(Ilustrasi perkuliahan daring oleh Fauzan Alfani)


 LPM FatsOen,Cirebon- Hampir satu tahun, dunia pendidikan di Indonesia menerapkan pembelajaran jarak jauh (PJJ). Mulai dari tingkatan Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), Sekolah Menengah Atas (SMA), sampai dengan Perguruan Tinggi (PT). 


IAIN Syekh Nurjati salah satunya, institusi pendidikan yang berada di Kota Cirebon ini, telah menerapkan pembelajaran jarak jauh selama dua semester, dimulai sejak Maret 2020 lalu. 


Namun, pembelajaran jarak jauh yang sudah diterapkan oleh kampus ini, selama dua semester lalu, dinilai oleh sejumlah pihak masih belum cukup maksimal. 


Seperti yang dirasakan oleh M. Asror, mahasiswa jurusan Tadris Ilmu Pengetahuan Sosial semester 4, bagi Asror pembelajaran mata kuliah secara daring, kurang dapat dipahami ketimbang kuliah secara tatap muka.  


"Intinya kuliah daring itu belajarnya kurang maksimal, dibandingkan kuliah tatap muka bersama dosennya," ungkap Asror, saat diwawancara via WhatsApp. 


(Infografis oleh Fauzan Alfani)


Kuliah online tentu saja bukan hanya kurang maksimal. Di satu sisi,  saat pelaksanaan kuliah daring seperti ini, kuota internet sudah menjadi kebutuhan pokok bagi mahasiswa. 


Namun, di tengah kebutuhan terhadap kuota internet meningkat, tak jarang pula masih ada sebagian mahasiswa yang kesulitan dalam membeli kuota internet, baik karena akses membeli kuota internet yang sulit dijangkau ataupun karena faktor ekonomi.  


Seperti yang dialami oleh Romsiyah, mahasiswi jurusan Komunikasi Penyiaran Islam, dirinya mengalami kesulitan saat ingin membeli kuota internet dan harus menuju ke desa tetangga terlebih dahulu. 


"Akses membeli kuota di sini lumayan jauh, harus menempuh perjalanan ke desa tetangga," ungkap mahasiswa asal Desa Gombong, Kecamatan Belik, Kabupaten Pemalang itu, saat diwawancarai via WhatsApp.  


Masih menurut Romsiyah, selain akses yang jauh dalam membeli kouta internet, persoalan jaringan sinyal pun menuai kendala. Hal tersebut membuat dirinya mengalami kesulitan dalam belajar secara daring. 


"Dan di desa ini jaringan sinyal sangat lemah sehingga menyulitkan untuk belajar dengan metode daring ini, terkadang telat masuk kelas dan pembelajaran sering kali tertinggal, karena kendala keduanya tersebut," ungkapnya.  


Tidak hanya persoalan kuota internet dan jaringan sinyal, sebagian mahasiswa pun mengeluhkan terkait dengan fasilitas yang diberikan kampus. Misalnya, subsidi kuota yang diberikan oleh kampus kepada mahasiswa, masih dirasa kurang maksimal. Sebab, pihak institusi tidak memberikan kuota internet secara rutin kepada para mahasiswa, dan pembagian kuota tersebut pun tidak merata.  


Moh. Minanur Rohman, mahasiswa jurusan Komunikasi Penyiaran Islam mengaku hanya menerima pemberian subsidi kuota dari kampus sebanyak satu kali. Dia mengaku hanya memperoleh kuota internet sebesar 4 gb.


"Kendala yang paling penting tentunya kuota, karena selama kuliah daring kuota menjadi kebutuhan pokok bagi mahasiswa. Dan herannya, kenapa pihak kampus hanya memberi bantuan satu kali dan itupun tidak merata," ujar Rohman.


Hal yang berbeda ketika kuliah daring datang dari Rosita, mahasiswi jurusan Tadris Biologi. Dirinya merasakan bahwa pembelajaran kuliah daring yang selama ini sudah diterapkan, sangat kurang menyenangkan. Misalnya, ada sebagian dosen yang hanya memberikan materi saja, tanpa menjelaskan.  


"Jadi, kendala dalam kuliah daring selama dua semester ini, itu banyak banget.Terus kurang menyenangkan, karena selama kuliah online ada beberapa dosen yang hanya meng-share materi saja tanpa menjelaskan isi materi tersebut," ungkap Rosita saat diwawancarai.


Bukan saja mahasiswa, namun sebagian dosen pun kerap kali menemui kendala saat mengajar.Seperti yang disampaikan oleh Hartati, salah satu dosen di jurusan Ilmu Hadist, Fakultas Ushuluddin, Adab, dan Dakwah.


Pihaknya mengatakan, kerap kali banyak menemui kendala saat proses kuliah daring berlangsung. Salah satunya terkait dengan kuota internet. Suatu hari, saat sedang mengajar,Hartati pernah kehabisan kuota ditengah proses pembelajaran berlangsung. 


"Di rumah, kuota abis gak ketahuan karena asik ngajar. Karena ngajar kalo udah asyik suka lupa, udah gak inget kuota tinggal berapa lagi. Tau-tau pas ibu ngetik ko ini gak bisa ya, oh ternyata abis," ungkap Hartati, saat diwawancarai di ruang kerjanya.  


