Ilustrasi: Alya Nurkhalizah
Vector R.A. Kartini.

Beberapa tahun setelah cultuurstelsel berakhir, seorang anak perempuan lahir. Anak perempuan itu lahir di Jepara dari hasil perkawinan seorang bangsawan dan seorang rakyat jelata. Anak kecil yang lahir itu bernama Kartini. Seorang perempuan yang kelak menjadi tokoh besar dan kisahnya abadi sepanjang sejarah bangsa Indonesia.

Saat Kartini lahir, tanah hindia masih dalam cengkeraman kolonialisme dan feodalisme. Karenanya, struktur sosial saat itu masih membedakan derajat manusia berdasarkan klasifikasi antara bangsawan dan rakyat jelata. Kartini mewarisi darah kebangsawanan dari ayahnya, dari sini ia memperoleh jiwa kepemimpinan. Ibunya mewarisi darah rakyat jelata dari sini ia memperoleh jiwa altruisme dan solidaritas kerakyatan. Dua jiwa inilah yang kemudian mempengaruhi jalan terjal perjuangan Kartini menapaki emansipasi.

Kartini tumbuh dan besar dalam konteks zaman peralihan dari kolonialisme tua menjadi kolonialisme modern, di mana gerakan kaum liberalisme eropa sedang gencar-gencarnya mengampanyekan pemindahan kekuasaan ekonomi dari para monarki kepada para pemodal kapitalis partikelir. Kelak, kemenangan faksi liberal ini melahirkan sistem politik etis belanda di tanah Hindia. 

Pijar api modernisme yang mulai muncul saat itu, berhasil ditangkap oleh ayah Kartini. Pikirannya saat itu telah bercampur-baur antara moral feodal dengan moral modern. Meskipun, tak dipungkiri porsi modal feodalnya masih lebih banyak ketimbang modernismenya. Akan tetapi, hal ini telah membukakan jalan pikirannya untuk memberikan pendidikan formal kepada anak-anaknya termasuk anak-anak perempuannya. 

Kartini beruntung, pentingnya pendidikan yang mulai disadari ayahnya telah membukakan jalan untuknya dalam mengenyam bangku persekolahan. Meskipun hanya sampai pada taraf pendidikan tingkat dasar, dari sinilah Kartini mulai mempelajari bahasa belanda dan bertemu dengan banyak pikiran. Dari sikap ayahnya ini pula membuat kecintaan Kartini terhadap ayahnya teramat besar. 

Dalam usia yang terbilang masih muda, Kartini telah mampu merepresentasikan pemikirannya. Mula-mula ia hanya mengungkapkan kesedihan-kesedihannya terhadap kesengsaraan yang diderita oleh rakyat. Seiring kematangannya dalam berpikir, ia kemudian mampu memberikan gagasan juga sikapnya atas penderitaan rakyatnya itu. Perasaan dan gagasan ini, ia tumpahkan dalam bentuk tulisan-tulisan. Melalui guratan penanya, Kartini memilih jalan perjuangannya, yakni menjadi seorang juru tulis. 

Tulisan-tulisan yang ia buat, tidak lain sebagai tugas sosialnya berkontribusi mengangkat derajat rakyatnya. Tulisan-tulisan ini banyaknya berbentuk surat yang seringkali ia kirimkan kepada teman-teman dan kenalannya, di antaranya ialah seorang sosialis belanda dan ada pula seorang liberalis. Kelak, kenalan liberalisnya ini mengkhianati Kartini dengan memanfaatkan tulisannya untuk memuluskan politik etis belanda.

Kendatipun, Kartini seorang penulis yang cukup produktif, potensinya dalam tulis-menulis ini kerap terbatasi oleh status kebangsawanannya. Ia tidak menyenangi budaya feodal, namun ia mencintai ayahnya. Kecintaan terhadap ayahnya inilah yang membuat Kartini kerap berhati-hati dalam menulis, terutama ketika menyinggung persoalan feodalisme beserta kebobrokannya. Karena Kartini tak mau ayahnya hancur karena tulisan-tulisannya sendiri. 

