanjutnya, ia meminta terhadap perwakilan pihak-pihak yang berselisih datang dengan membawa tuntutan yang jelas. Kemudian melakukan pertemuan pada hari Senin, (25/3).
Penulis : Raihan Athaya Mustafa
Editor : Tina Lestari
Cirebon, LPM FatsOeN - Keresahan mewarnai Mahasiswa Program Studi Ilmu Falak di Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Syekh Nurjati Cirebon, yang selama tiga tahun terakhir belum pernah merasakan fasilitas Laboratorium Falak. Fasilitas yang seharusnya menjadi pusat kegiatan riset dan pengajaran masih terbengkalai sejak selesai pembangunannya tiga tahun yang lalu, menimbulkan dampak yang signifikan bagi perkembangan ilmu falak di kampus tersebut.
Laboratorium Falak ini didirikan bersamaan dengan pembukaan Program Studi Ilmu Falak di IAIN Syekh Nurjati Cirebon tiga tahun yang lalu. Namun, sejak saat itu, laboratorium tersebut tidak pernah digunakan. Bahkan, fasilitas teleskop yang merupakan perangkat utama dalam lab tersebut dilaporkan dalam kondisi berjamur karena tidak pernah digunakan dan tidak dalam perawatan khusus.
Sumber Dokumentasi Penulis |
Para mahasiswa yang terlibat dalam Program Studi Ilmu Falak menyatakan kekecewaannya karena belum bisa memanfaatkan fasilitas tersebut untuk praktek lapangan.
"Lab falak itu penting karena belajar teori terus akan tidak mengerti secara penglihatan. Kalau secara pemahaman mungkin tahu, tapi kita tidak pernah melihat, bagaimana mau paham, padahal kita sama-sama bayar tapi kok belom dapat fasilitas yang memadai, apa karena mahasiswanya sedikit, tapi kan itu kewajiban kampus buat ngasih fasilitas." Ujar Akhmad Faiz mahasiswa ilmu falak angkatan pertama.
Meskipun faktor-faktor yang menyebabkan terbengkalainya laboratorium ini masih belum jelas, beberapa pihak menduga bahwa permasalahan terkait peralatan, pendanaan, dan manajemen menjadi penyebab utamanya. Kurangnya perawatan rutin juga memperburuk kondisi laboratorium tersebut.
Selama masa pembelajaran yang memerlukan bantuan alat untuk praktikum, Mahasiswa Ilmu Falak mengungkapkan hanya bisa meminjam kepada beberapa instansi dan organisasi diluar kampus.
"Malu sebenernya mesti pinjem peralatan kesana-kesini, apalagi kalo udah d ledekin Falak kok gapunya alat-alat lab bisanya minjem aja." Ungkap Minatulmaola Mahasiswa Jurusan Ilmu Falak.
Otoritas IAIN Syekh Nurjati Cirebon telah diminta untuk segera mengatasi masalah ini agar fasilitas berharga ini dapat dimanfaatkan secara maksimal. Langkah-langkah perbaikan dan pemeliharaan yang tepat diharapkan dapat dilakukan untuk mengembalikan fungsi laboratorium observatorium falak ini agar dapat mendukung kegiatan akademik dan riset di kampus tersebut.
Penulis: Tina Lestari
Bulan Ramadan, selain sebagai bulan penuh berkah bagi umat Islam, juga menjadi momen penting untuk merefleksikan kembali praktik-praktik ibadah, termasuk dalam konteks keberlanjutan lingkungan. Meskipun ibadah puasa mengajarkan pengendalian diri, namun peningkatan konsumsi dan dampak lingkungan yang dihasilkan, seperti tumpukan sampah plastik, masih menjadi tantangan yang perlu ditangani.
Mengevaluasi kembali praktik ibadah puasa menjadi esensial. Hakikat puasa bukan hanya tentang menahan diri dari makan dan minum, tetapi juga tentang pengendalian diri dalam semua aspek kehidupan, termasuk dalam hal konsumsi. Islam mengajarkan untuk tidak berlebihan dan tidak membuang-buang, prinsip-prinsip ini sangat relevan dalam konteks ekologis saat ini.
