(Foto : Alisa Wilani/ Anggota Magang LPM FatsOeN)
Hujan menemani Tiara
ditengah perpustakaan kota, ia menatap rintik hujan yang tak bersekat itu
dengan pikiran kosong. Air matanya lolos begitu saja tanpa bisa dicegah.
“Apalagi yang harus aku harapkan, hidup terombang-ambing ombak di
lautan. Antara bertahan atau tenggelam saya tidak bisa memilihnya.
Tuhan
jujur saja aku sangat lelah, kapan ia
kan datang? Aku hadir karena ambisi mereka, aku ditinggalkan pula karena
keegoisan mereka. Apa aku salah jika menginginkan secuil kebahagiaan untuk
diriku ini? Tuhan jika engkau mendengarkan aku tolong berikan aku jawaban atas
hidupku ini.”
Tiara tersadar dan
buru-buru menghapus air matanya, untuk apa ia menangis toh mereka tetap tidak
akan peduli kepadanya walau sebanyak apapun air mata yang ia keluarkan. Tiara
membereskan buku-bukunya lalu bergegas pulang. Ia berjalan keluar dengan
percaya diri memasang wajah ceria saat teman-teman kampusnya menyapa lalu
bergegas menaiki taksi yang sudah dipesan. Sungguh melelahkan hari ini.
------------
Shenna mematut dirinya di
depan cermin, Dia tak menyangka jika penampilannya yang sekarang sangat berubah
drastis. Awalnya ia tak tahu merk skincare dan cara menggunakannnya. Jika dulu
ia mempunyai banyak acne dan kulit kusam, kini telah tergantikan dengan kulit
yang lebih sehat. Ini semua berkat bantuan Tiara yang merubahnya menjadi sosok
yang percaya diri. Dulu awal masuk kuliah tidak ada yang mau menemaninya, lalu
Tiara duduk disampingnya dan mengajak berkenalan, Tiara teman sekaligus sahabat
pertama yang Shenna temukan. Shenna kemudian bergegas berangkat menuju kampus
dikarenakan ada mata kuliah pagi.
“Araaaaaaaaaa.” Teriakan
Sherly menggema di koridor menghampiri Venna yang tengah membaca informasi di
mading.
“Hai Shen, Kenapa si?
Pagi-pagi udah teriak-teriak kek di hutan, apa jangan-jangan lu spesies yang
ilang itu yah?.” Tiara terkikik geli melihat ekspresi Shenna yang hidungnya
sudah kembang kempis.
“Ih Tiara mah bego, udah
jelas Shenna cantik gini dikatain gitu.” Shenna
berpura-pura seolah menghapus air mata.
“Hehehe maaf yah cantik,
ada apa sih.” Tanya Tiara dengan senyum yang dipaksakan.
“Kalo gamau senyum jangan
dipaksain deh mbak. Cepetan duduk.” Titah Shenna
“Lu kok ngga buka wa dari
gue? Lu ga buka twitter? Lu ga buka instagram? Lu ga buka hmpppp..” mulut
Shenna dibekap Tiara karena menghujaminya dengan banyak pertanyaan, padahal dia
baru akan menjawab sudah ditimpa pertanyaan lagi.
“heh emak-emak ngasih
pertanyaan tuh satu-satu kek, kesian kuping gue, mana suara lu kek knalpot
rombeng.” Tiara mendengus sambil menoyor kepala Shenna.
“Sakit iih, kalo gue jadi
bego lu tanggung jawab ya kerjain semua tugas gue.”
“CEPETAN MAU NGOMONG
APA?.” Tiara sudah gregetan dengan Shenna
“jawab dulu petanyaan
gue, apa lu ga buka pesan dari gua semalem?
“kaga emang penting gitu?
Paling lu curhat tentang si Vero lagi si
vero lagi. Bosen gue dengernya.” Jawab Tiara sambil mengedikan bahunya.
