(Foto : Zakariya/ Anggota Magang LPM FatsOeN) |
Pagi yang cerah untuk kembali melaksanakan rutinitas
dan menghadapi realitas. Rohman, seorang mahasiswa semester enam, yang konon
disebut mahasiswa pertengahan yang sedang menghadapi quarter life crisis. Ia
seorang yang rajin pergi ke kampus saat masih perkuliahan masih offline.
Bahkan, meski libur, ia kadang sesekali pergi ke kampus, mungkin melepas rindu,
atau sekedar menghabiskan waktu.
Rohman yang selama ini baru merasakan kuliah secara
offline sepenuhnya selama satu semester, kembali mulai merasakan kuliah secara
offline setelah menunggu hampir 2 tahun. Meski tidak sepenuhnya, tapi akhirnya
ia bisa menikmati kembali fasilitas kampus, seperti kursi yang sudah lama
berdebu.
Kawan yang ia kenal dan akrab masih sedikit, bahkan
bisa dibilang hanya satu orang. Rohim. Ia kawan beda kota yang dipertemukan di
ruang kelas yang kadang ber-AC, kadang tidak. Berbincang intensif selama
perkuliahan awal semester dahulu. Dan untuk sekian tahun, ia baru lagi bertemu.
Meski begitu, Rohim selalu tau apa yang terjadi di kampus, meski ia sendiri
berada di rumahnya.
“Man, tau kantin baru enggak?” tanya Rohim, kawan
Rohman.
“Kantin KOPMA?” Rohman menanyakan balik.
“Bukan, itu, loh, kantin yang di belakang gedung O,
deket Taman Mini IAIN Indah (TMII),” jelas Rohim.
“Enggak tau, tuh. Kantin apa emang?”
“Kantin BSI. Cuma, ya, emang sampe sekarang engga tau,
belum ada yang jualan di situ. Padahal enak tempatnya, sih, adem, ada tempat
duduk ama mejanya luas. Cocok, lah buat diskusi ama nyemil di situ.”
“Ko gua gatau, ya, Him. Tapi menarik, sih. Jadi pengen
liat.”
“Yaudah, ntar kita liat ke sana beres MK, deh.”
Setelah mendengar penuturan Rohim, Rohman agak
terheran, kenapa bisa sebuah kantin dibiarkan kosong begitu saja. Benaknya,
ketika mendengar kantin, langsung membayangkan keramaian pembeli, beragam
makanan dan minuman, dan riuhnya orang berebut tempat duduk. Tapi sepertinya
itu tidak berlaku di kantin ini. Kantin yang katanya tidak menjual apapun.
Kantin yang hanya diisi lalu lalang mahasiswa. Yang duduk, sebentar diskusi lantas
kemudian pergi lagi. Datang dengan perut kosong, pulang dengan perut kosong.
Jam MK selesai, sesuai janji, mereka pergi ke kantin
tersebut. Memang benar adanya. Kantin tersebut hanya seperti bangunan kosong
tanpa kehidupan jual beli. Jika diingat-ingat, sebelum dibangun lahan tersebut
hanya sebuah lahan kosong yang merupakan parkiran motor.
“Lah, iya, sih, gada penjual satu pun.”
“Iya, dengar-dengar, sih, memang ditujukan buat PKL di
depan kampus. Cuma entah bagaimana kelanjutannya.” Rohim menjelaskan.
“Kalau terus-terusan seperti ini, kemungkinan bangunan
ini bakal dibiarkan kosong atau dirobohkan, ya?”
“Entah, siapa yang tahu. Bukan wilayah kita sebagai
mahasiswa biasa memutuskan hal itu, Man.”
Mereka kemudian duduk sejenak di kantin tersebut, membayangkan riuhnya jika memang kantin tersebut berjalan sebagaimana mestinya. Menikmati sajian lezat, enak nan paripurna dari kantin tersebut. Tapi, itu hanya di bayangan saja, sebab kantin ini tidak menjual apapun.
Penulis: Rifki Al Wafi/FatsOeN
Posting Komentar