Doc. LPM FatsOeN |
Apa kamu pernah melihat sebuah tulisan yang bernadakan sebuah larangan? Seperti; jangan buang sampah di sini!, jangan tidur di dalam masjid!, atau jangan lupa makan, ya - eh yang terakhir terdengar bukan seperti larangan tapi perhatian.
Ya, mungkin akan sering dijumpai kalimat-kalimat seperti itu di beberapa titik. Lalu, kalimat-kalimat ini biasanya ditulis dalam sebuah papan atau spanduk kecil yang ditulis sejelas mungkin agar bisa dibaca siapapun yang melintas di sekitarnya. Ambil contoh saja dua kalimat tadi. Pertama, "Jangan buang sampah di sini!" akan sering dijumpai di pinggir jalan yang masih banyak pohon atau dedaunan, bisa ditemukan juga di pinggir sungai, bisa juga ditemui di kebun orang. Tapi, realitasnya bagaimana? Mungkin kalian sudah bisa menebak bagaimana di sekitarnya.
Lalu, contoh kedua, "Jangan tidur di dalam masjid!". Larangan ini juga di beberapa masjid banyak ditemui dalam sebuah papan kecil yang berdiri tegak menyambut para jamaah yang masuk. Papan ini sedikit lebih besar dan jangkung dari sutroh yang biasa disediakan masjid. Dan juga papan ini memiliki tulisan yang bernada. Digunakan sebagai peringatan kepada para jamaah agar tidak tidur di dalam masjid, karena dikhawatirkan menghalangi jamaah lain yang ingin melaksanakan sholat di dalam. Pun, tak pernah tahu kapan bahaya mengintai ketika tertidur di sebuah fasilitas umum. Namun, lagi-lagi bagaimana realitasnya?
Meski sudah diberi tanda larangan tertulis di tempat tersebut, tetap saja pelanggaran terjadi. Malah justru seolah menjadi penafsiran sebaliknya. Jangan buang sampah di sini, namun di bawah tulisannya ada sampah menggunung bahkan sampai di sekitarnya pun penuh. Jangan tidur di dalam masjid, tapi selepas sholat, keadaan sepi, beberapa orang tertidur di dalam masjid.
Lalu, kenapa bisa begitu? Dalam istilah psikologi sendiri dikenal suatu term bernama the forbidden fruit (buah yang dilarang), konon ini merujuk pada kisah nabi Adam yang dilarang memakan buah khuldi, namun akhirnya tetap memakannya. Selain karena bisikan setan, naluri manusia juga memiliki yang namanya rasa penasaran. Terlepas dari kisah nabi kita, manusia secara umum ketika menerima atau membaca suatu kalimat bernadakan larangan, pertanyaan pertama pasti akan muncul, "kenapa?". Ya, kenapa itu dilarang, kenapa itu tidak boleh, kenapa jangan dilakukan. Kira-kira seperti itu.
Oke, sederhananya begini saja. Ketika ada seseorang yang mengatakan kepadamu "Jangan menengok ke belakang!", apakah kamu akan menuruti hal tersebut atau justru ingin menengok sebab penasaran kenapa sampai dilarang? Atau begini, mending kamu jangan lanjut baca tulisan ini, deh.
Percayalah, meski kamu menurutinya, beberapa sekon, secara impulsif otakmu seperti merespon larangan ini seperti menolak dan penasaran.
Meski hal ini terjadi alamiah, tapi setidaknya sebagai manusia yang memahami bahasa, sepatutnya paham apa implikasi dari kalimat larangan-larangan tersebut. Dilarang berarti karena ada sesuatu hal yang mungkin saja tak diinginkan di kemudian waktu. Jangan sampai menunggu akibatnya dulu, baru nurut. Lagipula, saling salah menyalahkan tidak akan pernah menemui titik ujung. Jadi, yang terpenting adalah bagaimana memposisikan diri sebagai manusia yang sadar diri akan tanggung jawab untuk menjadi manusia sebenar-benarnya manusia. Kalau terus-terusan dilanggar, mungkin istilah dalam psikologi kian bertambah. Selain the forbidden fruit, mungkin akan ada the forbidden trash dan the forbidden lainnya.
Penulis: Rifki Al Wafi
Posting Komentar