(Sumber Gambar : Depositphotos.com )
Perkembangan teknologi informasi, internet dan jejaring sosial berdampak pada perilaku manusia dalam bersosialisasi dan berkomunikasi. Komunikasi tanpa pengawasan dalam lingkungan sosial dapat menyebabkan berbagai jenis penyimpangan. Misalnya, di masa terdahulu terdapat istilah bahwa “mulutmu harimaumu” berbeda
dengan istilah masa milenial sekarang ini, bahwa “jarimu harimaumu”. Melalui
jari-jari kecil mereka, orang-orang memposting kata-kata yang menyinggung,
ujaran kebencian, vulgar, lelucon, dan berita palsu yang merugikan orang lain. Kasus yang
paling banyak ditemukan adalah cyberbullying melalui jejaring sosial
hingga korban mengalami depresi atau tergoyahnya psikologis seseorang.
Saat
ini banyak remaja milenial menggunakan media sosial untuk berkomunikasi satu sama lain, seperti Facebook, Whatsapp, Tiktok, dan
Instagram. Kasus Cyberbullying telah
menjadi fenomena baru, terutama di kalangan remaja. Dari isu yang beredar, Cyberbullying
lebih kejam dari bullying karena meninggalkan sidik jari seperti
foto, video, dan tulisan.
Apa Itu Cyberbullying?
Dari sudut pandang psikologis, cyberbullying adalah
bagian dari bullying. Dari perspektif hukum, cyberbullying adalah
tindakan kejahatan yang dilakukan dengan sengaja dalam bentuk pencemaran nama
baik, ejekan, kata-kata kasar, pelecehan, ancaman, dan penghinaan. Cyberbullying
juga bisa dikatakan sebagai tindakan yang sangat-sangat menyimpang dari
perilaku sosial yang terjadi di jejaring sosial. Begitu pun sebenarnya bahwa cyberbullying
itu tidak seharusnya dilakukan, itu sama halnya dengan mempengaruhi
lemahnya mental seseorang sehingga dapat mengalami gangguan jiwa. Model
cyberbullying terbaru ini bahkan lebih berbahaya, karena dapat
dilakukan oleh siapa saja, kapan saja, dan di mana saja.
Ciri-Ciri Cyberbullying
Ternyata masih banyak remaja milenial
maupun anak-anak yang menjadi korban cyberbullying dan tidak berani
menceritakan apa yang terjadi kepada orang tua atau orang yang mereka cintai.
Oleh karena itu, perlu kita ketahui ciri-ciri cyberbullying ini meskipun
tidak diungkapkan secara langsung, bisa seseorang itu menjauhkan dirinya dengan
menghapus akun media sosialnya, menanyakan cara memblokir seseorang, lonjakan follower
atau permintaan teman di media sosialnya, mengucapkan kalimat yang merendahkan
harga diri, timbulnya perubahan kebiasaan diri seseorang, dan rasa percaya diri
seseorang berkurang.
Cyberbullying dibagi
menjadi beberapa jenis dengan menyebarkan kebohongan tentang seseorang atau
memposting foto untuk mempermalukan
seseorang di media sosial dengan
menghasut anak-anak, mengirim pesan atau ancaman, menyakitkan perasaan seseorang melalui platform
chatting dengan mengatasnamakan mereka, menuliskan kata-kata menyakitkan pada
kolom komentar dimedia sosial, memberikan suara untuk menentang seseorang dalam
jajak pendapat yang melecehkan, membuat akun palsu, membajak, atau mencuri
identitas online untuk mempermalukan seseorang serta memaksa anak-anak dan para
remaja milenial agar mengirimkan gambar seksual atau terlibat dalam percakapan
seksual.
Dampak Cyberbullying Bagi Korban
Ketika korban
pelecehan verbal, fisik dan mental, korban bisa menderita berbagai gangguan
mental. Korban bullying ditemukan
memiliki gejala depresi, kecemasan, dan
pikiran untuk bunuh diri. Korban bullying cenderung mengalami penarikan
diri secara emosional, sensitif, mudah marah, penurunan prestasi akademik, menghindari interaksi
sosial, bahkan mengalami penarikan diri
sehingga tidak dapat bergaul dengan
lingkungan sosialnya. Beberapa di antaranya kasus dari cyberbullying adalah
psikosomatik, seperti sakit kepala, sakit perut
dan ketegangan otot, jantung berdebar, sakit kronis, kecemasan tentang masalah tidur dan rasa tidak aman di lingkungan dengan potensi tinggi untuk bullying.
Masalah-masalah ini bukannya tidak mungkin diteruskan sampai mereka dewasa. Sebuah studi yang disebutkan di atas menemukan bahwa korban intimidasi dewasa lebih cenderung melukai diri sendiri dan lebih cenderung
berpikir untuk bunuh diri. Terkecuali itu, efek kupu-kupu melalui bullying
yang terjadi pada korban adalah mereka juga bisa menjadi pelaku bullying
(korban bullying).
Dampak Cyberbullying Bagi Pelaku
Tidak hanya korban, bullying
juga menyakiti para pelaku. Pengganggu remaja rentan terhadap masalah kesehatan
mental jangka panjang dan dapat berkembang menjadi dewasa jika tidak ditangani
dengan benar. Penjahat menghadapi risiko menjadi orang dewasa yang tidak
bahagia. Selain itu, pelaku intimidasi rentan terhadap masalah psikologis
seperti masalah kontrol emosi, sehingga sulit bagi mereka untuk mengembangkan
hubungan sosial dan hubungan romantis.
Ada 2 jenis pengganggu bully,
yaitu pure bully dan bully-victim. Pure bully atau
pengganggu yang tidak memiliki pengalaman dalam diintimidasi. Orang-orang
inilah yang selalu memiliki peran dominan dan seolah berada di puncak rantai
makanan. Bully-victim tampaknya tidak memiliki masalah psikologis yang
signifikan selain masalah moral dan kurangnya empati. Pure bully jenis
ini berpotensi berubah menjadi orang yang antisosial. Bully-victim adalah
mereka yang pernah di bully/diintimidasi di masa lalu. Bully-victim
seringkali secara fisik lebih lemah daripada orang yang menggertak mereka.
Namun, mereka hampir selalu lebih kuat dari korbannya. Bully-victim
cenderung mengalami kecemasan, kegelisahan, kesepian, impulsif, dan depresi di
masa dewasa. Mereka juga rentan melukai diri
sendiri dan dikenal lebih rentan
terhadap intimidasi/perundungan siber
daripada intimidasi langsung. Seperti bully-victim,
pengganggu rentan terhadap ide bunuh diri, depresi, kecemasan, dan gangguan
kepribadian antisosial.
Dampak bullying terhadap pelaku sebagai
orang dewasa yaitu pelaku rentan terhadap perilaku
kriminal, vandalisme, penyalahgunaan
alkohol dan obat-obatan terlarang, dan
aktivitas seksual dini. Selain itu, pelaku dapat menjadi agresif, temperamental,
kasar terhadap teman dan bahkan pasangan romantis.
Masalah-masalah
ini bukannya tidak mungkin diteruskan sampai mereka dewasa. Seharusnya menjadi
perhatian kita semua, orang tua, guru, dan staf pengajar di sekolah/kampus,
serta masyarakat umum, agar anak-anak kita, anak Indonesia, tidak terbully.
Kita harus menjadikan cyberbullying/bullying sebagai masalah bersama dan
tanggung jawab kita bersama. Anak-anak dengan masa depan cerah tidak boleh
dihancurkan oleh intimidasi remaja di era milenial ini.
Penulis : Cidra Dewi jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam