Sumber: Wikipedia
Hamlaman Teras Keraton Kasepuhan Cirebon
Cirebon - Cirebon itu dahulunya menjadi pelabuhan pesisir pantai Utara Jawa, saat itu Cirebon merupakan bagian dari kerajaan Galuh. Dahulu disebut kebon pesisir, dan di situ terdapat perkampungan yang dipimpin oleh Ki Gendeng Alang-alang atau Ki Danusela, itu sekitar tahun 1445. Selanjutnya Cirebon berkembang menjadi perkampungan besar setelah datangnya Putra mahkota Pajajaran, Pangeran Cakrabuana, yang menjadi Kuwu kedua menggantikan Ki Gendeng Alang-alang.
Pangeran Cakrabuana nama aslinya yaitu Walangsungsang anaknya Prabu Siliwangi dan Nyai Subanglarang. Subanglarang sebelum meninggalnya berwasiat bahwa Walangsungsang harus pergi ke Cirebon untuk menyebar Islam di sana. Setelah meninggalnya Subanglarang, Prabu Siliwangi berubah menganut agama terdahulu.
Hal tersebut membuat Walangsungsang pergi meninggalkan istana Pakuan. Dalam perjalanannya, ia bertemu dengan Ki Danuwarsih dan mempersunting anak perempuannya yaitu Nyi Endang Geulis. Singkat cerita, adiknya, Rara Santang menyusul Walangsungsang dalam perjalanannya. Mereka bertiga kemudian berguru kepada Syekh Nurjati, di daerah Amparan Jati.
Walangsungsang dan Rara Santang kemudian pergi berhaji. Di Makkah, adiknya dipersunting dengan Sultan Abdullah Umdatuddin. Dari pernikahan mereka maka lahirlah Syarif Hidayatullah dan Syarif Nurullah. Syarif Hidayatullah kelak akan menyebarkan Islam di pulau Jawa sekaligus anggota wali songo (sunan gunung jati) dan anak kedua yaitu Syarif Nurullah yang akan melanjutkan pemerintahan ayahnya. Kemudian Syarif Hidayatullah menjadi bagian dari sembilan wali songo dan menikah dengan anak Pangerang Cakrabuana, Nyi Pakung Wati. Setelah pangeran Cakrabuana meninggal, Sunan Gunung jadi naik tahta dan mendirikan Kesultanan Cirebon yang menjadi negara berdaulat.
Masa kepemimpinan Sunan Gunung Jati merupakan kejayaan bagi Kesultanan Cirebon, karena wilayahnya meliputi Jawa Barat dan Banten. Kesultanan Cirebon atas bantuan Demak juga berhasil mengusir Portugis dari Sunda Kelapa pada p1527. Tokoh paling menonjol pada pertempuran tersebut adalah Fatahillah.
Pangeran Fatahillah kemudian diangkat menjadi menantu, setelah menikahi anak Sunan Gunung Jati. Pemerintahan Sunan Gunung Jati usai, dan digantikan anaknya Pangeran Pesarean, namun Pangeran Pesarean meninggal karena konflik di Demak. Akhirnya pemerintahan dilanjut oleh anaknya, Pangeran Swarga, cucu Sunan Gunung Jati.
Pangeran Swarga menikah dengan Nyi Mas Wanawati Raras, anak Pangeran Fatahillah. Pada saat memerintah Cirebon Pangeran Swarga mengalami sakit-sakitan, sehingga mertuanya Fatahillah menggantikan posisinya sebagai “wali” dalam menjalankan kekuasaan selama ia hidup. Kemudian pada tahun
1565 M, Pangeran Swarga meninggal dunia dan Fatahillah kemudian yang menggantikan Pangeran Swarga menjadi wakil bidang pemerintahan Sunan
Gunung Jati sampai Sunan Gunung Jati meninggal dunia pada tahun 1568 M.
Setelah pemerintahan Fatahillah selesai, kemudian anak Pangeran Swarga, yakni Panembahan Ratu I naik takhta memerintah Cirebon. Panembahan Ratu I wafat kemudian digantikan oleh cucunya memerintah Cirebon, yakni Panembahan Girilaya.
Pada masa Panembahan Girilaya, Cirebon diapit dua kekuatan besar yang kerap kali konflik, yakni Banten dan Mataram. Cirebon menjadi penengah diantara dua kekuatan besar itu. Suatu ketika Panembahan Girilaya diundang ke Mataram beserta dua anaknya Pangeran Martawijaya dan Pangeran Kertawijaya. Singkat cerita mereka tidak dibolehkan pulang ke Cirebon, lantas Cirebon mengalami kekosongan kekuasaan, dan Banten mengangkat anak bungsu Panembahan Girilaya, yakni Pangeran Wangsakerta untuk memerintah sementara.
Setelah konflik usai, Panembahan Girilaya wafat dan dimakamkan di Mataram, sementara kedua anaknya dipulangkan dan memunculkan konflik di Cirebon.
Karena kakak beradik itu ingin menjadi pemimpin semua, jadi atas usulan dari Kesultanan Banten, Kesultanan Cirebon dipecah menjadi dua bagian, yaitu Kesepuhan dan Kanoman. Pangeran Martawijaya menjadi sultan kesepuhan dan adiknya pangeran Kertawijaya menjadi sultan di kanoman.
Sementara itu, Kacirebonan dibentuk pada tahun 1808 didirikan oleh pangeran Anom, yang merupakan keturunan Sultan Kanoman. Pangeran Anom adalah orang yang paling menolak keras atas kehadiran Belanda (VOC) di Cirebon. Pangeran Anom disekap oleh antek-antek VOC dan dibuang ke Ambon. Setelah beberapa tahun, pangeran Anom kembali ke Cirebon, dan ternyata sudah ada pergantian tahta. Lalu pangeran Anom ini membuat keraton sendiri yang bernama keraton Kecirebonan.
Hingga saat ini keraton-keraton di Cirebon masih terjaga dan dilestarikan sebagai cagar budaya. Selain itu, sebagai tujuan wisata sejarah yang merupakan ikon kota Cirebon.
Penulis: Iswanto & Windi Astria (Anggota Magang)
Editor: Inggit Nurul Istifaedah
Posting Komentar