(Dok. Tim LPM FatsOeN)

Fatsun.id, Cirebon - FatsOeN merupakan Lembaga Pers Mahasiswa, sebuah organisasi jurnalis yang menjadi wadah kreativitas dan sumber informasi sekaligus kontrol sosial di lingkungan kampus, khususnya di IAIN Syekh Nurjati Cirebon.

FatsOeN terbentuk sejak tanggal 15 Juni 2000, yang berarti telah menginjak 21 tahun. FatsOeN sendiri masih terus eksis dan berkontribusi dalam dunia pers mahasiswa. Oleh karena itu, dalam rangka Dies Natalis LPM FatsOeN ke-21 ini diadakan beberapa rangkaian kegiatan diantaranya Seminar Kepenulisan, Charity, Sharing, dan Awarding. Kegiatan ini dicanangkan berlangsung pada 26 Juli & 2 Agustus 2021.

Seminar kepenulisan dengan tema “Explore Your Potential by Writing During a Pandemic” dilaksanakan pada Senin (26/7/2021). Seminar ini dilaksanakan secara daring melalui Zoom Meeting dan disiarkan langsung di akun YouTube LPM FatsOeN.

(Dok. Tim LPM FatsOeN)

Diikuti oleh berbagai kalangan, mulai dari sesama Lembaga Pers Mahasiswa, siswa, ataupun masyarakat umum. Peserta yang mengikuti seminar kepenulisan ini bukan hanya yang berasal dari Cirebon saja, melainkan dari luar kota, bahkan dari luar pulau.

“Targetnya peserta seminar bisa menulis laporan berita, menulis esai dan menulis opini yang baik dan sesuai dengan kaidah kepenulisan,” ujar Saeful selaku ketua pelaksana Dies Natalis LPM FatsOeN.

Dengan adanya seminar kepenulisan ini diharapkan peserta mampu menghasilkan output berupa laporan berita, menulis esai, dan menulis opini dengan baik sesuai dengan kaidah kepenulisannya.

Seminar ini disampaikan oleh dua pemateri yang mumpuni di bidangnya yaitu Mas Abdul Jalil dengan tema “Teknik Menulis Laporan dan Berita” yang dimulai pukul 10:00 s.d. 11:30 WIB. Yang kedua, Mas Ahmad Abdul Rifa’i dengan tema “Teknik Menulis Artikel Esai dan Opini” yang dimulai pukul 12:30 s.d. 14:00 WIB.

Selama kegiatan ini berlangsung peserta sangat antusias, apalagi saat sesi diskusi bersama pemateri yang pertama ataupun pemateri yang kedua.

Kemudian acara lainnya di hari pertama ini yakni charity. Charity merupakan salah satu rangkaian acara Dies Natalis juga yang mana kegiatan ini bertempat di Graha Yatim & Dhu'afa (GRAY) di Jl. Cideng Raya, Kedawung.

(Dok. Tim LPM FatsOeN)

Kegiatan charity ini diberi tajuk, FatsOeN Berbagi yang ditujukan sebagai salah satu bentuk rasa syukur dan menebar kebermanfaatan.

Dalam prakatanya Syaefullah selaku Ketua Pelaksana mengatakan, “Sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat bagi orang lain, semoga dengan adanya charity pada Dies Natalis kali ini bisa menumbuhkan kepedulian sosial & menebar kebaikan untuk kemaslahatan umat.”

Acara ini tak lepas dari menyesuaikan situasi, mengingat keadaan kita saat ini ikut menangani/mencegah covid-19. Maka pelaksanaan acara pun disesuaikan, yakni total secara daring/online. Kemudian kedepannya masih ada pelaksanaan di hari kedua, yakni di tanggal 2 Agustus.


Oleh Aisha, Anita, dan Rifki.

(Dok. Mahasiswa Gegesik)

Kehidupan sehari-hari manusia tidak terlepas dari kegiatan ekonomi. Dalam kegiatan tersebut pelaku usaha dan konsumen saling menguntungkan atau dengan kata lain melakukan simbiosis mutualisme.

Di Indonesia sendiri kegiatan ekonomi tidak terlepas dari adanya Usaha Mikro Kecil Menengah atau biasa disebut dengan UMKM. Dalam Undang-Undang No. 20/2008 UMKM dijelaskan sebagai “perusahaan kecil yang dimiliki dan dikelola oleh seseorang atau dimiliki oleh sekelompok kecil orang dengan jumlah kekayaan dan pendapatan tertentu”. UMKM ini mempunyai peran yang sangat besar bagi perekonomian di Indonesaia.

