Cirebon, LPM FatsOeN - Dekan Fakultas Dakwah dan Komunikasi Islam (FDKI) UIN Siber Syekh Nurjati Cirebon, Siti Fatimah, tidak mengetahui bahwa perpustakaan FDKI tutup.
Hal itu terungkap ketika sekelompok mahasiswa melakukan kunjungan ke perpustakaan pada Senin (26/02).
Sekelompok mahasiswa itu bingung karena perpustakaan tertutup rapat. Selain itu, ketika ingin masuk, seorang office boy (OB) mengatakan harus koordinasi dengan pihak fakultas terlebih dahulu.
"Jika ingin mengakses perpustakaan, harus koordinasi dengan Ibu Gita (staf fakultas)," ujarnya.
Ketika dikonfirmasi oleh wartawan LPM FatsOeN, Dekan FDKI mengakui baru mengetahui kabar tersebut.
"Saya baru mendengar bahwa perpustakaan saat ini tutup," katanya.
Dia secara terbuka mengatakan tidak pernah menyadari hal tersebut. Dia sangat terkejut dan berjanji akan segera mengurus masalah perpustakaan itu dengan rekan-rekan dosen lain di lingkungan fakultas.
"Ini merupakan kabar yang mengejutkan bagi saya. Saya akan segera mengurus masalah ini."imbuhnya.
Dalam penelusuran lebih lanjut, seorang staf FDKI mengungkap bahwa alasan perpustakaannya ditutup karena pustakawannya belum ada.
"Orang yang menjaga perpustakaannya belum ada," katanya.
Hal ini kemudian diperkuat oleh pernyataan Kepala Bagian TU FDKI, Rifqi Muslim, yang menyatakan bahwa tidak ada struktur organisasi perpustakaan yang jelas.
"Struktur kepengurusan di sana belum terlalu jelas. Sehingga sampai dengan sekarang belum ada progres untuk dibuka," pungkasnya.
Selain jajaran dosen di lingkungan fakultas, sebagian mahasiswa FDKI juga belum mengetahui kabar tersebut. Khaliza misalnya, salah satu mahasiswa tingkat akhir FDKI, mengatakan tidak tahu menau tentang kabar itu.
Begitupun dengan Hayati, mahasiswa FDKI lainnya. Dia berharap ke depan akan ada sosialisasi kepada mahasiswa tentang keberadaan perpustakaan.
"Jika memang ada perpustakaan, saya harap fakultas bisa lebih masif melakukan sosialisasi kepada mahasiswa FDKI," imbuhnya.
Penulis: Zakariya Robbani
Editor: Ega Adriansyah
Cirebon, LPM FatsOeN - Menanggapi molornya agenda Pemilihan Mahasiswa (Pemilwa), Wakil Rektor III Universitas Islam Negeri Siber Syekh Nurjati Cirebon (UIN SSC) Prof. Dr. Hajam, M.Ag, ungkap beberapa penyebabnya.
Ketika ditanyai, apakah molor atau keterlambatan agenda Pemilwa yang diselenggarakan Panitia Pemilihan Mahasiswa Universitas (PPMU) ada hubungannya dengan dugaan sudah ada pemenang (calon Ketua Sema-i dan Dema-i yang baru) sebelum pemilihan, Prof. Hajam menjawab dirinya sudah menekankan agar Pemilawa dijalankan secara demokratis.
"Sejak awal Warek III sudah menekankan dalam Pemilwa ini tidak ada intervensi dari siapa pun baik dari kampus atau dari pihak yang berasal dari kalangan mahasiswa tertentu," ujarnya.
"Agenda pemilwa ini harus menganut sistem demokrasi, dan kaderisasi yang baik. Tidak boleh ada intervensi. Panitia pemilihan juga dalam hal ini hanya sebagai fasilitator," sambung Prof. Hajam.
Hal ini bertujuan supaya perkembangan demokrasi di lingkungan kampus bisa berjalan kondusif dan sesuai dengan prosedur yang sudah ditetapkan. Jadi, hubungan dengan itu harusnya tidak ada.
Adapun mengenai molor atau keterlambatan proses atau agenda pemilihan, menurutnya ada beberapa penyebab logis. Pertama, minat berorganisasi mahasiswa semakin menurun.
"Pembentukan panitia dan penjaringan calon ketua juga terus diperpanjang. Alasannya tidak lain karena yang daftarnya sedikit. Sehingga diperpanjang lagi dan lagi," imbuhnya.