Puasa tidak hanya merupakan ibadah individual, tetapi juga memiliki dimensi sosial dan lingkungan yang kuat. Melalui kesadaran akan dampak lingkungan dari praktik ibadah puasa, umat Muslim dapat merayakan Ramadan dengan cara yang lebih berkesan secara spiritual dan ekologis. Dengan mengurangi konsumsi yang berlebihan, mengelola sampah dengan bijak, dan memperbaiki hubungan dengan alam, Ramadan dapat menjadi ajang pertobatan ekologis yang berdampak positif bagi lingkungan dan umat manusia secara keseluruhan.
Peningkatan Konsumsi dan Dampak Lingkungan
Saat memasuki bulan Ramadhan, ada peningkatan yang signifikan dalam konsumsi masyarakat Muslim, terutama dalam hal makanan. Ini tercermin dalam laporan dari berbagai belahan dunia, yang menunjukkan peningkatan volume sampah selama bulan suci tersebut. Di beberapa negara, seperti Indonesia, Pakistan, dan Bangladesh, volume sampah meningkat hingga 25-30% selama bulan Ramadhan, terutama karena perayaan berbuka puasa yang melibatkan pembuangan besar-besaran kemasan makanan sekali pakai.
Laporan dari Dinas Lingkungan Hidup di Bandung, Jawa Barat, dan Serang, Banten, menyoroti peningkatan signifikan ini. Tumpukan sampah organik dan plastik, termasuk kantong plastik sekali pakai, gelas plastik, dan aneka produk turunan plastik, menumpuk di tempat-tempat umum seperti masjid, jalan, dan taman. Kondisi ini menciptakan lingkungan yang tidak hanya kotor dan tidak sehat, tetapi juga merusak estetika lingkungan dan habitat alami.
Dalam konteks global, masalah pengelolaan sampah selama bulan Ramadhan juga menjadi perhatian. Di negara-negara dengan populasi Muslim yang signifikan, seperti Pakistan, Mesir, dan Bangladesh, lembaga-lembaga pemerintah dan organisasi lingkungan telah memperkirakan peningkatan signifikan dalam jumlah sampah yang dihasilkan selama bulan Ramadhan. Penanganan yang tidak tepat terhadap sampah ini tidak hanya mengancam kesehatan manusia, tetapi juga mengakibatkan kerusakan lingkungan yang lebih luas, termasuk pencemaran air dan tanah serta kerusakan ekosistem alam.
Perspektif Syari'ah tentang Konservasi Lingkungan
Dalam ajaran Islam, perlindungan dan penghormatan terhadap lingkungan merupakan bagian integral dari ibadah. Syari'ah Islam menuntut umatnya untuk menjadi pelindung alam, menjaga keseimbangan ekologis, dan menghindari pemborosan sumber daya alam. Dalam konteks puasa, terdapat banyak ajaran dan prinsip Islam yang relevan dengan keberlanjutan lingkungan.
Dalam hal ini, prinsip keterbatasan (qadha') mengingatkan umat Muslim untuk tidak berlebihan dalam konsumsi makanan dan minuman, serta menghindari pemborosan. Islam juga mendorong umatnya untuk menjaga alam dan harta benda Allah, melalui prinsip penjagaan (hifz), yang mencakup menjaga kebersihan dan kelestarian lingkungan, serta menghindari tindakan yang merusak ekosistem.
Selain itu, prinsip keadilan (adl) menjadi konsep penting dalam Islam. Masyarakat Muslim diperintahkan untuk tidak merusak atau mengeksploitasi lingkungan untuk kepentingan pribadi, tetapi memperlakukannya dengan adil dan berbagi sumber daya alam dengan adil. Terakhir, prinsip tanggung jawab (mas'uliyyah) mengajarkan umat Islam untuk melindungi lingkungan dan mencegah kerusakan alam, termasuk melakukan tindakan nyata untuk mengurangi jejak karbon, memperbaiki pengelolaan sampah, dan mendukung upaya konservasi.
Dengan memahami prinsip-prinsip ini, umat Muslim di seluruh dunia dapat memperdalam keterlibatan mereka dalam upaya konservasi lingkungan selama bulan Ramadhan dan sepanjang tahun.