Bagi Hartati, saat kuliah daring berlangsung, pihaknya tidak dapat mengontrol perkembangan mahasiswa yang diampunya, menurut beliau proses belajar secara tatap muka dengan daring sangat berbeda jauh, hal ini terkait dengan pola psikologis yang dibangun saat mengajar.  


"Iya. Walaupun secanggih apapun IT itu enggak bisa memutuskan hal seperti ini yang positif, yang positif itukan harusnya tatap muka, ngelihat," imbuhnya. 


Hal serupa juga disampaikan oleh Rana, salah satu dosen di Fakultas Syariah Ekonomi Islam.Pihaknya mengaku berupaya untuk lebih maksimal saat menjalankan proses pembelajaraan kuliah daring. Selain itu, saat kuliah daring berlangsung, ia perlu menyesuaikan dengan para mahasiswanya. Sebab, tak jarang pula banyak sebagian mahasiswa yang saat kuliah daring justru mengalami penurunan semangat dalam belajar.


“Ya banyak sekali penyesuaian-penyesuaian ya, mungkin kalau awal-awal mahasiswa masih semangat ya, tapi ketika menjelang pertengahan semester itu jadi banyak yang mengalami penurunan semangat,” ungkap Rana.


Apa Kata Pimpinan?

Permasalahan yang terjadi dalam pelaksanaan kuliah daring selama dua semester sebelumnya di IAIN Cirebon patut menjadi pekerjaan rumah yang perlu ditangani bersama, baik oleh mahasiswa ataupun dosen, termasuk pihak birokrasi kampus yang berwenang dan bertanggung jawab dalam penyelenggaraan pendidikan di instansi perguruan tinggi tersebut.


Muslihudin, selaku Wakil Dekan II FITK, menuturkan bahwa pandemi yang melanda global membuat pendidikan menerapkan kebijakan emergency yang merupakan respon cepat terhadap berbagai macam kondisi saat ini.


“Memang kalo ada hal yang sifatnya teknis ditemukan kendala itu pasti bisa ditemukan di lembaga mana pun di institusi mana pun di—apa istilahnya itu, baik dalam level regional maupun dalam level nasional bahkan mungkin global,” ujarnya dalam sesi wawancara.


Wadek II FITK juga mengungkapkan bahwa beberapa kendala yang terjadi dalam realisasi penyaluran kuota internet untuk mahasiswa pada masa kuliah daring di semester sebelumnya ada padapengkompilasian atau pengkapitalisasian nomor telepon seluler milik mahasiswa dan kerja sama denganprovider jaringan internet. “Meskipun ada di database, itu terkadang, mungkin kita tidak bisa memastikan mana yang aktif dan mana yang tidak aktif,” ungkapnya.


Pihaknya juga menuturkan bahwa pada tahun 2021 ini kuota internet untuk dosen dan mahasiswa sudah dianggarkan. Kuota internet tersebut kemungkinan akan diberikan melalui injeksi langsung ke nomor telepon seluler masing-masing dosen dan mahasiswa yang akan didata ulang, dengan alokasi pemberian berjumlah dua sampai tiga kali injeksi untuk semua jenis kartu. 


“Tiga kali injek atau mungkin dua kali injek, nanti kita lihatlah itunya. Antara dua dan tigalah ya,”ungkapnya.


Suteja selaku Wadek I FITK menanggapi persoalan dosen yang hanya membagikan materi tanpa memberikan dosis khusus dalam pembelajaran. Ia mengungkapkan bahwa dalam peningkatan sistem pembelajaran daring dosen juga akan dipantau dan dievaluasi.


“Tapi mau ada evaluasinya loh, jangan lupa, sistem belajar begini tuh. Misalkan saya mengajar pakai Google Classroom. Itu tiap hari ada pantauan. Ada pantauan, otomatis ketauan. Absen tiap hari, jumlah mahasiswa, semua serba online. Dipantau oleh pusat data,” ujarnya dalam sesi wawancara.


Wadek I FITK mengungkapkan bahwa teguran persuasif telah dilakukan.“Ketahuan, ketahuan. Saya bisa tau. Dosen ini, ini, ini. Ya tidak sih teguran, tidak ya. Cuma ya ngobrol. Kalau yang sepuh-sepuh ya diobroli. Kalau yang muda-muda ya ditanyai. Tapi ya beberapa. Nggak banyak. Itu jangan lupa generasi yang lainnya tahun 60-an, yang saya bilang bisa maca hape ga untung,” jelasnya.


Ia mengaku sering berpesan melalui ormawa, SEMA-DEMA, kepada mahasiswa untuk konsultasi kepada Ketua Jurusan masing-masing jika memiliki masalah dengan dosen.


“Kalau belum puas, ketemu saya langsung,” pungkasnya.



Reporter : Rifqi Al Wafi dan Rifaldi

Penulis : Rifaldi

Editor : Alfarabi dan Dea Agustin Nuraisyah


Ilustrasi (Fauzan Alfani)


Jakarta (11/02). Berdasarkan hasil Focus Group Discussion (FGD) di Resto Abu Nawas Jakarta, IAIN Syekh Nurjati dinyatakan lolos penilaian Kementerian Agama bersama dua IAIN lainnya, yaitu IAIN Bukittinggi dan IAIN Batusangkar. Keputusan tersebut sesuai dengan hasil penilaian para penguji pada proposal dan kelengkapan administrasi alih status IAIN menjadi UIN. IAIN Syekh Nurjati seperti disampaikan oleh Direktur Jenderal Pendidikan Islam, Prof. Dr. Muhammad Ali Ramdhani, S.TP., M.T. telah memenuhi seluruh persyaratan alih status menjadi UIN berdasarkan Peraturan Menteri Agama (PMA) Nomor 20 tahun 2020. Hal ini sekaligus menempatkan IAIN Syekh Nurjati bersama dua IAIN lainnya menggungguli 7 IAIN pengusul lainnya. 

Lebih lanjut Prof. Dr. Muhammad Ali Ramdhani, S.TP., M.T. juga menegaskan bahwa alih status IAIN Syekh Nurjati menjadi UIN harus pula diikuti dengan reorientasi visi mewujudkan universitas Islam kelas dunia dengan varian program studi yang tersedia. “Tentu tidak boleh pula melupakan kekhasan perguruan tinggi Islam Indonesia yang tetap konsisten mengusung moderasi beragama dan Islam Washatiyah,” tegas Guru Besar UIN Bandung tersebut.

Senada dengan hal tersebut, Direktur PTKI Prof. Dr. Suyitno, M.Ag. menuturkan bahwa UIN Syekh Nurjati bersamaan dengan proses transformasinya akan menjadi Pilot Project Universitas Islam Siber Indonesia (UISI). Sebagai Universitas Islam Siber pertama, UIN Syekh Nurjati akan menjadi pioner Open Islamic Educational Resources (OIER) di dunia dengan teknologi Digital Multimedia University (DMU). “UIN Syekh Nurjati akan mendorong perubahan paradigma lama Perguruan Tinggi Keagamaan Islam (PTKI) dari konvensional menjadi re-creation and connecting knowledge pada open space. Ke depan, UIN Syekh Nurjati akan menyelenggarakan pendidikan jarak jauh (PJJ) berbasis teknologi,” ungkap Suyitno.

Lebih lanjut secara teknis Kasubdit Kelembagaan dan Kerja sama, M. Adib Abdushomad, Ph.D. menyempurnakan tahapan transformasi yang akan dilakukan oleh IAIN Cirebon. Menurutnya, visitisasi lapangan oleh tim Kementerian Agama akan dilakukan pada akhir Februari tahun 2021, selanjutnya oleh Kementerian PAN-RB untuk memberikan rekomendasi kelayakan pungkas transformasi tersebut. “Setelah semua proses visitasi lapangan dilakukan, selanjutnya Menpan-RB akan mengajukan izin prakarsa kepada Sekretariat Negara untuk kemudian diputuskan oleh Presiden Joko Widodo,” terang Adib.

Keputusan tersebut disambut baik oleh civitas academica IAIN Cirebon. Dalam kesempatan yang berbeda, Dr. Sumanta Hasyim, M.Ag. merasa bersyukur atas capaian dan amanah yang diberikan kepada lembaganya. Menurutnya, transformasi menjadi UIN Cirebon memang menjadi keniscayaan mengingat kiprah kampus ini yang memiliki segudang prestasi, termasuk minat warga Jawa Barat dan sekitarnya untuk belajar. “Kami merasa mendapat anugerah yang tak ternilai, selain lolos dalam tahap awal transformasi UIN, juga diberi amanah untuk menjadi kampus Islam Siber pertama. Hal ini tentunya akan kami respon dengan sebaik mungkin dalam menyiapkan segala yang dibutuhkan,” tegas Sumanta.

Persiapan tersebut didukung penuh oleh seluruh stakeholder IAIN Syekh Nurjati. Seperti disampaikan Dr. Syaifudin Zuhri, M.Ag. bahwa kampusnya telah membentuk tim khusus untuk melakukan berbagai persiapan, kaitannya dengan transformasi dan kampus Islam Siber. Program-program telah dirancang dengan matang, baik pada aspek penyiapan SDM, infrastruktur digital, sarana dan prasarana, serta perangkat legalitas lainya. “Tahun ajaran baru mendatang IAIN Syekh Nurjati akan membuka kelas siber internasional perdana pada program studi PAI, sekaligus menanti Peraturan Presiden soal alih status UIN Syekh Nurjati,” pungkasnya.

Penulis: M Andi Hakim


   
Ilustrasi (Fauzan Alfani)


Beberapa hari kemarin muncul sebuah pemberitaan yang dibuat oleh LPM Fatsoen. Pemberitaan tersebut berisi tentang informasi jaringan nama-nama pejabat organisasi intra-kampus serta latar belakang organisasinya, mulai dari SEMA, DEMA, sampai ketua HMJ, yang kesemuanya merujuk pada salah satu organisasi ekstra kampus yang identik dengan warna “ kuning”.

Ada banyak tanggapan atas informasi tersebut: beberapa mungkin ada yang marah dan jengkel. Hal ini sangat wajar, selagi tidak melakukan ujaran kebencian yang menyebabkan perpecahan. Karena mau bagimanapun pemberitaan itu masuk ranah identitas organisasi. Tetapi saya sendiri sebagai salah satu bagian dari yang mereka sebut dengan “kuning” menanggapinya dengan biasa saja (walaupun namaku juga dalam pemberitaan itu). Malah menganggap hal seperti ini sebagai dinamika dalam demokrasi, di tengah keapatisan mahasiswa yang akut, sedikit pemantik diperlukan.

Banyaknya kader “kuning” yang menduduki berbagai posisi di intra-kampus, tentu tidak dapat sepenuhnya disalahkan kepada mereka, toh masih banyak juga jurusan yang tidak dipegang oleh orang “kuning”. Bahkan mereka mampu menjalankan demokrasi dengan baik dan lebih dewasa, tentu hal ini dapat menjadi penegasan bahwa kampus ini memang bukan kampus “kuning”, karena masih memberi ruang kepada yang lain, walaupun tidak sebanyak yang dimiliki oleh orang “kuning”.

Tentu sangat tidak pantas juga, jika menjustifikasi orang “kuning” sebagai orang yang paling bernafsu “kekuasaan”. Karena hal ini terjadi karena sistem politik di kampus belum mendukung sepenuhnya terjadinya dinamika, dialektika, perdebatan, ide dan gagasan, karena sejatinya hal seperti inilah yang menjadi esensi dari pesta demokrasi itu sendiri. Ketika hal ini sudah terjadi maka niscaya panggung politik tidak hanya sekedar mencari siapa yang menang setelah itu selesai, tetapi lebih dari itu, yaitu terciptanya gagasan atau ide segar untuk mencapai kemaslahatan yang lebih luas.

Karena sejatinya orang “kuning” sendiri terjun dalam organisasi intra-kampus bukan hanya sekedar perebutan kekuasaan tetapi sebagai sarana untuk setiap kadernya melakukan pengabdian, pembelajaran serta turut andil dalam berbagai macam problem yang ada di kampus, karena kampus sebagai contoh negara kecil (miniatur state), karena dengan terjun dalam organisasi kampus, harapannya setiap kader dapat mengaktualisasikan dirinya dengan secara maksimal, karena kampus tidak hanya semata-mata sebagai ruang akademis yang hanya berorientasi pada angka saja, tetapi juga sebagai ruang untuk mencari jaringan dan pengalaman.

Jadi sangat wajar jika berbagai macam organisasi saling berlomba-lomba untuk menempatkan setiap kadernya dalam dunia kampus, sehingga menciptakan suatu sistem perpolitikan yang sangat sehat sudah menjadi sebuah keharusan, dengan terciptanya sebuah sistem yang baik yang akhirnya mampu untuk membuka ruang partisipasi publik dengan seluas-luasnya.

Sehingga agenda pesta demokrasi tidak dipahami sebagai sarana persaingan politik, tetapi juga sebagai sebuah sarana untuk mencari figur intelektual yang layak dan mumpuni serta memiliki jiwa kepemimpinan yang baik. 

Harapannya marwah organisasi baik kuning, pink, hijau, merah, dan lain sebagainya dapat terangkat dengan hadirnya setiap kader mereka yang menampilkan citra kader yang berintelektual, profesional, berwawasan luas, memiliki jiwa empati dan simpati, tidak membedakan, arif, serta loyal dalam berbagai macam organisasi yang sedang di gelutinya, bukan malah sebaliknya.

Mungkin hal ini terkesan terlalu “ngawang” tetapi semangat, optimisme, harapan, itu  harus tetap ada diperjuangkan, mungkin saya ingin menyudahi tulisan saya ini dengan sebuah kutipan dari Mahbub Djuanidi yang saya sandur dari situs islamlib.com “Kamu lihat monyet yang paling besar dan paling beringas itu? Dialah kepala, pemimpin monyet monyet lain di kandang itu, Dia menjadi kepala dan menjadi pemimpin itu bisa disebabkan beberapa faktor, bisa karna dia paling tua, bisa juga karena paling pintar, tetapi yang jelas karena dia paling besar, paling kuat, paling perkasa, paling mampu membanting monyet monyet lainnya yang tidak menurut. Alasan takutlah yang membuatnya bisa menjadi pemimpin, Monyet tidak pernah mengenal sistem pemilihan seperti halnya bangsa manusia, ini kedunguan warisan.”

Fahmi Labibinajib

LPM Fatsoen, HMJ SKI, PMII Rayon An Nahdloh dan Warta Senja (Wadah Literasi Semesta)





“Katakanlah yang benar, walaupun kebenaran itu pahit.” 

(HR. Ahmada At Tabrani, Ibnu Hibban dan Al Hakim dalam kitab Syarah Misykatul Mashobih)

Edisi kali ini, kami mengeluarkan liputan Merangkum Pemilihan SEMA dan DEMA, bisa baca di sini dan sini. Liputan kali ini, barangkali akan mengagetkan banyak pihak. Sebab, dalam sepanjang sejarah peradaban manusia hal-hal baru selalu mendapatkan respon yang luar biasa bisingnya. Bahkan tak sedikit yang beradu fisik sampai penghilangan nyawa, lebih-lebih perihal mengoreksi kekuasaan. 

Sejarah telah mengajarkan mengenai itu. Misalnya penyebaran agama Islam yang dilakukan oleh Nabi Muhammad, disikapi dengan brutal oleh kaum Quraisy; penolakan warga atas laku jahat pejabat dan pemodal yang tanahnya akan dirampas, malah dibunuh: Salim Kancil, Poro Duka dan lainnya atau hal yang terbaru adalah terlibatnya pelajar dalam demonstrasi, banyak yang mencibirnya. Hal baru yang mengoreksi dan menggugat status quo, di setiap zamannya selalu memunculkan gejolak. Kami menyadari betul akan hal itu.