Oleh karena itu, dia melanjutkan hal ini harus nantinya harus diperhatikan dan menjadi pekerjaan rumah (PR) bagi pengurus Sema-u dan Dema-u periode selanjutnya.
"Mereka harus bisa membangkitkan semangat dan minat berorganisasi dari mahasiswa untuk mencegah terjadinya keterlambatan dalam proses Pemilwa di kemudian hari. Terutama minat mahasiswa memgikuti organisasi intra (dalam) kampus," katanya.
Kedua, Dia juga menjelaskan Peraturan Organisasi Kampus (POK) juga bisa menjadi penyebab berikutnya. Seperti diketahui, dalam POK UIN SSC, calon pengurus Sema-u dan Dema-u harus mahasiswa semester 7 yang nota bene sedang memiliki fokus membuat skripsi dan segala persyaratan kelulusan lain.
POK itu menurutnya menjadi penyebab sedikitnya mahasiswa yang daftar menjadi pengurus Sema-u dan Dema-u.
"Sehingga POK yang mengatur tentang kriteria calon pengurusnya ke depan harus diperbaiki. Tujuannya supaya para mahasiswa yang berminat menjadi pengurus Sema dan Dema semakin meningkat," lanjut Prof. Hajam.
"Bila perlu yang menjadi pengurus Sema dan Dema adalah mahasiswa yang semesternya di bawah 7. Seperti mahasiswa semester 6 misal atau lain-lain," sambungnya.
Adapun ketika ditanya apakah peraturan kampus yang mengharuskan mahasiswa lulus tepat waktu juga mempengaruhi minat mahasiswa dalam berorganisasi (yang kemudian mempengaruhi segala aktivitas pemilihan mahasiswa di kampus), dia tidak yakin hal itu mempengaruhi.
"Memang bisa saja, tetapi peraturan itu bertujuan untuk kebaikan mahasiswa. Jadi yang paling mempengaruhi mungkin tadi, masalah POK dan edukasi tentang pentingnya berorganisasi," tutupnya.
Penulis: Annita Syariach
Editor: Ega Adriansyah
Gedung Fakultas Dakwah dan Komunikasi Islam
Cirebon, LPM FatsOeN - Alamul Iman resmi menjabat sebagai Ketua Umum Dewan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Dakwah dan Komunikasi Islam (Dema FDKI) setelah dilantik pada Selasa 20 Februari 2024. Iman terpilih karena tidak ada kandidat lain yang mendaftarkan diri.
Dalam wawancaranya pada Rabu (21/02), Iman menyampaikan ada kecemasan tersendiri setelah dirinya dilantik menjadi Ketua Umum Dema. Kecemasan ini kemudian akan menjadi Pekerjaan Rumah (PR) baginya ketika menjabat. Dia mencatat, minat mahasiswa untuk menjadi bagian dari organisasi Dema semakin menurun.
"Jumlah anggota pengurus Dema FDKI mengalami penurunan dari 26 anggota menjadi 25 anggota, menunjukkan adanya penurunan minat mahasiswa terhadap organisasi ini," katanya.
Sebagai langkah awal untuk mengatasi kecemasannya dan lainnya, dalam waktu dekat Iman berencana menggelar Rapat Kerja (Raker) dan pertemuan dengan demisioner Dema FDKI.
"Tujuannya tidak lain untuk menguatkan silaturahim antar pengurus Dema dengan demisioner serta membahas program kerja Dema FDKI ke depan (untuk mengatasi masalah minat organisasi tadi dan lainnya)," kata Imam.
Dia berharap, dengan langkah ini, silaturahim dengan orang yang lebih berpengalaman, dia bisa mendapatkan ilmu dan wawasan untuk nantinya bisa mengawal Dema mencapai semua menjadi tujuan organisasi, baik untuk mahasiswa, untuk fakultas atau kampus.
"Minta doanya saja semoga yang disemogakan tersampaikan bareng-bareng untuk FDKI dan fakultas. Semoga tuntas dan tamat," pungkasnya.
Sebelum terpilih menjadi Ketua Umum Dema FDKI, Muhamad Alamul Iman sebelumnya menjadi Ketua Pelaksana Panitia Pemilihan Mahasiswa Fakultas (PPM-F). Iman menegaskan bahwa pencalonannya sebagai Ketua Umum Dema FDKI bukan hasil keterpaksaan, melainkan murni atas keinginan pribadinya.