Seperti itulah cerita singkat tentang Kartini. Perjuangan dalam meningkatkan derajat rakyatnya yang ia kerjakan sebagai tugas sosialnya meskipun dengan segala keterbatasan dan dengan kerangkeng budaya feodal yang melilit jiwanya Ia tetap bersiteguh, bersikukuh, bahkan bersitegang dengan kesenjangan-kesenjangan sosial yang ada.

Cakupan persoalan yang ada dalam benak pikiran Kartini, tak terbatas pada satu persoalan saja. Banyak persoalan sosial yang ia tumpahkan melalui tulisan-tulisannya. Sekali lagi, hal ini ia tujukan semata-mata untuk meningkatkan harkat dan martabat kondisi sosial-masyarakatnya.


Selamat Memperingati Hari Kartini

21 April 2023


Penulis: Adulfikri

Editor: Jiharka


Sumber: Wikipedia 
Hamlaman Teras Keraton Kasepuhan Cirebon

Cirebon - Cirebon itu dahulunya menjadi pelabuhan pesisir pantai Utara Jawa, saat itu Cirebon merupakan bagian dari kerajaan Galuh. Dahulu disebut kebon pesisir, dan di situ terdapat perkampungan yang dipimpin oleh Ki Gendeng Alang-alang atau Ki Danusela, itu sekitar tahun 1445. Selanjutnya Cirebon berkembang menjadi perkampungan besar setelah datangnya Putra mahkota Pajajaran, Pangeran Cakrabuana, yang menjadi Kuwu kedua menggantikan Ki Gendeng Alang-alang. 

Pangeran Cakrabuana nama aslinya yaitu Walangsungsang anaknya Prabu Siliwangi dan Nyai Subanglarang. Subanglarang sebelum meninggalnya berwasiat bahwa Walangsungsang harus pergi ke Cirebon untuk menyebar Islam di sana. Setelah meninggalnya Subanglarang, Prabu Siliwangi berubah menganut agama terdahulu. 

Hal tersebut membuat Walangsungsang pergi meninggalkan istana Pakuan. Dalam perjalanannya, ia bertemu dengan Ki Danuwarsih dan mempersunting anak perempuannya yaitu Nyi Endang Geulis. Singkat cerita, adiknya, Rara Santang menyusul Walangsungsang dalam perjalanannya. Mereka bertiga kemudian berguru kepada Syekh Nurjati, di daerah Amparan Jati.

Walangsungsang dan Rara Santang kemudian pergi berhaji. Di Makkah, adiknya dipersunting dengan Sultan Abdullah Umdatuddin. Dari pernikahan mereka maka lahirlah Syarif Hidayatullah dan Syarif Nurullah. Syarif Hidayatullah kelak akan menyebarkan Islam di pulau Jawa sekaligus anggota wali songo (sunan gunung jati) dan anak kedua yaitu Syarif Nurullah yang akan melanjutkan pemerintahan ayahnya. Kemudian Syarif Hidayatullah menjadi bagian dari sembilan wali songo dan menikah dengan anak Pangerang Cakrabuana, Nyi Pakung Wati. Setelah pangeran Cakrabuana meninggal, Sunan Gunung jadi naik tahta dan mendirikan Kesultanan Cirebon yang menjadi negara berdaulat. 

Masa kepemimpinan Sunan Gunung Jati merupakan kejayaan bagi Kesultanan Cirebon, karena wilayahnya meliputi Jawa Barat dan Banten. Kesultanan Cirebon atas bantuan Demak juga berhasil mengusir Portugis dari Sunda Kelapa pada p1527. Tokoh paling menonjol pada pertempuran tersebut adalah Fatahillah.

Pangeran Fatahillah kemudian diangkat menjadi menantu, setelah menikahi anak Sunan Gunung Jati. Pemerintahan Sunan Gunung Jati usai, dan digantikan anaknya Pangeran Pesarean, namun Pangeran Pesarean meninggal karena konflik di Demak. Akhirnya pemerintahan dilanjut oleh anaknya, Pangeran Swarga, cucu Sunan Gunung Jati. 