Dalam konteks kampus kita tercinta, jabatan-jabatan strategis di kampus, yang menguasai dari bendera mana adalah rahasia umum. Namun informasinya sayup-sayup, berbisik-bisik di warung-warung kopi, di pojok parkiran kampus atau di kamar kos-kosan. Maka, yang sudah menjadi rahasia umum itu, kami munculkan ke publik. Pemunculan siapa menguasai apa dari bendera apa ini lah, barangkali hal baru. 

Kami memercayai bahwa esensi dari demokrasi adalah pelibatan publik seluas-luasnya (partisipatif). Salah satu cara agar publik bisa terlibat, adalah dengan memunculkan isu ini ke publik. Agar publik bisa secara objektif mengoreksi, mengkritik, menawarkan dan berpartisipasi lebih jauh dalam kancah perpolitikan di kampus. 

Kita telah lama kehilangan otonomi: pendiktean di berbagai sisi oleh birokrasi Kampus dan Negara. Pada akhirnya, ruang untuk bereksperimen dalam mengelola, mengatur dan menciptakan tatanan yang ideal sesuai imajinasi kita sempit, terkadang malah buntu. Pendiktean itu diselundupkan diberbagai aturan, salah satunya Keputusan Dirjen Pendidikan Islam nomor 4961 tahun 2016 tentang Pedoman Umum Organisasi Kemahasiswaan pada Perguruan Tinggi Keagamaan Islam dan turunannya.

Juga minimnya keterlibatan publik dalam percaturan perpolitikan di kampus diperparah oleh mandulnya organisasi ekstra lain. Sebagai oposisi, alih-alih lebih garang, suaranya semakin tahun semakin parau. Organisasi ekstra lain, sebagai organisasi gerakan mempunyai tanggung jawab moral dalam menyuntik gairah perpolitikan di kampus. Bisa dibayangkan, organisasi gerakan, yang berbusa-busa berbicara perihal perpolitikan saja melempem, bagaimana civitas akademis lain yang apatis?

Perpolitikan di kampus, sering kali direduksi hanya perihal perebutan kekuasaan. Padahal lebih luas dari itu: bagaimana mengawal kebijakan kampus yang tidak pro-mahasiswa? Misalnya, di tengah masa krisis karena pandemi, kampus dan Negara tidak punya empati dengan terus memalak UKT; bagaimana pemenuhan hak mahasiswa, disaat infrastruktur perkuliahan online banyak yang belum dipenuhi (kuota, akses refrensi online: jurnal, buku dan lain sebagainya); bagaimana transparansi UKT beserta subsidi dari negara? yang pengeluarannya sedikit karena serba online, tapi membayar UKT secara penuh; bagaimana hak-hak buruh di kampus? dan sederet masalah lainnya.

Implikasi dari direduksinya makna perpolitikan menyebabkan, bisingnya hanya saat pemilihan ketua-ketua belaka dan sebatas merebutkan kekuasaan. Pasca itu, kembali adem ayem. Situasi ini tidak asing dengan perpolitikan di negara kita. Elit-elit partai politik cum pemodal hanya memanfaatkan demokrasi (baca: pemungutan suara) untuk mendapatkan sekaligus melanggengkan kekuasaan. Selebihnya, disaat rakyat protes: mengoreksi, mengkritisi dan menawarkan solusi malah disemprot gas air mata, dibui bahkan sampai hilangnya nyawa. 

Maka jangan meniru laku biadab elit-elit Parpol di Indonesia. Mari bersama-sama terlibat dalam merebut otonomi: melepas pendiktean dari elit serta mementingkan golongannya belaka, sesering mungkin mendengarkan keresahan, sekaligus berpihak pada akar rumput: mahasiswa, buruh, OB, dosen kontrak atau non-PNS, satpam dan kaum yang terpinggirkan lainnya. Juga, jauhi konflik-konflik horizontal yang menguras waktu, pikiran dan tenaga. Singkatnya, apapun benderanya: pink, hijau, biru, merah, hitam atau lainnya; apapun ideologinya: kiri, kanan, tengah, atas atau bawah; apakah seorang wibu, pencinta drakor, penyuka tea jus atau nutrisari, penganut bubur diaduk atau tidak, pecinta sholawat, pendukung keras band-band indie, pengamat video 19 detik-an atau (si)apapun itu, harus mendapatkan akses yang sama untuk belajar di organisasi intra tanpa memandang dari bendera mana. Sebab, selain demokrasi mensyaratkan kita semua setara dalam menciptakan kehidupan yang lebih baik. Juga, saat menjadi pejabat publik bukan lagi kita sebagai pink, kuning, hijau, merah atau lainnya. Melainkan mengabdi untuk kemaslahatan publik, bukan untuk bagi-bagi kekuasaan untuk golongannya sendiri. Selamat mengemban amanah, selamat bekerja!

Redaksi


Musyawarah besar (MUBES) Ormawa SEMA (Senat Mahasiswa), DEMA (Dewan Mahasiswa) IAIN Syekh Nurjati Cirebon dilaksanakan pada tanggal 2 Februari 2021, di Auditorium FITK lantai 5. Kegiatan tersebut dihadiri oleh anggota SEMA dan DEMA sebagai peserta penuh (calon anggota SEMA DEMA - Institut), sedangkan beberapa ketua dari masing-masing HMJ sebagai tamu undangan (peserta peninjau). 

