|
Ilustrasi Pemimpin dalam Masyarakat/Pixabay |
Siapa itu Pemimpin?
Menurut kaidah secara umum, para pemimpin atau manajer adalah manusia-manusia super lebih daripada yang lain, kuat, gigih, dan tahu segala sesuatu. Para pemimpin juga merupakan manusia-manusia yang jumlahnya sedikit, namun perannya dalam kemasyarakatan merupakan penentu keberhasilan dan suksesnya tujuan yang hendak dicapai. Berangkat dari ide-ide pemikiran, visi para pemimpin ditentukan arah perjalanan suatu organisasi. Walaupun bukan satu-satunya ukuran keberhasilan dari tingkat kinerja organisasi, akan tetapi kenyataan membuktikan tanpa kehadiran pemimpin, suatu organisasi akan bersifat statis dan cenderung berjalan tanpa arah.
Dalam sejarah peradaban manusia, dikonstatir gerak hidup dan dinamika organisasi sedikit banyak tergantung pada sekelompok kecil manusia penyelenggara organisasi. Bahkan dapat dikatakan kemajuan umat manusia datangnya dari sejumlah kecil orang-orang istimewa yang tampil ke depan.
Orang-orang ini adalah perintis, pelopor, ahli-ahli pikir, pencipta dan ahli organisasi. Sekelompok orang-orang istimewa inilah yang disebut pemimpin. Oleh karenanya kepemimpinan seseorang merupakan kunci dari manajemen. Para pemimpin dalam menjalankan tugasnya tidak hanya bertanggung jawab kepada atasannya, pemilik, dan tercapainya tujuan organisasi, mereka juga bertanggung jawab terhadap masalah-masalah internal organisasi termasuk di dalamnya tanggung jawab terhadap pengembangan dan pembinaan sumber daya manusia. Secara eksternal, para pemimpin memiliki tanggung jawab sosial kemasyarakatan atau akuntabilitas publik.
Kepemimpinan meliputi proses mempengaruhi dalam menentukan tujuan organisasi, memotivasi perilaku pengikut untuk mencapai tujuan, mempengaruhi untuk memperbaiki kelompok dan budayanya. Kepemimpinan mempunyai kaitan yang erat dengan motivasi. Hal tersebut dapat dilihat dari keberhasilan seorang pemimpin dalam menggerakkan orang lain dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan sangat tergantung kepada kewibawaan, dan juga pimpinan itu dalam menciptakan motivasi dalam diri setiap orang bawahan, kolega, maupun atasan pimpinan itu sendiri.
Pemimpin dalam Bingkai Masyarakat
Ibn khaldun percaya bahwa manusia adalah alat yang pasif di tangan masyarakat, sehingga hampir tidak dapat menyebabkan perubahan penting dalam proses sosial. Oleh karena itu, manusia lebih baik ikut bersama proses yang tidak terhindarkan itu daripada menentangnya. Ibn khaldun percaya bahwa seorang pemimpin (raja/khalifah) berhak untuk ditaati dan dihormati. Para penguasa merupakan faktor utama yang mengendalikan kontrol sosial. Tanpa mereka, ketidakadilan akan merajalela.
Meskipun Ibn khaldun menyadari bahwa kepemimpinan atau kekuasaan cenderung untuk menyimpang, tetapi Ibn khaldun dengan keras menyerang kaum ilmuwan yang merendahkan kaum penguasa dan mengecilkan peran sosial mereka. Ia menganggap tuduhan demikian adalah tidak benar dan kacau. Tampaknya, ia menyukai orang-orang yang penurut dan berusaha untuk bersikap ramah, menyenangkan, dan memuji-muji penguasa, sehingga berakibat memperoleh kekayaan dan kedudukan. Pendapat ini sesuai dengan logika realistis Ibn khaldun yang mengajukan bahwa kebaikan dan keburukan merupakan dua aspek yang niscaya dari sebuah realitas.
Ibn Khaldun membagi kedudukan dan fungsi raja dalam dua klasifikasi, yaitu pemimpin dan penguasa. Ketika kekuatan dan kebenaran menyatu pada seorang raja, kemungkinan besar ia mempunyai watak kepemimpinan lebih dari sekadar penguasa. Serta tidak memperoleh tempat apabila kekuasaan lebih dominan dibanding kebenaran. Ibn khaldun secara jelas menunjukkan bahwa ketika kekuasaan mulai menggantikan kepemimpinan di sebuah organisasi atau masyarakat setahap demi setahap kehilangan kekuatan, jalinan kekuatannya, dan akhirnya akan mati.