Pangeran Swarga menikah dengan Nyi Mas Wanawati Raras, anak Pangeran Fatahillah. Pada saat memerintah Cirebon Pangeran Swarga mengalami sakit-sakitan, sehingga mertuanya Fatahillah menggantikan posisinya sebagai “wali” dalam menjalankan kekuasaan selama ia hidup. Kemudian pada tahun 1565 M, Pangeran Swarga meninggal dunia dan Fatahillah kemudian yang menggantikan Pangeran Swarga menjadi wakil bidang pemerintahan Sunan Gunung Jati sampai Sunan Gunung Jati meninggal dunia pada tahun 1568 M.

Setelah pemerintahan Fatahillah selesai, kemudian anak Pangeran Swarga, yakni Panembahan Ratu I naik takhta memerintah Cirebon. Panembahan Ratu I wafat kemudian digantikan oleh cucunya memerintah Cirebon, yakni Panembahan Girilaya. 

Pada masa Panembahan Girilaya, Cirebon diapit dua kekuatan besar yang kerap kali konflik, yakni Banten dan Mataram. Cirebon menjadi penengah diantara dua kekuatan besar itu. Suatu ketika Panembahan Girilaya diundang ke Mataram beserta dua anaknya Pangeran Martawijaya dan Pangeran Kertawijaya. Singkat cerita mereka tidak dibolehkan pulang ke Cirebon, lantas Cirebon mengalami kekosongan kekuasaan, dan Banten mengangkat anak bungsu Panembahan Girilaya, yakni Pangeran Wangsakerta untuk memerintah sementara.

Setelah konflik usai, Panembahan Girilaya wafat dan dimakamkan di Mataram, sementara kedua anaknya dipulangkan dan memunculkan konflik di Cirebon.

Karena kakak beradik itu ingin menjadi pemimpin semua, jadi atas usulan dari Kesultanan Banten, Kesultanan Cirebon dipecah menjadi dua bagian, yaitu Kesepuhan dan Kanoman. Pangeran Martawijaya menjadi sultan kesepuhan dan adiknya pangeran Kertawijaya menjadi sultan di kanoman. 

Sementara itu, Kacirebonan dibentuk pada tahun 1808 didirikan oleh pangeran Anom, yang merupakan keturunan Sultan Kanoman. Pangeran Anom adalah orang yang paling menolak keras atas kehadiran Belanda (VOC) di Cirebon. Pangeran Anom disekap oleh antek-antek VOC dan dibuang ke Ambon. Setelah beberapa tahun, pangeran Anom kembali ke Cirebon, dan ternyata sudah ada pergantian tahta. Lalu pangeran Anom ini membuat keraton sendiri yang bernama keraton Kecirebonan. 

Hingga saat ini keraton-keraton di Cirebon masih terjaga dan dilestarikan sebagai cagar budaya. Selain itu, sebagai tujuan wisata sejarah yang merupakan ikon kota Cirebon.

Penulis: Iswanto & Windi Astria (Anggota Magang)

Editor: Inggit Nurul Istifaedah

Foto: canva.com
Ilustrasi Mengaji

Allaahumma nawwir quluubanaa bi tilaawatil qur'aan, wa zayyin akhlaaqonaa bijaahil qur'aan, wa hassin a’maalanaa bi dzikril qur'aan, wa najjinaa minan naari bi karoomatil qur'aan, wa adkhilnal jannata bi syafaa'atil qur'aan.

Artinya: “Ya Allah sinarilah hati kami sebab membaca Al-Qur'an, hiasilah akhlak kami dengan kemuliaan Al-Qur'an, baguskanlah amalan kami karena berdzikir lewat Al-Qur'an, selamatkanlah kami dari api neraka karena kemuliaan Al-Qur'an, masukkanlah kami ke dalam surga dengan syafa’at Al-Qur'an."

Hari Nuzulul Qur'an 17 Ramadhan 1441 H jatuh pada hari ini Jum'at, 7 April 2023 M. Fyi, Nuzulul Qur'aan atau Hari turunnya Al-Qur'an ini, turun setiap tanggal 17 Ramadhan, yap! Dalam ranah praksisnya, apakah kalian bingung menyikapi harus apa dalam rangka momentum hari turunnya Al-Qur'an ini? 