Saat ini Indonesia sudah memasuki era industri Ekonomi Kreatif, di mana dalam perekonomiannya tidak hanya dilakukan secara langsung,  tetapi juga dapat dilakukan melalui digital.

Era digital saat ini atau biasa yang dikenal dengan online, sangat memudahkan para pelaku usaha untuk memasarkan dagangannya. Apalagi di masa pandemi  seperti saat ini, jual beli yang dilakukan secara online menjadi solusi yang tepat bagi masyarakat, khususmya para pelaku usaha.

Mahasiswa IAIN Syekh Nurjati yang berasal dari Desa Gegesik dalam kegiatan KKN-DR melakukan wawancara dengan pelaku UMKM yang berada di Desa Gegesik. Pelaku UMKM tersebut berjualan Cilok khas Cirebon bernama Ibu Darsina. Dalam wawancara yang dilakukan, beliau menjelaskan bahwa awal mula berjualan cilok tersebut karena usaha suaminya. Akan tetapi suami Ibu Darsina meninggal dunia, sehingga usaha tersebut diambil alih oleh beliau.

Ibu Darsina lebih memilih berjualan cilok daripada jenis makanan yang lain karena awal mulanya berawal dari hobi. Beliau menjelaskan bahwa sebenarnya membuat cilok tidaklah mudah dan memakan banyak waktu juga tenaga. Akan tetapi karena membuat cilok sudah menjadi hobinya, Ibu Darsina tetap membuat dan melanjutkan usaha tersebut.

Untuk berjualan cilok, Ibu Darsina hanya mengeluarkan modal awal sebesar Rp. 300.000,- dan dari modal tersebut beliau selalu berusaha untuk mengembangkan usahanya hingga mampu bertahan sampai sekarang.

Masa pandemi seperti saat ini juga memberikan efek yang sangat signifikan bagi pelaku UMKM. Ibu Darsina menjelaskan di masa pandemi seperti sekarang jika dihitung-hitung tidak mendapatkan keuntungan. Beliau mengatakan saat-saat seperti ini bisa makan dari hasil jualan saja sudah merupakan sebuah keuntungan.

Pandemi tentu saja berpengaruh terhadap penjualan produk para pelaku UMKM. Ibu Darsina selaku penjual Cilok Khas Cirebon menjelaskan bahwa sebelum pandemi, penjualan cilok  sangat cepat sehingga bisa menghabiskan bahan baku sebanyak 20 kg tepung dalam satu minggu. Akan tetapi di masa pandemi penjualan menurun drastis. Tepung yang dihabiskan hanya 5 kg saja per minggu imbas adanya pandemi ini.

Untuk pemasaran Cilok khas Cirebon sendiri pada awalnya suami Ibu Darsina menjual cilok menggunakan sepeda ke berbagai desa yang berada di Kecamatan Gegesik selama beberapa tahun.

Namun saat ini, Ibu Darsina berjualan di rumahnya dengan menambahkan dekorasi menggunakan spanduk bertuliskan Cilok Khas Cirebon. Rumah tersebut juga dipersiapkan dan dibuat senyaman mungkin untuk pelanggan yang datang.

Pemasaraan yang dilakukan Ibu Darsina saat ini ialah pemasaran secara online. Ibu Darsina menawarkan produknya di media sosial Facebook sehingga memudahakan calon pembeli untuk menemukan produk tersebut.

Media online sangat membantu dalam kegiatan ekonomi yang terjadi setiap hari. Cara digital tersebut memudahkan pelaku usaha untuk menawarkan produknya secara lebih luas, apalagi di tengah Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) seperti sekarang.


Penulis: Mahasiswa Gegesik

(Dok. Mahasiswa Gegesik)

Kabupaten Cirebon merupakan kabupaten dengan segudang budaya lokal. Terdapat macam-macam budaya lokal yang berada di Kabupaten Cirebon, budaya tersebut merupakan vturun-temurun yang diwariskan oleh para leluhur Cirebon. Salah satu kesenian yang berada di Kabupaten Cirebon adalah kesenian wayang kulit. Di Cirebon sendiri terdapat dua pengrajin wayang kulit yang diakui oleh dinas pariwisata, yaitu di Kecamatan Dukupuntang dan di Kecamatan Gegesik.

Di Kecamatan Gegesik terdapat  lima desa, salah satunya yang menyimpan kearifan budaya lokal adalah Desa Gegesik Kulon. Di Desa Gegesik Kulon terdapat pengrajin wayang kulit yang bernama Wayang Kulit Tata Sungging. Mahasiswa IAIN Syekh Nurjati Cirebon yang sedang melaksanakan KKN-DR (Kuliah Kerja Nyata Dari Rumah) di Desa Gegesik Kulon melakukan wawancara dengan pengrajin wayang kulit yang berada di Desa Gegesik Kulon.

Pengrajin wayang kulit (Tata Sungging Wayang Kulit) tersebut bernama Bapak Sawiyah. Bapak Sawiyah mulai menekuni kerajinan wayang kulit pada tahun 1965. Tidak ada pendidikan formal kesenian yang pernah ditempuh, beliau belajar kerajinan wayang kulit secara autodidak, hanya berawal dari hobi dan kecintaan  terhadap kesenian wayang kulit.

(Dok. Mahasiswa Gegesik)

Proses pembuatan wayang kulit dilakukan secara manual oleh Bapak Sawiyah dimulai dari penjemuran kulit kerbau selama satu bulan. Kulit yang digunakan untuk membuat wayang kulit menggunakan kulit kerbau betina tua karena menurut beliau kulit kerbau betina yang sudah tua lebih kuat dari kulit lainnya, kalau di Jawa Tengah itu menggunakan kulit kerbau jantan yang masih muda. Setelah penjemuran selama satu bulan kemudian masuk ke tahap pemotongan. Tahap ini juga dilakukan secara manual oleh Bapak Sawiyah menggunakan alat pemotong khusus, kemudian setelah itu beliau menata kulit tersebut menggunakan alat tata wayang kulit, tata wayang kulit berbeda dengan tata kayu, kalau tata kayu lebih besar dan tipis, sedangkan tata wayang kulit bulat.

Bapak Sawiyah membuat wayang dengan beberapa karakter. Ciri khas wayang kulit yang dibuat oleh beliau yaitu memilki dua titik di bagian bawah. Ciri khas tersebut sengaja diciptakan oleh Bapak Sawiyah agar menjadi branding untuk wayang kulit hasil karyanya.

Untuk penjualan Wayang Kulit Tata Sungging tersebut, beliau menjual untuk pesanan yang digunakan dalam pertunjukan wayang dan biasanya ada kolektor yang mendatangi Bapak Sawiyah untuk membeli wayang sebagai tambahan bahan koleksinya.

Sampai saat ini, Bapak Sawiyah sangat menyayangkan karena tidak ada perhatian lebih dari pemerintah mengenai pengrajin wayang kulit. Beliau sangat berharap agar pemerintah dapat memberikan perhatian untuk kesenian di daerah Cirebon, tujuannya yaitu kesenian wayang kulit ini tetap ada dan tidak hilang karena digerus oleh zaman. Bapak Sawiyah ingin kesenian wayang kulit di Cirebon ini tetap murni, tidak tercampur dengan kesenian wayang kulit dari daerah lain, termasuk wayang kulit dari Jawa Tengah. Karena menurut beliau, kesenian wayang kulit yang asli menurut budaya Cirebon itu unik. Namun, kesenian wayang kulit dari Cirebon juga rentan sekali terkontaminasi dengan gaya kesenian wayang kulit dari daerah Jawa Tengah.

Sejauh ini Bapak Sawiyah juga masih bingung untuk menetapkan siapa yang akan menjadi penerusnya untuk menjadi pengrajin wayang kulit. Karena pemuda di Cirebon atau Gegesik pada khususnya masih belum melek terhadap kesenian wayang kulit sehingga belum ada yang sungguh-sungguh untuk belajar membuat wayang kulit dan menjadi penerus pengarjin Tata Sungging Wayang Kulit.

Kami berharap dengan tulisan ini Tata Sungging Wayang Kulit di Desa Gegesik Kulon dapat lebih dikenal oleh masyarakat luas agar kesenian yang merupakan warisan budaya ini tidak hilang dan tetap dikenal dari generasi ke generasi.

Salam dari kami, Mahasiswa Gegesik.