"Murni atas keinginan pribadi," imbuhnya.
Iman telah mengundurkan diri dari jabatan ketua pelaksana (PPM-F) dan posisinya digantikan oleh Sulthon Azizan Zanuar yang kemudian menjabat sebagai ketua pelaksana (PPM-F) baru.
Penulis: Zakariya Robbani
Editor : Ega Adriansyah
Spanduk Aksi Kamisan di depan FUA
Cirebon, LPM FatsOeN - Tingkatkan kesadaran mahasiswa dan sivitas akademika tentang kasus pelanggaran HAM, Dewan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ushuluddin Adab (Dema FUA) menggelar aksi Kamisan pada Kamis, (21/02/2024).
Aksi itu digelar karena Dema FUA merasa terpanggil oleh kasus pelanggaran HAM yang terjadi di masa lampau dan terangkat kembali ke hadapan khalayak menjelang Pilpres 2024 kemarin.
Aksinya diharapkan bisa menjadi bahan refleksi bagi semua mahasiswa dan sivitas akademika Fakultas Ushuluddin dan Adab di tengah transisi yang terjadi di lingkungan fakultas.
Dema FUA sendiri menyerukan kepada seluruh mahasiswa FUA untuk ikut serta dalam aksi Kamisan ini. Selain itu, Dema FUA juga menggandeng mahasiswa FDKI untuk bersama-sama mengikuti aksi tersebut.
Meskipun aksinya dilakukan oleh Dema FUA dengan menggandeng mahasiswa FDKI, aksinya tetap tidak menutup mahasiswa di luar FUA dan FDKI untuk ikut. Aksinya bersifat terbuka untuk seluruh masiswa IAIN syekh Nurjati Cirebon.
Dalam aksi tersebut, Dema FUA menginstruksikan agar seluruh mahasiswa yang mengikuti menggunakan pakaian serba hitam. Karena aksi Kamisan itu mengusung tema "Kamis Hitam".
Setelah menggelar aksi pada pagi dan siang hari di depan FUA, aksi akan dilanjutkan pada sore hari dengan agenda berkumpul dan menggelar hal serupa di depan rektorat.
Penulis: Makhmudah Amalia
Editor: Ega Adriansyah
Pertemuan Formatur UKM/UKK dengan Wakil Rektor III
Cirebon, LPM FatsOeN - Prof. Dr. Hajam, M.Ag selaku Wakil Rektor III bidang kemahasiswaan, angkat bicara terkait keresahan formatur ketua umum Unit Kegiatan Mahasiswa/Khusus (UKM/UKK) melalui pertemuan dengan formatur ketum UKM-UKK di Gedung Rektorat pada Rabu, (21/2).
Beliau menyanggupi untuk pelantikan UKM-UKK segera dilaksanakan sebelum bulan puasa. Karena keluhan dan keresahan formatur terkait dampak yang menghambat kegiatan UKM-UKK juga dikhawatirkan olehnya. Bahkan ia tidak masalah jika Sema dan Dema Institut harus dilangkahi pelantikannya.
"Kalau Pak Hajam, besok juga bisa," ujar Pak Hajam ketika ditanya kepastian fiksasi tanggal pelantikannya.
Namun beliau memberi catatan mesti ada persetujuan dari pihak Rektor selaku atasannya. Kemungkinan besar dilaksanakannya pelantikan UKM-UKK yakni minggu depan pada tanggal (26/2). Perkiraan tersebut sekalian menunggu persetujuan dari Rektor.
Warek III juga menyerahkan kepanitiaan mempersiapkan pelantikan kepada para formatur ketum UKM-UKK. Karena justru UKM-UKK lah yang harus membantu Panitia Pemilihan Mahasiswa Universitas (PPMU). Mengingat permasalahan Sema dan Dema tahun lalu cukup rumit.
Untuk mensiasati permasalahannya, ia menekan para mahasiswa yang memangku jabatan di ormawa kampus harus menyelesaikan periode jabatannya. Utamanya bagi para ketua umumnya, jangan sampai menyelesaikan sidang ketika jabatannya belum usai.
Selain itu ia memberi pesan kepada UKM-UKK untuk ikut berperan sebagai organisasi yang menyelipkan unsur moderasi beragama, kurikulum merdeka, dan mensosialisasikan undang-undang anti kekerasan seksual.
