(Foto : Dea Agustin/Pengurus LPM FatsOeN)

Hari itu, di tengah cuaca Cirebon yang panas, seorang mahasiswa bersama beberapa temannya berlari kecil mendatangi gedung yang bertuliskan Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LP2M), kedatangan mahasiswa yang bernama A. A. Akbar dari jurusan Sejarah Peradaban Islam (SPI) ke LP2M tersebut untuk menanyakan kejelasan mengenai regulasi pelaksanaan Kuliah Kerja Nyata (KKN) tahun 2022.

Setelah sampai di LP2M, bukannya mendapatkan kejelasan, A. A. Akbar malah dibingungkan dengan penjelasan dari LP2M yang seolah-olah mencoba untuk tidak tahu-menahu. Jawaban yang ia dapatkan hanyalah berupa lemparan dari satu orang ke orang yang lain. Mendengar jawaban seperti itu, akhirnya ia pun memutuskan untuk pergi, karena dirasa tidak mendapatkan hasil apa-apa.

Itu baru satu orang, saya yakin ada banyak mahasiswa yang mengalami hal seperti yang dirasakan A. A. Akbar. Kebanyakan dari mereka mengeluhkan hal yang sama mengenai sistem KKN secara daring yang diatur oleh LP2M, dari mulai mahasiswa yang mendaftar KKN TBM (Tematik Berbasis Masjid) malah dialihkan ke KKN GM (Gemar Mengaji), masalah foto yang diupload yang tidak sesuai ketentuan tapi tetap divalidasi, hingga perubahan aturan batas peserta KKN.

Ketika menanyakan berbagai macam kejanggalan tersebut kepada LP2M, jawaban yang diberikan malah bersifat teknis dan cenderung melempar “Itu mah sistemnya,” “Ga tau operatornya,” “Coba tanyakan ke yang lain,” atau jawaban dengan nada seperti “Yaudah kalo ga mau ikut, tahun depan saja.”

Tentu jawaban seperti ini bukan jawaban yang diharapkan oleh para mahasiswa, namun mau bagaimana lagi mahasiswa harus menelan jawaban tersebut.

Itu baru KKN, carut marut sistem di IAIN Syekh Nurjati tidak hanya dirasakan oleh para mahasiswa semester akhir saja, tetapi juga dirasakan oleh para mahasiswa baru, mulai dari ketidaksinkronan nominal Uang Kuliah Tunggal (UKT) dengan kemampuan ekonomi mahasiswa, UKT yang tidak keluar padahal waktu pembayaran sudah dekat, hingga data mahasiswa yang malah tertukar dengan mahasiswa lain.

Tidak hanya sampai situ, carut marut sistem di IAIN Syekh Nurjati Cirebon juga terus berlanjut kini tentang kepastian isu pemecahan fakultas yang masih simpang siur dan pelantikan pejabat terkait yang terkesan dadakan membuat beberapa ORMAWA di lingkungan fakultas mengalami kebingungan.

Carut marut permasalahan di atas yang tidak kunjung segera dibenahi tentu yang paling terkena imbasnya adalah para mahasiswa itu sendiri. Padahal, di tengah gelombang perubahan kampus yang ingin menjadi kampus Cyber, tentu berbagai carut marut tersebut sangat disayangkan. Slogan kampus Cyber yang diagung-agungkan malah menjadi bumerang bagi dirinya sendiri.

Saya kira, sebelum melangkah ke hal-hal yang lebih jauh, yaitu status perubahan dari institut ke universitas, diperlukan pembenahan secara masif dan kolektif terlebih dahulu, jangan sampai kita menjadi kampus yang sukses menjadi UIN tetapi malah gagal menjadi IAIN.

 

Penulis: Fahmi Labibinajib/Pengurus LPM FatsOeN

Editor : Avi Afian Syah/ Pengurus LPM FatsOeN

 

Antrean Motor Saat Keluar Kampus. Foto: R. Al Wafi/FatsOeN

IAIN, LPM FatsOeN – Setelah pandemi melanda, mesin karcis parkir di IAIN Syekh Nurjati Cirebon rusak dan tak kunjung diperbaiki hingga tulisan ini dibuat (28/6). Berdasarkan keterangan yang didapat dari  Kabag Umum dan Humas IAIN Syekh Nurjati Cirebon, Imron Rosyadi, hal ini terjadi karena kala pandemi melanda mesin karcis parkir tidak pakai, pihak kampus pun tidak sempat mengontrolnya, sehingga mesin karcis parkir menjadi rusak.