(Dok. DEMA IAIN Syekh Nurjati Cirebon)

(IAIN Syekh Nurjati Cirebon 10/07/2021) Citizen Jurnalism Workshop telah dilaksanakan oleh Dewan Eksekutif Mahasiswa (DEMA) IAIN Syekh Nurjati Cirebon. Dengan tema "Transformasi Jurnalisme Warga Menuju Perubahan Sosial". Dengan beberapa narasumber, antara lain Widya Saputra selaku Newscaster dan PR Metro TV, Ahmad Romzi selaku pegiat literasi digital dan Staf Khusus Presiden, dan Sobih Adnan selaku jurnalis Media Groups News dan Lampung Post. Workshop ini diadakan dengan media publikasi Zoom dan YouTube.

Tujuan dari workshop ini ialah mengenalkan kepada mahasiswa mengenai citizen jurnalism.

Pembicara pertama dalam workshop ialah Widya Saputra. Beliau menyampaikan pengalaman yang dirasakan di saat menjadi seorang jurnalis. Sepuluh tahun Widya Saputra sebagai seorang jurnalis. Dengan jabatannya sebagai seorang Newscaster dan PR Metro TV serta Sportcaster.

Widya memberikan tips menjadi seorang jurnalis yang baik kepada mahasiswa. Menjadi seorang jurnalis harus memiliki kemampuan menulis, teknik bicara, dan tidak berhenti untuk terus belajar. "Kemampuan menulis untuk bisa menjadi seorang jurnalis, teknik berbicara, dan jangan berhenti untuk belajar, hal paling mudah untuk jadi seorang jurnalis cukup biasakan buat caption. Udah itu doang kok," ucapnya.

Menurut beliau semua gelar akhir pendidikan bisa menjadi seorang jurnalis. "Di tempat kerja saya nggak ada keharusan gelar apa gitu. Ada yang teknik nuklir, guru, yang penting punya hati jiwa nurani jurnalis yang tinggi semua bisa jadi jurnalis. Segala profesi bisa menjadi jurnalis," ucapnya.

Workshop Citizen Journalism sesi kedua yang dilaksanakan oleh DEMA IAIN Syekh Nurjati Cirebon masih menggunakan media Zoom Meeting.

Pada sesi kedua ini, dimulai pukul 13:00 WIB. Diisi oleh narasumber yang sangat menawan yaitu Romzi Ahmad yang merupakan pegiat literasi digital, wakil ketua umun bidang strategi komunikasi dan kreatif, gugus depan mahasiswa, bahkan asisten staf khusus presiden.

Kegiatan workshop kedua ini dihadiri oleh kurang lebih 100 partisipan dari mahasiswa IAIN Syekh Nurjati Cirebon maupun mahasiswa universitas di Indonesia lainnya.

Pada sesi kedua ini, Romzi Ahmad membahwa materi yang berjudul "Digital Advokasi". Dalam materi tercantum tiga pembahasan yaitu Advocacy, New Media dan Citizen Journalism.

(Dok. DEMA IAIN Syekh Nurjati Cirebon)

Romzi Ahmad berpendapat, "Digital advokasi ialah penggunaan teknologi digital untuk menghubungi, menginformasikan, dan memobilisasi sekelompok orang yang berkepentingan di sekitar suatu masalah atau penyebab. tujuan advokasi digital ialah untuk menggembleng pendukung untuk mengambil tindakan."

Selain itu, Romzi Ahmad berpesan, “Kemampuan jurnalis kalian yang sedang dipelajari saat ini itu harusnya ujungnya adalah kebermanfaatan kalian, nah gimana biar manfaat jurnalismenya tadi ada istilah namanya jurnalisme advokasi jadi kalian menjadi konten kreator di ruang digital dengan tujuan mencapai tujuan bersama goal bersama atau kalian mempunyai tujuan bersama yang ingin dicapai, maka kalian akan capai melalui keterampilan jurnalisme yang kalian miliki.”

Materi jurnalisme warga kedua diisi oleh Sabih Adnan. Ia menuturkan bahwa perkembangan jurnalisme warga dari tahun ke tahun telah mengalami perubahan. Di samping itu, menurutnya hal yang paling dasar dalam dunia jurnalistik ialah penguasaan bahasa.

Selain itu, ia juga menyampaikan bagaimana prinsip jurnalisme warga itu terbentuk. "Prinsip jurnalisme warga yaitu dari, oleh, dan untuk warga," tuturnya.

Penulis: Rizka, Rifki, dan Dimas