Penulis : Raihan Athaya Mustafa
Beberapa Formatur Ketua Umum UKM UINSSC
Cirebon, LPM FatsOen - Beberapa formatur Ketua Umum Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) UINSSC mengadakan pertemuan. Diantaranya Forum Kajian Kitab Kuning (FK3), Hay'atu Tahfidzil Qur'an (HTQ), Korpos Protokoler Mahasiswa (KPM), Lembaga Dakwah Mahasiswa (LDM), Lembaga Pers Mahasiswa (LPM), UKM SNJ Basket, dan Mahapeka.
Pertemuan ini diinisiasi oleh Salman dan Fadhil selaku formatur ketua umum FK3 dan HTQ. Kedua UKM keagamaan tersebut sangat terkena dampak atas agenda pelantikan yang terus diundur. Utamanya program kerja atau kegiatan yang akan diadakan pada bulan Ramadhan.
"Kalau sudah mepet bulan Ramadhan (pelantikan) itu, yaudah kegiatan UKM keagamaan dan UKM lainnya tidak akan ada," Ujar Salman.
Seperti kegiatan kajian pasaran (kitab kuning) dari UKM FK3 yang akan diadakan dari awal Ramadhan. Kemudian acara perlombaan yang biasa diadakan UKM HTQ pada bulan Ramadhan. Kedua kegiatan tersebut jelas penting bagi ukm yang bergerak di bidang keagamaan.
Selain itu UKM lainnya, seperti Mahapeka juga akan mengadakan acara besar lima tahunan yang membutuhkan persiapan dari awal kepengurusan. Artinya ukm membutuhkan rapat kerja internal dalam merumuskan program kerja dan kegiatan selama satu periode secara matang.
Pertemuan ini juga menjadi langkah awal untuk melanjutkan ke tahap perbincangan dangan Wakil Rektor III yang mempunyai wewenang terhadap UKM dan UKK di UINSSC. Perbincangan tersebut rencananya akan dilakukan pada hari Rabu (21/2).
Kemudian, beberapa formatur ketua umum ini mengharapkan pelantikan dilaksanakan pada bulan februari atau paling telat tanggal 4 Maret. Karena jika rencana yang diinformasikan Ketua Pelaksana Panitia Pemilihan Mahasiswa Universitas benar terjadi, yakni tanggal 12 Maret, akan menghambat UKM dan UKK.
Penulis: Raihan Athaya Mustafa
Picture by: @/11hr11minv2 on X
Dalam taman kehidupan, aku memilih memetik bunga yang mekar,
Menjaga kebun hati dari angin yang beracun, menyembunyikan luka yang tak terlihat.
Toksin yang mengalir dalam kata-kata berduri,
Aku membuat pagar, menjauh dari mereka yang meracuni udara.
Batas yang aku hiasi dengan batu kehati-hatian,
Membawa hening, menyembunyikan luka, dan mengepulkan asa.
Dalam bayang keheningan, kukenang langkah-langkah yang berdebar,
Menahan detak jantung yang bergoncang, menyembuhkan luka-luka cemas.
Di balik tembok yang teguh, kesehatan mentalku bersemi,
Menyirami bunga-bunga rindu akan kedamaian, merayakan kebebasan dari kecemasan yang menyiksaku.
Dalam kecilnya tubuh yang hampir tak terlihat, ia adalah goresan kehidupan,
Orang-orang menilainya sebagai musibah semesta, tapi benarkah itu kebenaran yang abadi?
Melangkah di tengah cercaan sebelah kanan, pukulan sebelah kiri, dan tamparan dari depan,
Tubuh yang rapuh tak sengaja terjatuh, dan semua menertawakannya, adakah kekejaman dalam tawa itu?
Hatinya yang rapuh terasa setengah hancur, tetapi siapakah yang bersedia memungut serpihan-serpihan itu?
Mungkin ada seseorang yang sudi, yang melihat keindahan dalam langkah-langkah kecilnya, mengumpulkan sejumput harapan dalam sunyi.