Merangkul Ramadhan sebagai Ajang Pertobatan Ekologis
Ramadhan bukan hanya tentang meningkatkan ibadah spiritual, tetapi juga tentang introspeksi mendalam tentang hubungan kita dengan lingkungan. Melalui kesadaran akan dampak lingkungan dalam ibadah puasa, serta penerapan prinsip-prinsip Islam tentang konservasi lingkungan, umat Muslim dapat merangkul Ramadhan sebagai ajang pertobatan ekologis.
Dengan mengambil langkah-langkah konkrit untuk mengurangi konsumsi berlebihan, mengelola sampah dengan bijaksana, meningkatkan kesadaran masyarakat, dan mengubah pola berbagi makanan selama berbuka puasa dan sahur dengan cara yang lebih berkelanjutan, seperti menggunakan wadah makanan yang dapat digunakan ulang dan meminimalkan pembungkusan plastik. Ramadhan dapat menjadi momentum untuk menyatukan spiritualitas dengan praktik perlindungan lingkungan.
Dengan demikian, umat Muslim dapat menjalankan ibadah puasa mereka dengan penuh kesadaran akan tanggung jawab mereka sebagai pelindung alam, menjadikan Ramadhan sebagai waktu yang bermakna tidak hanya bagi diri mereka sendiri, tetapi juga bagi bumi yang mereka tinggali. Selamat menjalankan ibadah puasa, dan semoga Ramadhan kita menjadi berkah bagi alam semesta ini.
Penulis: Nisa Nurul Hamdiyah
Pada hari Jumat (08/03) sejumlah mahasiswa melakukan aksi demonstrasi di halaman rektorat IAIN Syekh Nurjati Cirebon. Mereka adalah ormawa yang mengatasnamakan dirinya sebagai Aliansi Mahasiswa IAIN Syekh Nurjati Cirebon.
Tuntutan yang dilayangkan adalah pemakzulan ketua umum SEMA-I yakni Lukman Hakim dan Rasyid Mone sebagai ketua DEMA-I IAIN Syekh Nurjati Cirebon terpilih.
Dalam pelaksanaannya, mereka juga menuntut untuk adanya pemilihan ulang dan hasil pemilihan ketua SEMA-I dan DEMA-I serta mengganti dan membubarkan PPMU.
Hal tersebut menjadi polemik dikarenakan mereka yang melakukan aksi tuntutan tersebut berasal dari organisasi biru kuning yang notabenya dianggap penguasa di setiap kampus PTKIN.
Berikut merupakan rincian dari tuntutan ormawa fakultas yang mengatasnamakan sebagai Aliansi mahasiswa yang melakukan tuntutan pemakzulan ketua umum SEMA-I dan DEMA-I terpilih
“TUNTUTAN ORMAWA FAKULTAS APAKAH PANTAS ? : TENTANG INTERPENSI WAREK DITETAPKAN II DAN KONFLICT OF INTEREST DALAM TUNTUTANNYA”
Menanggapi tuntutan dari aliansi Ormawa fakultas dan berikut adalah tuntutan yang dilayangkan :
1. Menolak Segala keputusan yang ditetapkan PPMU yang disangka ilegal.
2. Menolak pemilihan SEMA dan DEMA terpilih.
3. Menuntut untuk membatalkan ketua formatur SEMA dan DEMA terpilih.
4. Menuntut untuk membubarkan dan membentuk PPMU kembali secara resmi, dengan SK Rektor.
5. Menuntut untuk mentransparansikan landasan hukum yang dibuat PPMU.
Dengan rasionalisasi :
1. SEMA tidak berhak membentuk PPMU Karena SEMA sudah dinyatakan Non aktif sejak masa tugas di SK berakhir.
2. PPMU adalah lembaga pemilihan mahasiswa secara independensi dan tidak dapat diintervensi oleh siapapun.
3. Tidak ada landasan hukum yang jelas yang dibuat oleh PPMU.
Penulis membandingkan hal tersebut dengan PUOK Bab 4 bagan struktur organisasi kemahasiswaan dalam bagian struktur organisasi kemahasiswaan. Bahwasanya yang berhak menangani bagian keorganisasian dan kemahasiswaan adalah Wakil Rektor III atau Rektor tidak ada sangkut pautnya dengan Wakil Rektor II yaitu Ilman Nafia.