Rusaknya mesin karcis parkir ini menuai banyak keluhan dari mahasiswa. Andi Maulana, mahasiswa jurusan Hukum Keluarga mengatakan bahwa hal ini memperlambat proses keluar masuknya motor. Harus menunjukkan KTM atau STNK, menurut Andi, adalah hal yang membuat macet dan menghambat.

“Itu tujuannya untuk apa sih? Untuk mengantisipasi pencurian motor? Ga ngaruh juga sih, toh kita bawa motor siapa saja terus kita keluar pakai KTM kita sendiri nanti juga orangnya bakal lupa. Kan tidak tertera motor ini punya siapanya. Kan nunjukkinnya pakai KTM, apalagi di KTM fotonya buram. Mendingan diberesin saja alatnya, kaya yang mau masuk ke Pascasarjana itu,” tambah Andi.

Abdul Ghofur Ramdhani, mahasiswa jurusan PGMI, juga menyuarakan aspirasinya terkait sistem parkir ini. Ghofur mengatakan bahwa ia merasa resah dan tidak nyaman, karena sebagai mahasiswa yang sering bolak-balik kampus, kemudian ketika keluar kita ditagih STNK atau KTM, hal itu membuat tidak enak dihati, karena rasanya kita seperti diawasi dan dicurigai. Memang benar hal itu baik, karena terdapat beberapa faktor positifnya, tapi tetap ia merasa tidak nyaman dengan hal itu.

“Harapannya mah lebih baik sistemnya member, jadi misalkan ada mahasiswa IAIN, itu dibagikan kartu member, jadi keluar masuk kita tinggal scan saja. Kalau ngga ya modelnya seperti yang di FITK itu,” tambah Ghofur.

Ketika diwawancara oleh wartawan LPM FatsOeN, Imron Rosyadi mengaku ia tidak pernah mendapat laporan dari Satpam terkait hal ini. Tapi meskipun begitu, karena hal ini sudah ditanya oleh mahasiswa, ia menjanjikan untuk mesin karcis parkir yang rusak akan segera diperbaiki dalam tenggat waktu satu bulan sejak tulisan ini dibuat.

Reporter: Rifki & Avi/FatsOeN

Editor: Avi Afian Syah

Suasana foto bersama tamu undangan setelah pembukaan Musyawarah Kerja Wilayah II SEMA PTKIN Se-Indonesia dan dialog kebangsaan.  (Foto: Iswanto/Anggota Magang LPM FatsOeN)

IAIN, LPM FatsOeN - Senat Mahasiswa (SEMA) PTKIN Wilayah-II mengadakan Dialog Kebangsaan dan Musyawarah Kerja SEMA PTKIN se-Indonesia Wilayah II bertempat di aula Pascasarjana Lantai 3 IAIN Syekh Nurjati Cirebon. Selasa (28/06/22).

SEMA IAIN Syekh Nurjati Cirebon menjadi tuan rumah dalam acara Musyawarah Kerja Wilayah (Muskerwil) SEMA PTKIN Se-Indonesia. 

Dengan mengusung tema "Revitalisasi Gerakan SEMA PTKIN Se-Indonesia Wilayah-II Lebih Adaptif Responsif Inovatif & Futuristik Serta Berperan Aktif Dalam Mengawal Strategi Kebijakan dan Pemulihan Ekonomi Nasional Pasca Pandemi".

Acara ini dihadiri oleh para pejabat daerah dan koordinator Pusat serta Koordinator Wilayah SEMA PTKIN ini, dan SEMA PTKIN Wilayah-II yang terdiri dari IAIN Kudus, UIN Semarang, IAIN Salatiga, IAIN Pekalongan, IAIN Purwokerto, Jogja, Bandung, Cirebon, Jakarta dan Banten. 

Acara ini pula mengadakan Dialog Kebangsaan dengan membahas topik 'Strategi Pemulihan Kebijakan Ekonomi Pasca Pandemi Covid-19'.