“Shitt bukan itu, DEYSIK
NGADAIN KONSER DI INDO ANJIR, WAKTU MALEM TIKETNYA LANGSUNG ABIS PADAHAL BARU 2
MENIT!!.” Shenna dengan suara toanya
Tiara tampak bengong
dengan ucapan shenna barusan. Pasalnya Deysik merupakan Grup Band favoritnya
dengan Shenna.
“OMG GUE LUPA ANJIR,
KENAPA LU GA INGETIN GUE.”
Tiara tak menyangka akan
kehabisan tiket padahal sudah jauh-jauh hari dia menabung dan membuat alarm
pengingat. Dengan terpaksa dia harus membeli tiket dari calo dengan harga yang
lebih mahal.
“GUE UDAH INGETINLU YAH,
TAPI LU NYA AJA YANG PELUPA.”
Mereka berbicara dengan suara
yang tinggi hingga semua orang yang berada dekat dengan mading memandang mereka
aneh. Tiara yang merasa malu langsung berjalan menarik Shenna ke kantin, karena
ia mendadak haus.
“Bu es teh nya 2 banyakin
es batunya yah bu.” Tiara memberikan uang kepada ibu kantin.
“Nih es nya shen.”
“gila sih, parah gue udah
nungguin dari jauh-jauh hari kenapa bisa lupa coba.” Tiara menggerutu sambil
menggetok kepalanya sendiri.
“Gimana ceritanya kok lu
bisa gakebagian tiket juga?” tanya Tiara
“Gue kira gabakal cepet
abis, gue sibuk telponin lu kaga diangkat angkat pas gue check out tuh tiket
udh closed.” Jelas Shenna.
“Yaudah mau gimana lagi,
terpaksa deh beli di calo.” Tiara mendengus dengan muka melas.
“yaudah cepetan
cari,takut kehabisan lagi, belinya yang posisi di depan yah.” Titah Shenna
Tiara menurut saja
langsung mengeluarkan smartphone nya lalu mencari calo tiket. Setelah 5 menit
ia sudah menemukan calo tiket dengan harga yang menguras kantong.
“ketemu nih, ini gue udah
nego harga mati-matian.” Tiara menunjukkan chatnya dengan calo.
“yaudah gapapa kita
wujudkan Wishlist ini bareng-bareng. Nanti gue transfer ya.”
-----------------------------------------------------
Hari ini adalah hari yang
mereka tunggu, apalagi jika bukan mereka akan menonton konser Deysik dipenuhi
dengan segala macam drama dari mulai baju, makeup dan pernak pernik lainnya.
“RA GUE JEMPUT YA
SEKARANG.” Teriak Shenna disebrang sana
“Iyaa cepetan.”
Tak lama Shenna pun tiba
di rumah Tiara, yang langsung disapa oleh bi nati.
“neng Tiara nya ada di
kamar teh, katanya teh shenna masuk aja langsung ke kamarnya teh”
“iya bi makasih ya”
Shenna bergegas ke kamar Tiara, namun saat menaiki tangga ia memikirkan bagaimana
mungkin Tiara bisa bertahan sendirian di rumah sebesar ini.
“Araaaa yok gas
berangkat, poster ini gue yang bawa, eh ini lightband jangan sampai
ketinggalan.” Cerocos Shenna saat memasuki kamar Tiara
“iya-iya yok berangkat.”
Mereka berdua sudah berada
di stage paling depan, lalu Band Deysik mulai menyanyikan lagunya. Mereka semua
larut dalam indahnya petikan gitar, drum, bass, dan piano yang beradu jadi
satu. Ditambah dengan lirik lagu yang semuanya relate dalam kehidupan mereka.
Riuh suara dan tepuk tangan penonton saat lagu berhenti.
Mereka pulang malam hari
setelah makan malam di restoran favorit Tiara. Entah kenapa Tiara ingin
menghabiskan waktu lebih banyak dengan Shenna malam ini, karena baginya Shenna
sudah seperti adiknya sendiri.
“Shen kita jajan di taman
dulu yuk? Kangen jajanan waktu kecil ih.” Pinta Tiara dengan tatapan puupy eyes
miliknya.