Infografis (Ilustrator : Fauzan Alfani) 


Dari hasil musyawarah, didapat keseluruhan anggota SEMA-I berjumlah 21 orang, 81% diantaranya mahasiswa berorganisasi ekstra PMII (Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia) dan 19% lainnya tidak mengikuti organisasi ekstra. Sedangkan, seluruh ketua SEMA dan DEMA-F merupakan anggota PMII. Ketua HMJ (Himpunan Mahasiswa Jurusan) berjumlah 24 orang 59% diantaranya berorganisasi ekstra PMII, 33% tidak mengikuti organisasi ekstra dan 8% berorganisasi ekstra HMI (Himpunan Mahasiwa Islam).

Infografis (Ilustrator : Fauzan Alfani) 


Kegiatan tersebut bertujuan untuk memilih ketua SEMA dan DEMA-I. Berdasarkan POK (Pedoman Organisasi Kemahasiswaan) yang tercantum dalam BAB V pasal 13 tentang keanggotaan, syarat dan wewenang SEMA IAIN Syekh Nurjati Cirebon bahwa Keanggotaan SEMA - Institut dan BAB VI pasal  19 tentang DEMA IAIN Syekh Nurjati Cirebon bahwa kepengurusan SEMA dan DEMA Institut ditetapkan pada bulan Februari.


Berdasarkan data yang ada, anggota SEMA, DEMA dan HMJ didominasi oleh mahasiswa yang berorganisasi ekstra PMII.  

Infografis (Ilustrator : Fauzan Alfani)


Catatan: Data yang terangkum di sini, kami menggunakan dua metode: wawancara dan observasi. Kami melakukan observasi melalui aplikasi online Getcontact dan Instagram. 

Penulis: Nisa Nurhasanah dan Maya Noviyanti

Tim Riset: M. Rizal Aryo Seno, Tedi Satrio, Delima, Elisa Juliani, Maya Noviyanti, Zulva Azhar dan Siti Nur Azizah


Ilustrasi (Fauzan Alfani)

 

“Namaku Fatimah Azzahra, aku jatuh cinta pada administrasi, saat terlibat di Himpunan Mahasiswa Jurusan. Maka, aku mendaftar masuk Senat Mahasiswa Fakultas Tarbiyah,” katanya, melalui pesan daring. “Agar, skill perihal dunia administrasiku terus berkembang,” imbuhnya. Namun harapan Zahra mengabdi dan mengembangkan skillnya di SEMA-F Tarbiyah pupus, saat tahu pengumuman dari Panitia Pemilihan Mahasiswa Fakultas (PPMF) Tarbiyah dirinya tidak lolos seleksi.

Zahra sangat kecewa, bukan hanya karena tidak bisa mengabdi serta mengembangkan skillnya di SEMA-F Tarbiyah. Tapi karena proses penjaringan yang dilakukan PPMF tidak objektif. “PPMF tidak bijak, kurang kritis, kurang tegas dalam penerimaan berkas. Sebab tidak melihat kelengkapan berkas yang dikumpulkan, hanya mementingkan golongannya sendiri,” ungkap Zahra.

Duduk Perkara Membludaknya Delegasi PAI

Ahmad Muzayyin, demisioner ketua Himpunan Mahasiswa Jurusan PAI bercerita, bagaimana duduk perkara pendelegasian PAI di SEMA-F Tarbiyah. “Pada mulanya, saya menawarkan ke teman-teman HMJ PAI H-2 dibukanya pendaftaran SEMA-F Tarbiyah, ada yang mau didelegasikan masuk SEMA-F tidak?” cerita Zayyin, sapaan akrabnya. “Ternyata teman-teman di HMJ masih pada bingung,” lanjutnya. H-1 sebelum pendaftaran, kata Zayyin, dia lebih intens menanyakan ke teman-teman secara personal, siapa yang mau maju ke SEMA-F Tarbiyah,”

Masih kata Zayyin, karena kebingungan, dirinya konsultasi ke Kajur (ketua jurusan). Akhirnya mendapatkan jalan keluar, dirinya didorong oleh Kajur untuk masuk SEMA-F Tarbiyah. Pasca dari Kajur, Zayyin kembali mempertanyakan ke teman-temannya yang ada di HMJ PAI. Dua orang lain yang siap maju ke SEMA-F Tarbiyah adalah Athif Nurrohman dan Fatimah Azzahra. Hal itu sesuai dalam POK (Pedoman Organisasi Kemahasiswaan) FITK IAIN Syekh Nurjati Cirebon tahun 2020 pasal 5 ayat 2 “Utusan dari masing-masing jurusan sebagai calon anggota SEMA-FITK maksimal 3 orang”. 

Setelah sudah ada 3 orang, Zayyin mempersiapkan pemberkasan sebagai syarat administasi masuk SEMA-F Tarbiyah, lalu mengonfirmasi ke Ketua HMJ PAI yang baru, “Karena yang bertanda tangan dalam pengajuan delegasi ketua yang baru,” kata Zayyin.