Dialektika antara kebenaran dengan kekuatan akan menentukan kualitas kepemimpinan. Apabila kekuatan lebih dominan dari kebenaran, raja lebih patut disebut penguasa. Sebaliknya, apabila kebenaran tidak ditopang oleh kekuatan, kepemimpinannya disebut sebagai kepemimpinan idealistik-utopis (berupa khayal). Jadi, keduanya harus seimbang, sehingga mengantarkan seorang raja menjadi patut disebut “pemimpin”.
Kualitas pemimpin ini selanjutnya diwarnai oleh tata pemerintahan yang akan berimbas pada perubahan masyarakatnya. Ibn khaldun menyatakan bahwa salah satu sebab yang mendorong masyarakat berkembang adalah adanya perbedaan tata pemerintahan dan perubahan organisasi yang memerintah. Selain itu, perkembangan masyarakat juga dimotivasi oleh adanya asimilasi (pembauran satu kebudayaan yang disertai dengan hilangnya ciri khas kebudayaan asli sehingga membentuk kebudayaan baru) adat istiadat dari setiap organisasi baru dengan organisasi yang lama dan adanya kecenderungan natural yang terdapat pada masyarakat yang diperintah untuk mengikuti atau meniru adat istiadat yang memerintah.
Bangsa atau keluarga yang memerintah secara perlahan-lahan juga sering mengadaptasi adat istiadat pemerintahan yang mendahuluinya dengan tetap menjaga sebagian adat istiadat yang dimilikinya. Dengan demikian, terciptalah difusi sosial baru yang ditiru oleh bangsa yang diperintah dan melaksanakannya di segala sektor kehidupannya.
Semua perubahan dan perkembangan yang terjadi pada gejala sosial berdiri di atas dua pilar, yaitu inovasi dan imitasi. Proses inovasi merupakan penemuan baru dan kekuatan memberi pengaruh para pemimpin, pembaharu dan ahli pikir. Adapun imitasi yang merupakan usaha meniru dari para individu dalam masyarakat. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa soal perkembangan masyarakat dapat dikembalikan pada gejala kejiwaan (psikologis) individual, sebab penemuan baru dan meniru termasuk bagian dari gejala-gejala kejiwaan.
Di samping itu, pengaruh pemimpin atau individual (agen) terhadap perkembangan masyarakat memang tidak dapat dimungkiri, tetapi hal tersebut terlalu berlebihan karena ada faktor lain, selain pemimpin yang memacu perkembangan sosial masyarakat. Setiap para pemimpin, pembaharu, atau ahli pikir tidak akan berhasil menyampaikan pikirannya apabila masyarakat tidak memiliki kesiapan menerima ide-ide tersebut. Sejarah membuktikan bahwa para nabi dan rasul, pembaharu, atau ahli fikir tidak akan berhasil menyampaikan pikirannya apabila masyarakat tidak memiliki kesiapan menerima ide-ide tersebut. Sejarah membuktikan bahwa para nabi dan rasul, pembaharu, atau ahli pikir lain tidak serta merta diterima oleh pemikiran masyarakatnya, betapapun baiknya pendapat tersebut.
Akhirnya, hal ini berarti bahwa perkembangan masyarakat tidak selamanya didorong oleh usaha para pemimpin. Dengan kata lain, bahwa pemimpin dapat menciptakan masyarakat dapat dibalik, yaitu kondisi masyarakatlah yang menciptakan pandangan para pemimpin. Sekalipun demikian, hal ini bukan berarti menafikan andil para pemimpin dalam perkembangan masyarakat, karena mereka juga ikut berperan dalam menciptakan kondisi masyarakat pada masanya. Usaha mereka tentunya didukung oleh kesiapan masyarakat menerima ide-idenya agar semua yang diusahakan dapat membawa pada kesuksesan bersama.
Penulis: Dita Rosyalita/FatsOeN
Editor: Rifki Al Wafi/FatsOeN