Penulis: Tina Lestari
Copyright Foto: Internet
Ditengah masa tenang pemilu sebuah tayangan film "Dirty Vote" Berhasil mencuri perhatian. Film ini adalah panggilan bagi masyarakat Indonesia untuk membuka mata dan memahami realitas politik yang tidak selalu terlihat di permukaan. Dalam durasi hampir dua jam, tiga pakar hukum tata negara, yakni Feri Amsari, Bivitri Susanti, dan Zainal Arifin Mochtar, menggali berbagai dugaan kecurangan dan intrik politik yang mungkin terjadi dalam konteks Pemilu 2024.
Pertama-tama, film ini membahas tentang ambisi Pilpres satu putaran. Menurut Undang-Undang, paslon yang ingin memenangkan Pilpres harus memperoleh lebih dari 50%+1 suara dan menang di minimal 20 provinsi.
"Dirty Vote" menyoroti sebaran suara di Pulau Jawa, Sumatra, dan Papua, dengan penekanan khusus pada Papua yang memiliki pengaruh signifikan dalam hasil Pemilu, sebab Papua baru dimekarkan pada tahun 2022 menjadi 6 Provinsi langsung bisa dianggap memilih pada tahun 2024 ini, padahal perbandingan dengan Provinsi Kalimantan Utara yang dimekarkan pada tahun 2013 tidak dianggap provinsi baru dan belum bisa memilih sampai 2019. Pengaruh Tito Karnavian, yang dianggap sebagai 'Orangnya Jokowi', di Papua menjadi sorotan utama, memunculkan dugaan kecurangan dan keberpihakan.
Kedua, film ini mengupas keberpihakan Presiden Jokowi dan menteri-menterinya dalam proses kampanye. Temuan mengenai kampanye terselubung dari sejumlah menteri dan wakil menteri, yang dianggap melanggar prinsip netralitas dan menggunakan fasilitas negara, menimbulkan pertanyaan serius tentang integritas politik dalam negeri.
Ketiga PJ Kepala Daerah, fokus pekerjaan menteri dalam negeri Tito Karnavian juga menjadi sorotan film. Penunjukan para PJ ini, tanpa melalui pemilihan umum, mengundang pertanyaan tentang netralitas mereka. Proses penunjukan yang dinilai maladministrasi dan keberpihakan terhadap paslon tertentu menggambarkan realitas politik yang seringkali memprihatinkan.
Selain itu, "Dirty Vote" juga mengungkapkan masalah dalam lembaga seperti Bawaslu dan KPU. Para ahli dalam film menyoroti proses seleksi komisioner Bawaslu, kegagalan Bawaslu dalam mengawasi Pemilu, serta pelanggaran etik dan ketidakpatuhan KPU terhadap putusan Mahkamah Konstitusi. Hal ini menimbulkan keraguan terhadap keselamatan dan keamanan Pemilu yang adil dan transparan.
Dengan menyajikan rangkuman singkat sejumlah temuan dalam film, seperti gabungan suara di Sumatera, kasus penyelewengan dana desa, pelanggaran etik ketua KPU, serta berbagai pelanggaran dan kontradiksi di Mahkamah Konstitusi, "Dirty Vote" memberikan pemahaman yang lebih dalam tentang kompleksitas politik Indonesia.
Film ini juga menantang penontonnya untuk bertanya lebih dalam, menggali fakta, dan mengembangkan pemahaman yang lebih kritis tentang sistem politik yang mereka hadapi. Dengan demikian, "Dirty Vote" tidak hanya sekadar film, tetapi juga panggilan untuk perubahan dan keadilan dalam dunia politik Indonesia. Film ini diharapkan menjadi pemicu bagi masyarakat untuk terlibat lebih aktif dalam memperjuangkan demokrasi yang sehat dan transparan di tanah air menjelang pencoblosan 14 Februari nanti.
Penulis Tina Lestari
Sebelumnya, merespon kebutuhan pembiayaan pendidikan di Indonesia, Menteri Keuangan Sri Mulyani menyampaikan bahwa Dewan Pengawas Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) sedang mengkaji skema pinjaman sebagai alternatif pembiayaan pendidikan bagi mahasiswa.
Meski begitu, Sri Mulyani menyadari bahwa skema ini mempunyai potensi tantangan tersendiri dalam jangka panjang. Seperti di Amerika Serikat, dimana skema pinjaman kuliah semacam ini malah menjadi beban finansial bagi mahasiswa di kemudian hari. Terutama bagi mahasiswa yang ketika lulus tidak langsung memiliki pekerjaan, punya kebutuhan lain, tetapi wajib mengembalikan pinjaman biaya pendidikan saat kuliah.