Pemilihan DEMA-I, SEMA-I dan PPMU yang seharusnya menjadi tanggungjawab Wakil Rektor III dan tanpa wewenang Wakil Rektor II menjadi rancu dengan datangnya Ilman Nafia yang dicurigai mengintervensi pemilihan SEMA-I dan DEMA-I, begitupun PPMU yang ternyata dalam prosesnya malah dibuat tanpa izin Wakil Rektor III. Hal tersebut membuat penulis beranggapan bahwa didalamnya terdapat kepentingan Wakil Rektor II yang dirahasiakan dari masyarakat kampus.
Kemudian kalau misalnya Wakil Rektor II ikut campur tahu berarti terdapat sesuatu di sana entah itu kepentingan atau hal lain.
Akan tetapi dalam hal ini walaupun sudah ada materai, seharusnya hal tersebut masih bisa dicabut dan bisa digagalkan. Karena jika melihat pada fungsi materai adalah surat pernjanjian yang nantinya dijadikan sebagai alat bukti di pengadilan yang artinya bukan berarti syarat sah untuk perjanjian. Jadi walaupun sudah ada materai dan syarat sudah terpenuhi tetap hal tersebut masih bisa dicabut dan bisa digagalkan.
Selain itu Agam selaku ketua SEMA-I sebelumnya, juga berpendapat bahwasanya hal ini berkepentingan dengan golongan dan mengapa mereka melakukan aksi demonstrasi setelah keputusan sudah final.
Dalam hal ini penulis yang merupakan kontestan pencalonan DEMA-I dan menjadi lawan debat dari Rasyid Mone pun merasa dicurangi. Hal tersebut penulis lontarkan karena secara administrasi semua persyaratan yang diberikan oleh PPMU sudah lengkap diserahkan namun ternyata Saya dan kawan Saya malah dijadikan sasaran golongan biru kuning yang haus akan kekuasaan dan ingin merengsek kembali menguasai ormawa khususnya di IAIN Syekh Nurjati Cirebon.
Mereka menuduh Iman Sariman selaku ketua pelaksana PPMU adalah boneka tapi mereka yang masanya banyak juga bonekanya Wakil Rektor II, ibaratnya maling teriak maling.
Mereka sungguh tidak dewasa dalam berfikir dan berdemokrasi sehingga membuat carut marut dan kegaduhan ketika keputusan sidang MUSEMA dan MUDEMA telah dilaksanakan dan ditetapkan.
Penulis: Rizki Saputro
Editor: Meina Maspupah
Sumber Foto: Pinterest
Ramadhan kali ini bertepatan dengan momen pasca pemilu, pemilihan presiden dan anggota legislatif. Beberapa hari lagi, 20 Maret 2024 pengumuman hasil pemilu akan diinformasikan kepada publik oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU). Tapi, prediksi kemenangan sudah ada berdasarkan hasil hitung cepat yang dilakukan lembaga survei atau pantauan hitung asli yang dilakukan KPU. Untuk pemilihan presiden dan wakilnya, kemenangan diprediksi menjadi milik pasangan 02, Prabowo-Gibran.
Momen Pemilu kemarin diakui atau tidak, diwarnai banyak drama dan permainan politik. Kemenangan pasangan 02 sendiri kemudian tidak diterima oleh lawan-lawan yakni kubu 01 dan 03.
Saat ini, dua kubu yang kalah sedang melawan dengan senjata "angket". Sebuah senjata yang dimiliki oleh para wakil rakyat di lingkungan parlemen. Entah hasilnya nanti akan seperti apa, yang jelas, perlawanan melalui angket itu memang tidak akan mengubah hasil pemilihan. Dalam tulisan ini, saya pun tidak akan mengulas mengenai itu.
Biarlah urusan angket menjadi fokus lawan-lawan politik pasangan 02 dengan koalisinya, Koalisi Indonesia Maju (KIM). Mumpung Ramadan, tulisan ini dibuat untuk mengajak kita semua evaluasi, khususnya mengevaluasi apa yang telah terjadi dan menjadi kontroversi ketika Pemilu dan sebelum-sebelumnya. Pemilu 2024 ini, seperti diketahui banyak unsur-unsur di luar "nurulnya". Penguasa secara terang-terangan memihak untuk meloloskan kepentingan segelintir pihak, konstitusi juga dilabrak, diutak-atik.