Mari, semenit lebih dekat membahas dan merefleksi diri dengan kiat-kiat berikut ini:

1. Mengunjungi surau terdekat

Dalam momentum Nuzul Al-Qur'an (Hari turunnya Al-Qur'an) ini, baiknya kita ndak hanya ndlongop melongok pada keseharian yang biasa-biasa saja. Buatlah, malam kali ini lebih berkesan daripada malam-malam biasanya dan semalam suntuk yang anda rasakan biasanya. Mulailah bergerak dan tergerak untuk selangkah lebih dekat dengan Rumah Allah. 

Berdiamdirilah di rumah Tuhanmu yang berkamuflase baik dalam bangunan-bangunan ringkih dan tak megah itu ataupun dalam bangunan yang biasanya, yang istimewanya dapat buatmu tenang ketika berada di dalamnya. Terakhir, ucaplah niat itikafmu itu—Tentunya, hindari perkataan dan perbuatan-perbuatan yang tidak senonoh, ya!


2. Mengaji Al-Qur'an dan Mengaji diri

Mengajilah walau ngajimu terbata-bata, terbolak-balik, terkotak-kotak, atau bagaimana pun bentuk dan model pengucapan ngajinya. Sementara, tidak ada yang dapat menyangkal bahwa kamu masihlah pelajar dan pembelajar dalam seumur hidup—Lifelong Learner-lah atau apapun itu sebutannya. Ibarat kata, Hiduplah dan mengajilah seolah engkau mati besok, dan belajarlah meng-kaji seolah-olah untukmu hidup selamanya. Semata-mata agar hidup ndak tersesat-tersesat amat dan ndak kufur-kufur amat, ya, kan?


3. Berpuasalah

Sebagaimana berpuasa di bulan puasa dihukumi wajib, ya!, dan berpuasa (~menahan) tidak lepas dari yang kelihatan dari luar saja, tetapi dari dalam juga. Seperti halnya kita menahan diri untuk tidak tergoda menghampiri warteg; nasi padang, dan jajarannya. Pun cobalah juga sesekali untuk otaknya tidak untuk diisi dengan yang maniez-maniez saja~ dan yang hanya makan-makan saja. Seperti halnya perkataan sufis dari Mahmud Syabistari dalam tiga tahap kematian sufi:

1. Dia mati setiap saat dari sifat duniawi. (Ia mematikan dirinya dari keinginan akan hasrat-hasrat dunia.)

2. Ketika kehendaknya telah hilang. (Ia menghilangkan kehendaknya menjadi kehendak-Nya.)

3. Ketika tubuh dan jiwanya terpisah. (keluarnya ruh dari tubuh).

Berpuasa mengajak kita untuk berzuhud sejengah dari hiruk-pikuk kebiasaan yang biasa kita lakukan di bulan selain Ramadan. Tidak lagi tertarik dari apa yang tertahan dalam diri sendiri dan mulai meletakkan segala kehendak yang ada; yang kita punya untuk memercayai apa-apa yang jadi kehendak yang diberikan-Nya pastilah berakhir baik. Setelah jalan jauh, tidak ada salahnya kita untuk mencoba 'pulang' dan berserah diri sejenak dari ke-hectic-an kita hari-hari belakangan ini. Lalu, setelahnya bolehlah dilanjut untuk mencoba ikhtiar; berusaha lagi.


4. Bersyukur

Tidak hanya mantan yang baru putus dengan doinya saja yang mesti kita syukuri. Namun, kita mesti bersyukur atas segala apa-apa hal kecil yang telah kita dapati selama ini. Kehendak-Nya mungkin lebihlah indah daripada perempuan bernama Indah. Alhamdulillah, atas segala apa yang telah terjadi dan yang tengah kita jalani hari ini,  semoga apa yang disemogakan tersemogakan. Ya Allah, yaa Rahim, lancarkanlah, ridailah kami, pertemukanlah kami dengan malam Lailatul Qadar, dan berilah kami segala akhir yang baik! Aamiin yra.