Dalam wawancara dengan reporter LPM FatsOeN, Muhammad Mukhlis menuturkan harapannya setelah adanya acara ini semoga dapat mengawal kebijakan-kebijakan. 

"Kita sebagai generasi milenial  mudahan-mudahan kedepannya bisa mengawal secara penuh kebijakan-kebijakan mulai dari ranah kampus, daerah, dan sampai negara". Tuturnya

Sama halnya dengan Rohmawan, selaku Koordinator Pusat SEMA-PTKIN menyampaikan harapannya semoga tema yang di usung bisa di implementasikan dalam gerakan membangun. 

"Dengan tema yang di usung oleh pemerintah semoga dapat diimplementasikan dalam gerakan membangun, maka kami mengajak untuk komitmen dalam mendukung program pemerintah pasca pandemi" tegasnya. 


Penulis : Dea Mariyana/Pengurus LPM FatsOeN

Potret Kantin BSI di Dalam Kampus. Foto: R. Al Wafi/FatsOeN

Kantin, menjadi tempat yang tak asing di berbagai tempat baik di tempat-tempat umum, ataupun di lingkungan intitusi Pendidikan. Namun apa jadinya jika kantin dibangun hanya sekedar bangunannya saja tanpa ada kegiatan jual beli apapun.

Itulah yang terjadi pada kantin di belakang Gedung O Kawasan FITK IAIN Syekh Nurjati Cirebon. Para mahasiswa lebih familier menyebutnya dengan kantin BSI. Ya, disebut seperti itu karena jelas di tiap etalase dipasang besar logo bank tersebut.

Sejak selesai pembangunannya sekitar setahun lalu, kantin ini masih belum diisi pedagang manapun. Jumlah etalase yang tersedia, berjumlah lima belas (15) buah dengan fasilitas wastafel dan satu port listrik (baca:colokan listrik), serta meja dan kursi panjang diposisikan rapih di depannya.

Menurut Imron selaku Kabag Umum, menuturkan bahwa kekosongan pedagang ini diakibatkan belum tercapainya kesepakatan antara kampus sebagai penyedia dan pihak pedagang sebagai pihak yang mengisi kantin tersebut.

Pembuatan kantin tersebut merupakan hibah dari BSI selaku mitra IAIN Syekh Nurjati Cirebon. Sebelumnya sudah dibangun Mini Bank di sebelah Koperasi, berfungsi sebagaimana cabang Bank BSI pada umumnya, dan juga mesin ATM yang terletak di luar kampus belakang halte IAIN.

“Pengennya si, pedagang di pinggir jalan suruh dagang disitu. Tapi setelah diskusi Panjang lebar, akhirnya gamau pindah,” tutur Imron saat dimintai penjelasan sasaran dibuatnya kantin tersebut.

Namun, karena belum tercapai kata sepakat, akhirnya kantin tersebut masih terbengkalai. Bahkan, fungsinya hampir bergeser menjadi tempat diskusi dan sharing bagi beberapa mahasiswa yang memang membutuhkan tempat untuk kegiatan tersebut.

Kantin BSI Masih Kosong. Foto: R. Al Wafi/FatsOeN

Rifki dari jurusan PAI semester 8 menanggapi hal tersebut bahwa, “Sangat disayangkan karena tempat yang mungkin sudah memadai dan strategis, ketika nanti dimanfaatkan bisa memudahkan atau menjadi fasilitas bagi mahasiswa untuk lebih dekat dalam hal misalnya beli sesuatu.”

Ia juga menjelaskan lebih lanjut kalau memang sudah ada pedagang di kantin bisa juga memajukan ekonomi masyarakat sekitar.

“Kalo misal udah ada pedagang, maka akan bisa juga memajukan ekonomi dari masyarakat di sekitar. Semisal, entah itu dari pedagan di luar, bisa direkolasi ke dalam atau pedagang yang baru,” tambah Rifki.

Ia juga berharap kantin BSI ini agar segera dimanfaatkan oleh pihak terkait. “Harapannya, untuk segera oleh pihak terkait dimanfaatkan karena tempatnya sudah enak, sudah memadai, agar digunakan untuk kemanfaatan bersama,” tandasnya.