“Baru aja makan raa
yaampun itu perut kaga kenyang apa ya, yaudah deh bentar.” Shenna
memberhentikan mobilnya di parkiran taman. Lalu mereka membeli beberapa jajanan
dan duduk di kursi taman.
Shenna merasa ada yang
aneh dengan sahabatnya ini, padahal beberapa jam yang lalu mereka have fun,
namun sekarang Tiara terlihat lebih murung.
“Tiara kangen kak Tiyo
yah? Besok kita jenguk dia yuk.” Tanya Shenna sambil memakan cilor
“Ngga Shen gue gapapa
kok. Gue Cuma terharu aja bisa dateng ke konser ini,seneng banget rasanya.”
Tiara mengadahkan kepalanya menatap langit namun, air matanya meluncur tanpa
permisi.
“kalo lu mau cerita
jangan sungkan yah, cerita aja ke gue meski gue gabisa ngasih saran setidaknya
gue bisa jadi pendengar yang baik.”
“udah malem balik yu gue
takut dicariin mamah nih.” Ajak Shenna kemudian Tiara mengangguk
Setelah Shenna
mengantarkan Tiara pulang ke rumahnya. Tiara sudah menyiapkan mental untuk
memasuki rumah, iya rumah atau neraka mungkin?
Dari luar pintu saja
sudah terdengar suara keributan di dalam rumah, ia segera menaiki tangga menuju
kamarnya, namun ibunya berteriak kesakitan. Tiara menghela nafas berat ia
kembali menuruni tangga menuju kamar orang tuanya.
Semua barang yang berada
dikamar sudah berserakan. Terdapat pecahan kaca yang mengenai tangan mamah nya.
Tiara sudah tidak kaget lagi ibunya selalu marah-marah karena kondisi mental
ibunya tidak stabil terkadang setiap hari. Semuanya terjadi bahkan sebelum
kematian Tiyo. Ya Tiyo merupakan kakak dari Tiara yang meninggal dengan cara
bunuh diri karena tertekan dengan sikap kedua orang tuanya.
“Mah udah yah Tiara
obatin dulu luka nya, nanti klo udah sembuh mamah boleh marahin aku lagi.”
Tiara hendak mengobati lengan ibunya namun, saat hendak menyentuh bagian yang
terluka ibunya menepis.
“jangan pernah sentuh
saya anak sialan. Harusnya kamu yang mati bukan Tiyo. Tiyo anak kesayangan saya
matii gara-gara kamu.” Ibunya Tiara berteriak kesetanan sambil melemparkan
barang yang pecah.
“Tiara keluar cepetan.
Tiara saya bilang keluar jangan ganggu mamah kamu anak sialan. Gara gara kamu
emosinya ga stabil pergi sana dari rumah ini.” Teriak papah Tiara yang
berapi-api.
Tiara tak bergeming
tiba-tiba sebilah pisau telah menancap di perutnya. Ia jatuh berlumuran darah.
Semuanya usai bukan?
Tuhan memanggilnya, Tuhan sayang padanya, Tuhan menjawab semua doa-doanya.
Inilah waktunya ia bahagia, terlepas dari neraka dunia menuju surga.
--------
Shenna menatap nanar
nisan di depannya dua orang yang menjadi korban keegoisan kedua orang tua
mereka. Air matanya terus mengalir, Tiara dan Tiyo adalah adik kaka yang
berjarak 2 tahun. Tiyo merupakan sosok laki-laki yang penyayang dan penurut dia
disayangi kedua orang tuanya karena akan mewarisi seluruh harta kakeknya.
Sedangkan Tiara merupakan anak yang tidak diharapkan, mamahnya tak mau merawat
nya sedari bayi. Pikirnya punya anak perempuan itu merepotkan dan manja. Tiyo
mengalami banyak tekanan, dia dituntut untuk sempurna agar bisa dibanggakan
dimata keluarga besar kakeknya. Dari mulai bangun tidur hingga tidur lagi
semuanya penuh dengan aturan, jika sekali melanggar maka adiknya Tiara yang
akan menerima hukuman.
