(Sumber Gambar : Freepik.com)
Kemarin Saya membaca salah satu tulisan kawan Saya
yang sangat menarik tentang negara dan hukum sebuah refleksi dari pasal 1 ayat 3 UUD 1945, di dalamnya berisi tentang berbagai macam
pengertian hukum dan negara dari beberapa tokoh mulai dari Aristoteles sampai
Albert Van Dicey, dalam tulisan tersebut juga memuat tentang pentingnya
kesadaran hukum dalam sebuah tatanan masyarakat untuk mencapai sebuah hukum
yang dicita citakan melindungi antara kehendak, keinginan dan kepentingan
bersama.
Dalam tulisan yang Saya tulis, Saya tidak akan mendebat apalagi membantah tulisan kawan Saya, atau juga
ingin membahas hukum dan negara dengan segala problematikanya,Saya hanya ingin
memberikan perpektif baru tentang negara dan hukum yang mana keduanya adalah
sebuah fiksi. Negara dan hukum bukanlah realitas yang
objektif yang dapat kita sentuh keberadaannya seperti batu, kucing, tanah atau
pohon. Contoh simpelnya ketika Anda ditanya mana bentuk nyata negara atau
hukum? Jelas kita sedikit kebingungan, karena negara dan hukum tidak memiliki
realitas objektif, berbeda halnya ketika kita ditanya di mana kucing? Maka dengan spontan kita akan menjawab “itu di sana” sambil menunjuk kucing yang sedang memakan seekor tikus.
Yuval Noah Harari seorang sejarawan dari
Israel yang menulis buku Sapiens Riwayat Singkat Umat Manusia dan Homo
Deus Masa Depan Umat Manusia, menurutnya manusia hidup dan berkembang
sampai sekarang adalah karena kemampuannya dalam membuat sebuah konsep yang
disebutnya sebagai realitas imajiner, mitos, fiksi yang digunakan untuk
membangun jaringan kerja sama dan solidaritas, ia membagi dua realitas ke dalam dua bagian yaitu realitas objektif dan realitias fiksi, realitas
objektif adalah realitas yang dapat diamati langsung oleh panca indra seperti
batu, pohon, hewan, gunung dan lain sebagainya, sedangkan realitas fiksi adalah
sebuah realitas yang tidak bisa diamati oleh panca indra tetapi diyakini oleh
mayoritas manusia, realitas ini tidak memiliki bentuk nyata tetapi dipercayai
oleh banyak manusia yang menjadi sebuah konstruksi fikiran manusia, simpelnya
realitas fiksi adalah realitas yang ada hanya dalam imajinasi manusia.
Realitas fiksi ini digunakan manusia untuk
membangun jaringan kerja sama dan solidaritas, untuk menciptakan sebuah tatanan
atau sistem manusia harus memiliki suatu kepercayaan yang disepakati bersama
yang nantinya akan digunakan sebagai sebuah usaha kolektif untuk membangun
suatu sistem yang bertujuan memberikan kemaslahatan dan kemudahan, disinilah
realitas fiksi atau jaringan keyakinan imajiner ini mengambil peran, contoh
mudahnya seperti ini keinginan kuat untuk membangun sebuah negara maka
diperlukan akan adanya sebuah ideologi yang mampu menyatukan berbagai macam
perbedaan manusia, nah kepercayaan akan sebuah ideologi ini yang nantinya akan
melahirkan tujuan dari sebuah negara inilah yang disebut sebagai kepercayaan
imajiner atau realitas fiktif karena
tidak memiliki bentuk fisik tetapi dipercayai oleh semua orang.
Begitupun dengan hukum ia hanya keyakinan
yang ada dalam fikiran manusia yang dituliskan dalam sebuah kertas. Hukum tidak memiliki bentuk yang nyata, yang dapat kita sentuh seperti halnya
batu, tetapi ia dipercayai oleh setiap orang sebagai suatu usaha untuk menciptakan
kehidupan yang teratur. Ketika Harari menjadi pembicara dalam sebuah
forum di TED Talks ia mengatakan “hukum hanyalah sebuah cerita yang dibuat dan
dipertahankan oleh orang-orang yang kita sebut dengan pengacara”.
Bahkan lewat hukum yang merupakan realitas fiksi dapat memberikan dampak kepada
realitas objektif.
Sebenarnya realitas fiktif atau imajiner
tidak hanya terbatas pada hukum dan negara saja, tetapi ada banyak seperti
ideologi, uang, hak asasi manusia,agama dan lain sebagainya yang semuanya
didasari pada kepercayaan yang ada dalam fikiran. Mungkin hal ini terkesan aneh karena
menisbatkan sesuatu yang bersifat imajiner untuk mengatur dan membangun
manusia, tetapi beginilah cara manusia dengan kemampuan kognitifnya bekerja
yang membuatnya berbeda dengan mahluk lain yang ada di bumi.
Haz Algebra dalam esai panjangnya yang berjudul Don Quixote de la Hoax: Sihir Narasi dan Hegemoni Fiksiyang dimuat dalam lsfcagito.org meyebutkan “Cerita adalah abstraksi yang dapat menghasilkan simulasi realitas yang nyata, ‘yang berjalan di benak pembaca seperti simulasi komputer yang berjalan di komputer,’ dan fiksi—dengan detail sensasi, metafora imajinatif dan deskripsi tentang karakter dan tindakan mereka—menawarkan replika yang sangat kaya; fiksi bisa ‘menumbuhkan simpati dan empati,’ serta mampu ‘mentransmisikan pengetahuan sosial’ seperti: hasrat, emosi dan tujuan dalam konflik sebuah cerita ke pembacanya”.
Penulis : Fahmi Labibinajib Mahasiswa Jurusan Sejarah Kebudayaan Islam
Posting Komentar