Reporter: R. Al Wafi/FatsOeN

Editor: Avi Afian Syah/FatsOeN

Di zaman militansi seperti sekarang ini, adanya kesetaraan gender antara laki-laki dan perempuan merupakan salah satu hal yang patut untuk digelorakan. Walaupun pada dasarnya, peran perempuan hanya sebagai pelengkap, tetapi di zaman demokrasi perempuan memiliki suara yang sama dan peran yang sama. Banyak pahlawan-pahlawan yang tercipta dari perempuan-perempuan hebat.


Salah satunya adalah Raden Ajeng (R.A) Kartini. Beliau adalah seorang wanita inspiratif, yang mana karena perjuangannya itulah yang bisa membuat kita sebagai kaum wanita untuk selalu mengenyam pendidikan tinggi dan bisa untuk mengharmonisasikan dan juga berperan dalam kemajuan Indonesia.


Meskipun R.A Kartini sudah lama berpulang, semangat dan kegigihannya perlu tetap dipelihara oleh masyarakat, khususnya perempuan di masa sekarang. Seperti kata R.A Kartini bahwa, “Terkadang, kesulitan harus kamu rasakan terlebih dahulu sebelum kebahagiaan yang sempurna datang kepadamu." Oleh karenanya, kita sebagai kaum perempuan tidak perlu putus asa apabila menghadapi kegagalan, karena pasti akan ada waktu yang tepat di mana kesuksesan bisa datang. 


Dan remaja-remaja saat ini, bisa mencontoh dan menjadikan idola dari beberapa sosok kartini-kartini milenial yang bertalenta di bidangnya masing-masing, yang tidak hanya cerdas, tetapi mereka juga mandiri, hebat, dan menginspirasi sehingga layaknya seorang R.A Kartini. 


Dirangkul dari situs Direktorat Kemendikbud Ristek, yang bisa menjadi contoh acuan semangat untuk kita adalah sosok seorang Maudy Ayunda. Beliau dikenal sebagai salah satu pemain film sekaligus penyanyi yang memiliki segudang prestasi baik dalam bidang seni musik dan peran hingga akademik, yang mana meskipun beliau disibukkan dengan pekerjaannya sebagai dunia seni peran, tetapi tidak membuat beliau melalaikan pendidikannya. Beliau berhasil melanjutkan pendidikannya di kampus-kampus terbaik yaitu di Oxford University jurusan Poolitics, Philosophy, and Economics (PPE). 


Tidak berhenti sampai di situ, beliau kemudian melanjutkan pendidikan dengan mengambil double degree yaitu administrasi bisnis dan pendidikan di Stanford University. dan juga, baru-baru ini beliau ditunjuk sebagai juru bicara forum Presidensi Group Twenty atau G20.


Menurut beliau, pencapaian yang ia raih berawal dari rasa percaya diri. Kemudian, ditambah dengan kemauan untuk terus belajar hal baru, sehingga membuatnya tidak terlena dengan suatu keberhasilan.


Oleh karena itu, perempuan-perempuan hari ini bukan lagi perempuan yang hanya duduk, diam, dan belajar di ruang kelas. Upaya-upaya kesetaraan dan keadilan gender yang diupayakan oleh gerakan feminis, ternyata mampu membuat perempuan eksis di ranah publik. Bahkan, perempuan hari ini sudah banyak terjun dalam dunia perpolitikan kampus.


Ini adalah langkah awal untuk kita semua bahwasannya laki-laki dan perempuan punya akses dan ruang yang sama dalam menjadi pemimpin. Karena Pemimpin adalah mereka yang mampu mengayomi, merangkul, dan menghargai seluruh elemen. 


Penulis: Dita Rosyalita/FatsOeN


(Suasana foto bersama setelah penutupan acara di Auditorium FITK lantai 5. Jum'at, 24/06/22. foto: Eka/ anggota magang LPM FatsOen)




IAIN, LPM- FatsOen
- Jum'at (24/06/22), Himpunan Mahasiswa Jurusan Tadris Matematika (HIMKA) menggelar kajian kewirausahaan yang bertempat di Auditorium FITK Lt.5.

