(Doc. Fatsun) |
Beberapa kejadian sepele dalam hidup kita, bisa jadi alasan uring-uringan seharian. Entah itu lupa membawa charger, balik lagi ke rumah untuk memastikan keran air sudah dimatikan, atau kesandung ujung meja yang mengenai jari kaki terimut kita, kelingking.
Satu hal sepele yang bikin Saya badmood adalah sedotan kertas. Saya pecinta kopi, entah itu kopi bubuk, kopi kotakan –jadi mirip nasi, nasi kotak, atau kopi sachet juga tidak apa-apa. Yang Saya butuh adalah kafein yang bisa mendongkrak mata Saya untuk beraktifitas lebih lanjut. Di tengah kecintaan Saya terhadap kopi, Saya jadi langganan ke Indoapril untuk membeli Nescafe yang kotak. Sekitar satu tahun lalu, masih banyak Nescafe yang menggunakan sedotan plastik. Cukup dengan pilih barisan yang paling belakang dari deretan kopi, maka Nescafe yang belum ditarik dari peredaran pasar masih bisa ditemukan. Mungkin lebih tepatnya tidak ditarik, tapi menunggu habis sendiri.
Mungkin judulnya selamatkan bumi, ganti sedotan plastik jadi sedotan kertas, -yaa walaupun masih sama-sama dibungkus dengan plastik. Pertama kali Saya mencoba sedotan kertas rasanya aneh. Sedotan plastik akan bertahan lama. Ngopi, kan, tidak seperti minum air putih yang sekali tengguk langsung habis. Perlu didiamkan lama, sedot lagi, aktifitas, sedot lagi. Saya temui sedotan kertas melempem, mlenyot. Apa padanan mlenyot dalam KBBI? Selain melempem, sedotan kertas pula rentan basah. Lagi-lagi saat menyedot kopi, sedotan kertas meresap air kopi yang akan disedot. Bicara soal kenyamanan, Saya lebih nyaman menggunakan sedotan plastik.
Ini hanya bicara soal
selera saja, mungkin ada pula yang merasa lebih keren memakai barang-barang
yang menyelamatkan bumi. Atau alternatifnya, bawa sedotan sendiri. Tapi bila
masih keberatan, mungkin kita bisa buat satu aliansi atau komunitas anti
sedotan kertas, dengan slogan besar pada banner ber-font merah. Katakan tidak
pada mlenyot!
Penulis: Zulva Azhar
Posting Komentar