“Pada hari pendaftaran, 3 orang menghampiri saya di sekre: Asmari Sentosa, Abdullah Faqih dan Abdul Ghani. Mereka ingin maju ke SEMA-F Tarbiyah. Karena sudah ada 3 orang dan memang yang tertera di POK hanya 3 orang. Juga dari kemarin-kemarin saya menghubungi mereka, tapi dari merekanya masih bingung. Bahkan sampai ke hari H. Saya kaget, ternyata di PPMF tiba-tiba muncul ada 7 orang delegasi dari PAI: saya, Fatimah Azzahra, Athif Nurrohman, Asmari Sentosa, Abdullah Faqih dan Abdul Ghani dan Trio Egiyana,”  Zayyin pun menegaskan bahwa pemberkasan 4 orang tersebut tidak melalui dirinya. Memang tiga di antara mereka sudah mengkonfirmasi minta surat rekomendasi, namun karena melebihi kuota dan dari beberapa hari yang lalu sudah ditawari dan tidak satupun mengindahkan, maka Zayyin menolak pemberkasan. Zayyin juga tidak tahu menahu perihal pemberkasan ke-4 orang tersebut yang hanya ia ketahui, pihak PPMF mengatakan bahwa semua berkas lengkap dan tidak ada kecacatan.

Demisioner SEMA-F Tarbiyah, Ilham Nur Kartika Wisuda mengonfirmasi polemik pendelegasian PAI “Bukan hanya PAI, Sebenarnya ada 2 HMJ lagi yaitu PBA dan PGMI. PGMI dan PBA dapat diselesaikan, sementara PAI masih overload yaitu 7 delegasi. SEMA tetap menargetkan 3 delegasi, sampai H-1 penutupan pendaftaran masalah PAI belum selesai,” kata Ilham. “Persoalan kelebihan delegasi dikembalikan kepada masing-masing HMJ, SEMA tidak terlibat dalam menentukan hal tersebut,” imbuh Ilham, mahasiswa Tadris bahasa Indonesia angkatan 2017.

Masih kata Ilham, “Awalnya Zahra dan Trio yang lolos seleksi, kemudian Trio lah yang menjadi kandidatnya dan hal tersebut kuasanya PPMF. SEMA-F Tarbiyah tidak terlibat dalam penentuan siapa yang menjadi delegasi, SEMA hanya menjadi fasilitator dalam kegiatan tersebut,” pungkasnya.

Kompak Menghindari Diwawancara

Rofik Hijazi, ketua terpilih HMJ PAI 2021-2022, saat kami mengonfirmasi perihal polemik pendelegasian di PAI melalui pesan daring, dia merespon dengan melakukan video call (VC) pada kami, namun belum sempat menjawab, vc sudah dimatikan olehnya. Ketika Kami mengontaknya kembali, ia melakukan video call lagi, tidak memberikan penjelasan apapun, Rofik malah menyodorkan HP-nya ke teman-temannya. Sehingga, kami tidak bisa mengonfirmasi polemik delegasi PAI di SEMA-F Tarbiyah. Akhirnya, kami mengirimkan pesan ke Rofik Hijazi, namun pesan kami hanya dibaca. 

Begitu pula dari pihak PPM-F Tarbiyah, Mohammad Alfian sebagai ketua PPM-F Tarbiyah hanya menjawab pertanyaan-pertanyaan secara normatif belaka, pertanyaan penting kami mengenai bagaimana kronologi pemberkasan dan kelengkapan berkasnya dari 7 delegasi PAI, serta bagaimana penilaian PPM-F Tarbiyah terhadap 7 calon dari PAI. Sebab, kata Ilham, “Yang menetukan lolos atau tidaknya kandidat hanya PPMF Tarbiyah, SEMA-F tidak ikut campur. Juga konten-konten pertanyaannya, yang membuat mereka (PPM-F Tarbiyah). SEMA-F Tarbiyah hanya sebagai fasilitator belaka,” ungkapnya. Namun pesan krusial dari reporter kami yang dikirm via Whatsapp kepada Alfian, tidak dibalas sampai berita ini ditulis.

Selain mereka berdua, Trio Egiyana yang dinyatakan lolos sebagai delegasi dari PAI, juga salah satu dari 4 orang yang mendaftar pasca sudah ada 3 delegasi dari PAI membenarkan bahwa dirinya sebagai salah satu delegasi PAI yang maju ke SEMA-F Tarbiyah dan yang lolos menjadi delegasi. Pasca mengonfirmasi itu pertanyaan kami selanjutnya melalui pesan daring tidak dibalas lagi sampai berita ini ditulis.

Dekatnya Ketua PPMF dan Delegasi yang Diloloskan

Ungkapan Zahra, yang mencurigai PPMF Tarbiyah hanya mementingkan golongannya sendiri bukan tanpa dasar, dalam penelusuran kami melalui Instagram dan Getcontact, Muhammad Alfian sebagai Ketua PPMF Tarbiyah sekaligus Koordinator Komisi 3 SEMA-F Tarbiyah tahun ini merupakan kader Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII). Begitu pula dengan Trio Egiyana, dia kader dari PMII. Mereka berdua, juga menempuh PKD (Pelatihan Kader Dasar) bersama, yang diadakan oleh Pondok Pesantren Al-Istiqomah pada 7-9 Januari 2021.

Kedekatan Trio dan Alfian, bukan hanya dalam satu organisasi PMII. Temuan kami di pesan daring yang dilakukan oleh reporter Fatsoen, ada kesamaan jawaban dari mereka berdua, saat reporter kami ingin mengonfirmasi beberapa hal, yakni mereka berdua menanyakan LPM Fatsoen dalam meliput persoalan UKT.