Acara ini dibuka untuk mahasiswa jurusan matematika dan mahasiswa umum IAIN Syekh Nurjati Cirebon.  Dalam Kajian kewirausahaan ini , mengusung tema "Menciptakan Pola Pikir Kreatif Untuk Menjadi Pengusaha Muda Yang Sukses Dengan Perspektif Matematika"  

Seperti yang disampaikan Haris Maulana selaku  ketua HIMKA, "Latar belakang acara ini disebabkan  kondisi serba digital, tentunya hal ini menjadi sebuah tuntutan kepada kita sebagai mahasiswa. Kita harus melek terhadap digital yang artinya kita mengadakan kegiatan ini, walaupun memang secara lahiriah nya itu nanti sebagai calon guru, tetapi didamping itu juga kita tidak hanya berfokus menjadi guru saja, tetapi juga ada kegiatan lainnya contohnya kegiatan ini" Ujarnya

Kajian ini penting bagi seorang mahasiswa yang pada saat ini banyak dari mereka sangat open minded khususnya di dunia bisnis yang merupakan tahapan baru bagi mereka. Acara ini juga diperkenankan untuk membekali mahasiswa di dunia bisnis nanti. Dengan diadakannya kajian ini diharapkan selain kita di didik untuk menjadi seorang guru, kita juga harus bisa menjadi seorang pengusaha. 

Kajian kewirausahaan ini merupakan acara pertama yang digelar secara offline. Setelah sekian lama melakukan beberapa kegiatan secara online. Hal ini tentu sangat exited bagi mahasiswa terutama mahasiswa jurusan Tadris Matematika. 


Penulis: Akromah Ramadhanni/ Pengurus LPM FatsOeN

Reporter : Tina Lestari dan Annita Syari'ach/Anggota Magang LPM FatsOeN

Kameraman : Amri/ anggota magang LPM FatsOeN

Editor: Khofifah Cahyani/ Pengurus LPM FatsOen


(Potret kebersamaan Himpunan Mahasiswa Jurusan Hukum Tata Negara, IAIN Syekh Nurjati Cirebon dengan anak-anak Desa Sindangjawa setelah kegiatan Perpusling. Minggu, 19/06/22. Foto: Pengurus HMJ HTN).


Cirebon, LPM-FatsOeN- Minggu (19/06/22), Himpunanan Mahasiswa Jurusan Tata Negara menggelar perpustakaan keliling (Perpusling) di Desa Sindangjawa. Perpusling merupakan salah satu program kerja dari Himpunan Mahasiswa Jurusan Hukum Tata Negara. Ketua Umum HMJ HTN Fuji Nurrahman ini mengungkapkan “program ini ditujukan kepada masyarakat umum untuk meningkatkan minat baca masyarakat terutama anak-anak. Tindakan ini merupakan trobosan yang sangat inovatif sebagai mahasiswa yang terjun langsung bersentuhan dengan masyarakat.

Mengingat data dari UNESCO bahwasannya minat baca masyarakat Indonesia ini sangat memprihatinkan, pasalanya secara statistic hanya 0,001%. Artinya dari 1000 orang hanya 1 orang yang rajin untuk membaca. Program perpusling ini sangat penting untuk terus berperan dan dikembangkan demi meningkatkan daya baca masyarakat pada umumnya. Begitupun bisa menjadi contoh yang baik bagi para mahasiswa yang lainnya dan bisa menjadi motivasi pergerakan dalam membangun kemajuan intelektual secara nyata dan masif.

Penulis sangat mengapresiasi program ini karena skala sasaran yang dilakukan oleh Pengurus HMJ HTN ini bukan hanya berfokus kepada mahsiswa saja, melainkan langsung memperhatikan anak-anak yang dikenal sebagai generasi bangsa di masa depan. Perlunya edukasi dan pola pendidikan yang menarik agar bisa menumbuhkan semangat belajar pada anak-anak di desa tersebut dengan memanfaatkan ruang-ruang organisasi mahasiswa yang sangat relevan dan efektif. Harapannya semoga program ini terus berjalan dengan baik dan tetap solid demi mencerdaskan anak bangsa. “Pikiran membutuhkan buku seperti pedang membutuhkan batu asah, jika ingin mempertahankan ujungnya”-George R.R. Martin.



Penulis: M. Fathurrahman Tsabit /Mahasiswa Jurusan Hukum Tata Negara

Editor: Khofifah Cahyani /Pengurus LPM Fatsoen