Setiap kali Tiyo melihat
Tiara dihukum dia akan mengikuti semua hukumannya secara diam-diam dikamar,
kenapa? Karena ia tak tega melihat adiknya dihukum padahal bukan kesalahannya.
Tiyo ingin merasakan sakitnya hukuman yang diberikan mamahnya pada adiknya.
Hingga akhirnya Tiyo depresi dia kehilangan akal ingin membunuh ibunya, tapi
Tiara menghentikannya. Tiara memeluk Tiyo dengan bercucuran air mata, hingga
Tiyo menjatuhkan pisaunya.
Tiyo membalas pelukan
erat Tiara
“Maafin kak yang ngga
becus jagain kamu dek. Kakak ga pantes jadi kakak kamu, kamu pasti menderita
banget ya dek.” Tangis Tiyo pecah dipelukan Tiara.
“kakak ngga salah kok,
akunya aja yang nakal kakak pasti bisa laluin itu semua tapi ngga dengan
kekerasan ya ka, Tiara sayang kakak.”
Mereka berdua larut dalam
kesedihan masing-masing, mereka saling menguatkan satu sama lain.
Saat hari dimana Tiyo
lulus Sekolah Menengah Atas, ibunya memaksa agar Tiyo mengambil Study di luar
negri, namun Tiyo menolak mentah-mentah. Dia ingin melanjutkannya disini sambil
menjaga adiknya, dia tak ingin Tiara terluka lagi.
Namun lagi-lagi Tiara
mendapatkan hukuman di cambuk, di pukuli hingga tak diberi makan selama tiga
hari. Tiyo sungguh menyesal membuat adiknya dihukum lagi, depresinya kambuh dia
meminum obat penenang dengan dosis yang sangat banyak, tak ada yang
mengetahuinya selain Tiara, karena bagi Tiyo adiknya adalah rumah ketika ia
pulang. Tak ada yang menyayanginya dengan tulus selain adiknya itu. Lalu malam
itu dia memutuskan untuk mengakhiri penderitaan adiknya.
Disebuah kamar nuansa
hitam putih seseorang terbujur kaku dengan memeluk foto. Dia Tiyo mengakhiri
hidup dengan tenang meminum cairan desinfektan dengan memeluk foto sang adik.
Semuanya terpukul dengan kematian Tiyo, tapi ibunya menyalahkan Tiara atas
kematian yang menimpa Kakanya itu. Tiara menjelaskan bahwa Tiyo mempunyai
depresi yang disebabkan oleh ibunya. Tiara diamuk oleh ibunya hingga ibunya
mengalami penyakit kejiwaan.
Tiara yang malang,
sendirian menjalani kejamnya kehidupan kini ia sudah tenang disana, bertemu
dengan sang kakak tercinta, menjalani indahnya kehidupan di surga. Biarlah
semua menjadi rahasia
Shenna begitu terpukul
karena tidak bisa menjadi sahabat yang baik untuk Tiara. Beberapa Wishlist yang
dulu sempat ia dan Tiara buat telah tercapai dan yang terakhir itu baru saja
kemarin ia lewati bersama. Menonton konser band yang sangat ingin ia datangi.
Tii
sekarang udah ga kesepian lagi yah udah ada disurga bareng kak Tiyo, dulu kamu
bilang Awan putih itu melambangkan kelembutan dan ketenangan. Sekarang hari
dimana kamu tiada awan putih itu datang raa. Berarti kamu udah tenang disana
kamu udah bebas dan bahagia seperti yang kamu impikan.
Depression are confusing.
Kita tidak tahu apakah sedih atau
senang, bahagia atau kecewa. What you feel are just paint. Dan kamu mulai
berpikir bagaimana mengakhiri rasa sakit.
Ketika orang-orang yang
depresi menyadari bahwa orang-orang disekitarnya hanya ingin tahu saja, it lead
to more deep depression.
Penulis : Alisa Wilani/ Anggota Magang LPM FatsOeN