(Foto: KarakterUnsulbal.com)
Membicarakan tentang
ormek atau organisasi mahasiswa ekstra kampus tentu tidak akan pernah
habisnya,apalagi jika membicarakan bagaimana posisi ormek di kampus,
akhir-akhir ini wacana tentang ormek kembali menguat, penyebabnya adalah salah
satu postingan akun sosial media yang memposting tentang pelarangan atribut
organisasi ekstra kampus atau ormek di kampus.
Loh emang apa
salahnya jika ormek masuk kampus?
Sependek pengetahuan
saya (koreksi jika salah) tidak ada aturan yang secara eksplisit yang
menyebutkan tentang dilarangnya organisasi mahasiswa ekstra atau luar kampus
untuk masuk ke dalam kampus, jika ada pelarangan pun itu datang dari
kemendikbud melalui SK Dirjen dikti nomor 26/DIKTI/2002 tentang pelarangan
organisasi ekstra kampus atau partai politik dalam kehidupan kampus namun
aturan tersebut telah dicabut dan diganti dengan Peraturan menteri nomor 55
tahun 2018 tentang Pembinaan Ideologi Bangsa.
Dalam
Permenristekdikti nomor 55 tahun 2018 tersebut memperbolehkan organisasi
mahasiswa ekstra untuk masuk ke dalam kampus, justru menjadi aneh ketika
organisasi mahasiswa ekstra dilarang masuk kampus, kampus sebagai miniatur
negara dan ruang publik yang demokratis malah melarang mahasiswanya untuk berekspresi.
Sekarang bayangin
aja kalo mahasiswa dilarang masuk kampus hanya karena mereka ikut ormek, ntar
mereka kuliah dimana weyy mana sebagian pejabat kampusnya ikut ormek ntar yang
ngurus kampus siapa coba heuheu (emot nangis) hahahaha.
Oke balik lagi ke
topik tadi cuma bercanda hehe,
Saya kira yang jadi
masalah itu bukan boleh atau tidaknya ormek masuk kampus, tapi bagaimana kampus
harus menjadi sebuah ruang yang demokratis yang menghargai keberagaman dan
kebebasan berpendapat tanpa membedakan latar belakang organisasinya mau hijau,
merah,kuning, pink, biru,abu abu, oren atau hitam bahkan mahasiswa tanpa
afiliasi organisasi pun berhak mendapatkan kesempatan yang sama di kampus
baik dalam bidang akademik, pelayanan, sosial hingga politik.
Jangan sampai hanya
karena ada yang merasa dirinya mayoritas sehingga dengan mudahnya
mendiskriminasikan pihak minoritas, tidak boleh ada saling menjatuhkan semuanya
baik abu abu, merah, kuning, hijau semuanya berhak untuk berkompetisi,
berdinamika, berdemokrasi dan mendapatkan akses yang sama di kampus.
Oleh karena itu
sangat penting kampus menjadi ruang yang terbuka bagi siapa saja, hal ini
dapat dimulai melalui pejabatnya baik dalam tingkat rektorat hingga pengurus
ormawa paling bawah untuk membuka akses seluas-luasnya kepada berbagai macam
pihak tanpa membedakan latar belakang organisasinya termasuk kepada mahasiswa
tanpa afiliasi organisasi manapun, karena di depan kampus harusnya kita
semua sama.
Mungkin hal ini sulit untuk dilakukan tapi bukan berarti tidak mungkin bukan?
Penulis: "Fahmi Labibinajib/Selain suka nulis juga suka kamu"
Keren!
BalasHapusPosting Komentar