Di samping itu, selama prosesnya, semua antek-antek untuk tidak menyebut pegawai pemerintah juga ikut camput. "Pipilueun" memenangkan salah satu pasangan calon presiden dan wakil presiden. Antek-antek itu kemudian menggunakan berbagai instrumen kebijakan untuk memuluskan kepentingannya. Kebijakan sembako untuk masyarakat, bantuan sosial dan sebagainya. Semua itu disalahgunakan menjadi amunisi kampanye. Meski timbul dalih dan perdebatan, toh banyak pihak yang menduga kuat ada kecenderungan ke arah sana.
Bulan Ramadhan ini, harus membuat kita semua dan pihak-pihak yang terlibat dan memperhatikan proses pemilu merenung, apa yang telah dilakukan ketika pemilu, atau sebelum-sebelumnya yang kurang sesuai dengan prinsip agama, yang melanggar aturan dan merugikan rakyat awam, semua harus diingat sebagai sebuah kekhilafan dan kesalahan yang perlu diperbaiki. Kesannya memang agak naif, tapi siapa tahu "barokah" bulan Ramadhan bisa membuat hati kita dan orang-orang tergerak.
Bagaimanapun, saya merupakan rakyat biasa, wong cilik yang merasa prihatin dengan kondisi politik dan kenegaraan di Indonesia. Lebih-lebih lagi setelah melihat dan mengikuti proses Pemilu kemarin. Ada ketakutan dan kekhawatiran tersendiri menyelimuti hati nurani, apa yang akan terjadi pada bangsa setelah ini? Apakah sikap-sikap penguasa dan segelintir elit akan terus seperti itu sampai beberapa waktu yang tidak bisa ditentukan (minimal satu periode kekuasaan)?
Ambisi manusia memang terkadang begitu mengerikan. Apalagi ambisi yang dimiliki oleh orang-orang yang punya power. Entah itu kekuasaan, kekayaan dan seterusnya. Meski beragama, terkadang sisi agamis itu dilupakan dan kalah oleh kekuatan sebuah ambisi dan nafsu.
Di bulan Ramadhan ini, saatnya ambisi dan nafsu-nafsu yang mendorong untuk berlaku kurang bijak kita kekang, jangan dipelihara.
Para penguasa, wakil-wakil rakyat dan pemangku kepentingan lain harus mulai menyadari tugasnya sebagai pelayan rakyat. Sebagai pemimpin, perlu diingat bahwa menjadi pemimpin artinya memikul tanggung jawab. Terlebih memimpin orang lain yang jumlahnya banyak, pikulan tanggung jawab itu tentunya semakin berat. Dan di hari kemudian (akhirat), kelak semua tanggung jawab itu akan dimintai pertanggungjawaban.
Bagi orang yang beragama, hal ini mestinya bisa menjadi sebuah pukulan dan peringatan keras. Tapi memang tergantung orangnya. Sebab beragama terkadang hanya formalitas dan identitas lahir, secara batiniah tidak mencerminkan sikap-sikap beragama. Namun tidak ada yang mustahil di hadapan Allah.
Maka saya berharap Allah melimpahkan hidayah dan rahmat-Nya bagi kita semua, para pejabat sampai rakyat biasa.
Semoga dengan hidayah dan rahmat-Nya, kita semua bisa mengevaluasi dan menyadari apa yang selama ini menjadi kekeliruan. Semoga kelak evaluasi dan kesadaran itu juga mampu menciptakan sebuah perubahan yang revolusioner. Mampu mengubah wajah bangsa menjadi lebih baik, mampu menyelesaikan masalah-masalah rumah tangganya (di lingkup ekonomi, sosial, pendidikan) dan mampu meraih cita-cita yang diimpikan bersama (Indonesia Emas 2045 dan Net Zero Emission tahun 2050).
Tentunya, ramadhan yang baik ini jangan hanya dijadikan sebagai bulan evaluasi secara kolektif. Secara individu, kita juga perlu menjadikan ramadan sebagai waktu untuk muhasabah diri.
Ramadhan harus membuat kita menjadi pribadi yang lebih beriman, bertakwa dan berakhlak mulia. Semoga kita semua berhasil meraih kemenangan di bulan yang di dalamnya terdapat momen Lailatul Qadar dan Nuzulul Qur'an.
Penulis: Ega Adriansyah
Editor: Zahra Mega