Wallahua'lam bisshowaab

Selamat memperingati Nuzulul Qur'an, Teman-teman!


Penulis: Jiharka

Foto: Zakaria Robbani
Potret Kegiatan Pesantren Damai di Pure Agung Jati Pramana pada (4/4)


Selasa, 4 April 2023 telah terselenggara acara Pesantren Damai di Pure Agung Jati Pramana, Kota Cirebon.

Pesantren Damai merupakan kegiatan yang berisi memberikan materi pesan damai antar umat beragama dan menumbuhkan toleransi. Sesuai dengan tajuk acara ini, yakni "Menebar Pesan Damai, Merawat Kebhinekaan dan Merajut Persaudaraan".

Acara ini diselenggarakan oleh Fahmina institut yang bekerja sama dengan Umat Lintas Iman. Hal ini mendapat respon positif dan antusiasme yang luar biasa dari para pemuda dan mahasiswa. Kurang lebih ada perwakilan dari 30 organisasi mahasiswa dan pemuda yang hadir pada acara tersebut. 

Acara ini digelar untuk menyuarakan keberagaman dan hidup gembira meskipun berbeda keyakinan. Menepis hal-hal intoleransi yang beredar pada saat ini. "Nah, pesantren damai ini memberikan pesan kepada kita semua bahwa saat ini kita perlu untuk ketem,; perlu untuk komunikasi, dan sebagainya di tengah arus informasi dan juga paham keagamaan yang ekstrem," kata Zainal Abidin selaku koordinator acara tersebut.

Umat Hindu yang menjadi tuan rumah pada acara ini sangat menghormati dalam menyambut para peserta, dengan mengajak dan memberi pengetahuan pada mereka mengenai bangunan-bangunan khas dari Hindu. Saat dimulainya acara, para audiens juga diperlihatkan penampilan Tari Pendet dari anak-anak di sana.

Penyampaian materi pada kegiatan ini adalah dari Dr. (HC) KH. Husein Muhammad atau yang kerap disapa dengan Buya Husein. Selain itu juga ada pemaparan dari Ketua Pasraman Pura Jati Pramana, I Wayan Suardika.

Menariknya setelah selesai penyampaian materi, para audiens yang muslim berbuka puasa bersama umat agama Hindu yang ada di sana. Hal ini menumbuhkan emosi positif pada audiens yang hadir, biasanya hanya dengan umat muslim kita berpuasa, tapi di acara ini kita berbuka puasa dengan umat agama lain.

"Itu menunjukkan kebersamaan kita. Ternyata mereka juga respek sama kita gitu, kita dihargai, kita dihormati," ujar Zainal Abidin. "Nah, dengan begitu kita tahu bagaimana mereka juga menghormati kita sehingga kita juga harus menghormati mereka. Karena satu sama lain perlu saling menghormati," tambahnya.

Adapun tujuan utama diselenggarakannya acara ini adalah untuk menumbuhkan semangat anak muda dalam menggelontorkan perdamaian dan toleransi. 

Sebenarnya acara ini adalah awal dari rangkaian acara selanjutnya yang diadakan di tempat berbeda. Pada tanggal 7 bertempat di Vihara Dewi Welas Asih, Kota Cirebon. Tanggal 8 di GKP Bhetesda, Majalengka. Tanggal 9 di Gereja Paska Keselamatan, Losari. Kemudian puncaknya diselenggarakan di Pondok Pesantren Darul Hijroh, Buntet, Kabupaten Cirebon.

Acara ini memiliki harapan agar Cirebon bisa menjadi basis keberagaman dan bisa ramah dalam perbedaan. "Ayo gerak bersama kita tidak harus ada konflik, kemudian kita baru berkumpul justru karena tidak ada konflik, kita harus terus merawat itu karena untuk menguatkan jangan sampai ada letupan letupan gitu," pungkas Zainal Abidin.


Penulis: Iswanto

Reporter: Iswanto, Zakaria Robbani

Editor: Aji