Sri Mulyani menyampaikan, dalam hal ini dibutuhkan sebuah desain atau skema pinjaman yang lebih bagus dan mampu menjawab berbagai tantangan yang tersebut di atas. Termasuk agar pengembalian biaya pinjaman itu terjangkau, tidak memberatkan mahasiswa, mencegah penyimpangan dan mengakomodir kelompok mahasiswa yang kurang mampu.
Dalam pandangan mahasiswa, seperti misalnya Adelia, seorang mahasiswa salah satu perguruan tinggi di Jakarta, skema pembiayaan pendidikan yang dicanangkan pemerintah sebetulnya tidak menyelesaikan masalah.
"Skemanya hanya menunda dan memindahkan masalah finansial mahasiswa dari pra-kuliah ke pasca-kuliah," ungkapnya.
Menurutnya, mahasiswa yang ketika lulus sudah bekerja pun belum tentu memiliki gaji yang cukup untuk membayar hutang kuliah serta memenuhi kebutuhan hidup mereka.
"Hal ini (tentu) memunculkan kekhawatiran bahwa student loan mungkin tidak sesuai dengan kondisi ekonomi dan lapangan kerja di Indonesia," lanjutnya.
Di tempat lain, beberapa pihak juga menyatakan kekhawatiran yang serupa terhadap skema pembiayaan pendidikan student loan ini. Seperti yang disampaikan oleh Dimas, seorang aktivis pendidikan dari Jakarta.
Dia merasa bahwa skema yang ditawarkan pemerintah itu malah akan menguntungkan pihak pemberi pinjaman ketimbang mahasiswa. Sebab bunga yang seharusnya menjadi sumber pendanaan bagi pemerintah malah berpotensi menjadi beban tambahan bagi mahasiswa.
Dia lebih setuju apabila bunga tersebut dialokasikan penuh untuk mahasiswa. "Lebih baik bunga tersebut dialokasikan untuk memenuhi kebutuhan mahasiswa, seperti beasiswa atau program bantuan keuangan lainnya. Pemerintah perlu bijak dalam mengatasi masalah ini agar tidak menimbulkan masalah finansial baru bagi generasi muda," ujar Dimas.
Dengan berbagai tantangan dan pandangan mahasiswa atau pelaku pendidikan yang akan merasakan alternatif ini, pemerintah diharapkan dapat melakukan evaluasi mendalam sebelum mengambil keputusan terkait penerapan kebijakan student loan di lingkungan pendidikan Indonesia. Pertimbangan antara upaya membantu mahasiswa dan menjaga stabilitas finansial mereka di kemudian hari (setelah lulus) menjadi kunci kesuksesan implementasi skema ini di Indonesia.
Penulis: Tina Lestari
Editor: Ega Adriansyah
Tanggerang Selatan, LPM FatsOeN - Sivitas akademika Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta menginisiasi 'Forum Terbuka' sebagai respon atau pernyataan sikap tegas terhadap pelanggaran kode etik yang terjadi dalam penyelenggaraan pemilu 2024. Forum itu digelar pada Senin (5/2), di Landmark UIN Jakarta bersama para mahasiswa dan alumni UIN.
Seorang mahasiswa yang ikut dalam forum tersebut mengatakan, presiden dan jajarannya sudah terlalu jauh turut campur dalam proses penyelenggaraan pemilu. Padahal, dalam undang-undang atau aturan negara, presiden dianjurkan untuk netral.
"(Presiden) Sudah terlalu jauh offside-nya, kalau tidak ada yang memperingati, tidak ada yang mempeluit, bahaya untuk ke depannya," ujar Azhim, nama mahasiswa tersebut.
Menurutnya, pelanggaran-pelanggaran etik dalam pemilu saat ini harus dihentikan. Terlebih oleh pelakunya seperti presiden dan lain-lain. Hal ini bukan semata-mata untuk tujuan elektoral atau menggembosi suara salah satu pasangan calon (paslon) presiden dan wakil presiden yang menjadi sorotan dalam kasus-kasus pelanggarannya.
"Tapi atas dasar keresahan (sivitas akademika), mahasiswa, alumni, bahkan masyarakat. Jika tidak dicegah (atau dihentikan), pasti akan berpengaruh buruk pada kestabilan (politik dan sosial) di lingkungan masyarakat," lanjutnya.
Pelanggaran kode etik yang membuat resah sendiri meliputi keberpihakkan presiden, menteri dan Aparatur Sipil Negara (ASN) kepada salah satu paslon, dan perihal keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang kontroversial dan membuat ketuanya dipecat dari MK karena terbukti melanggar aturan etika ketika diproses oleh Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK).
Selain itu, Azhim juga menanggapi para mahasiswa yang terafiliasi sebagai pendukung paslon 02. Tanpa mengurangi rasa hormat dan prefensi atau hak pilih politik seseorang, ia bertanya landasan apa yang membuat mahasiswa memilih calon pemimpin yang mempunyai rekam jejak pelanggaran HAM dan etik.
"Apa landasan para mahasiswa yang membuat mereka memilih calon pemimpin (negeri) yang mempunyai rekam jejak pelanggaran HAM (dan etik)?"
Menutup keterangannya ketika diwawancara oleh reporter LPM FatsOeN, dia mengutip sebuah kalimat yang populer dan keluar dari mulut seorang tokoh pahlawan Indonesia yang namanya masyhur, yakni Tan Malaka.
"Idealisme adalah kemewahan terakhir yang hanya dimiliki anak muda." Imbuhnya.
Penulis: Raihan Athaya
Editor: Ega Adriansyah
Dalam sosialisasi tersebut, PPMU mengundang ketua Senat Mahasiswa (Sema) untuk memberikan sambutan dan arahan kepada mahasiswa UIN SSC agar turut berpartisipasi dan mengawasi penyelenggaraan pemilwa yang akan dilaksanakan bulan ini.
Pemilwa diadakan untuk menjaring ketua Senat Mahasiswa (Sema) dan Dewan Eksekutif Mahasiswa (Dema) yang baru. Pemilwa kali ini akan digelar secara online.
Agam, ketua Sema UIN SSC periode 2023-2024 mengatakan, digelarnya Pemilwa secara online tidak lain karena itu merupakan pilihan yang paling baik. Selain karena perkuliahan belum aktif, hal itu juga bertujuan untuk meminimalisir hal-hal yang tidak diinginkan.
"Kalau saya sudah mengkajinya ini sudah ada hal-hal yang tidak bisa dilakukan, kita sudah mempunyai alternatif-alternatif baik itu, digital untuk pemungutan suaranya, untuk meminimalisir hal-hal yang tidak diinginkan," ujarnya.
Adapun terkait aturan-aturan dalam penyelenggaraan pemilwa yang dimaksudkan supaya penyelenggaraannya berjalan baik dan demokratis, dia mengatakan masih butuh waktu untuk menyusun atau mengkajinya.
"Saya kira untuk membuat peraturan-peraturan (terkait pemilwa), kita harus membutuhkan waktu yang panjang, dan saya tidak mau menyalahi soal aturan itu," ungkapnya.
Rangkaian pelaksanaan pemilwa 2024 sendiri akan meliputi sosialisasi pemilwa pada tanggal 5 Februari 2024, pendaftaran anggota Sema dan pasangan calon ketua dan wakil ketua Dema tanggal 6–9 Februari 2024, verifikasi berkas calon tanggal 11 Februari 2024, dan wawancara calon tanggal 12 Februari 2024.
Untuk penetapan pasangan calon ketua dan wakil ketua Dema diagendakan digelar pada tanggal 13 Februari 2024, kampanye monologisnya tanggal 14–17 Februari 2024, debat kandidat tanggal 16 Februari 2024, penetapan anggota Sema tanggal 17 Februari 2024, dan Musyawarah Sema (Musema) dan Musyawarah Dema (Mudema) tanggal 18 Februari 2024.
Bagi yang ingin mendaftar sebagai anggota Dema, pendaftarannya bisa dilakukan tanggal 20–22 Februari 2024. Untuk kemudian diverifikasi pada tanggal 23 Februari 2024 dan ditetapkan sebagai anggota Dema tanggal 24 Februari 2024.
Pengajuan Surat Keputusan (SK) Sema dan Dema sendiri akan dilakukan tanggal 26 Februari 2024. Adapun pelantikannya, pelantikan Sema, Dema dan Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) /Unit Kegiatan Khusus (UKK) serta Serah terima jabatan (Sertijab) tanggal 4 Maret 2024.
Penulis: Zakariya Robbani
Editor: Ega Adriansyah