*Fatimah Azzahra merupakan nama samaran.


Penulis : Zulva Azhar dan Toni

Reporter : Fachri Nurfauzi dan Zulva Azhar



Rabu, 10 Februari 2021 pukul 08.30-10.30, telah dilaksanakan pelantikan serentak dan simposium ORMAWA (Organisasi Mahasaiswa) FITK (Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan) IAIN Syekh Nurjati Cirebon yang diselenggarakan di Auditorium Gedung FITK Lantai 5 dengan tema “Meningkatkan Sinergitas dan Progresivitas ORMAWA FITK untuk Mewujudkan Generasi FITK yang ARIF.” Acara ini dihadiri langsung oleh Dekan FITK serta Wakil Dekan 1,2, dan 3, Ketua SEMA dan DEMA Institut periode 2020-2021, Perwakilan dari pengurus SEMA dan DEMA FITK, Demisioner SEMA dan DEMA FITK, serta 3 orang perwakilan jurusan dari setiap HMJ (Himpunan Mahasiswa Jurusan) FITK.  

Penerapan Protokol Kesehatan


Acara ini dilaksanakan secara offline dan online. Hal ini semata-mata demi menerapkan protokol kesehatan, yaitu pembatasan perkumpulan dalam jumlah besar. Pernyataan ini dilontarkan oleh Rifki Fadilah selaku ketua pelaksana “Alhamdulillah kita masih bisa melaksanakan pelantikan ini secara tatap muka, dengan menerapkan protokol kesehatan yang telah ditetapkan oleh SATGAS.”

PPMF sendiri selaku penyelenggara acara melakukan live melalui aplikasi  Zoom, hal ini ditujukan bagi peserta yang diharuskan mengikuti acara secara online agar dapat mengikuti acara secara hikmat dari kediaman masing-masing. Adapun peserta yang mengikuti Zoom ialah Anggota HMJ (Himpunan Mahasiswa Jurusan), Demisioner SEMA dan DEMA Institut, dan setiap Ketua SEMA-DEMA FSEI dan FUAD. “Ada 10 jurusan yang hadir (Offline) Perwakilan dari masing-masing HMJ dari setiap jurusan,” Tutur Farihin selaku Dekan FITK dalam sambutannya.

Pesan Kepada ORMAWA FITK 2021-2022

Nuriman selaku demisioner DEMA FITK periode 2020-2021 dalam sambutannya memberikan pesan serta harapannya bagi kepengurusan ORMAWA yang baru. “Harapa nbesar bagi kami agar teman-teman semua bisa meneruskan perjuangan-perjuangan generasi sebelumnya. Mudah-mudahan tinta emas ataupun tinta perak yang telah kita raih silakan dilanjutkan, jangan terputus begitu saja,” Nuriman berharap kepada ORMAWA selanjutnya untuk meneruskan perjuangan kepengurusan yang telah ia rintis di periodenya pada masanya.

Nuriman pula menambahkan, “Uang bisa dicari, ilmu bisa digali, tapi kesempatan tidak datang dua kali.” Ia menuturkan bahwa kesempatan emas ini tidak akan datang dua kali, namun perkataannya dibantah oleh Farihin, selaku Dekan FITK. Farihin menegaskan bahwa “Tidak akan ada yang memberikan anda kesempatan, kecuali anda sendiri yang berjuang untuk menggapainya, jadilah generasi yang mampu menciptakan kesempatan-kesempatan di masa depan.” Menurut Farihin, kesempatan perlu diciptakan bukan sekonyong-konyong datang sendiri.

Farihin pula memberi wejangan kepada pengurus baru ORMAWA FITK bahwa mereka harus menerapkan MIKIR. “M-nya adalah Militan, I intelektualitas yang tinggi, K kreatif, I Inovatif, terakhir R, Regenerasi yang baik. Jika tanpa itu, jangan harap akan sukses. Omong kosong,” Imbuh Farihin dalam sambutannya.

Keberlangsungan Acara

 Setelah selesai menyampaikan sambutan, Farihin selaku Dekan FITK membuka pelantikan dengan membaca Surat Al-Fatihah dilanjut dengan pemukulan gong sebanyak tiga kali sebagai simbolis dibukanya acara. Lalu Pembacaan Surat Keputusan kepengurusan oleh Dekan 3, Saifuddin dan dilanjut dengan pembacaan ikrar oleh seluruh ORMAWA yang dilantik lalu serah terima kepengurusan oleh Ketua DEMA FITK periode 2020-2021, Nuriman kepada ketua DEMA FITK periode 2021-2022, Muhammad Wahyu Amrullah. Acara pelantikan ditutup dengan penampilan tari jaipong oleh Nurul, mahasiswa Jurusan Tadris Bilogi Semester 2.  Acara pelantikan inipun dilanjut dengan Simposium yang dilaksanakan oleh seluruh ORMAWA FITK.

 

Reporter dan Penulis : Deda Aenul Wardah dan Zulva Azhar

Fotografer                   : Fauzan Alfani

Ilustrasi Muhammad Akrom 
( Ketua SEMA - I IAIN Syekh Nurjati Cirebon ) 


Musyawarah Dewan Mahasiswa Institut (MUDEMA-I) Selasa, (2/02) diwarnai pengusiran oleh Presidium Sidang yakni SEMA-I terpilih, Muhammad Akrom. "LPM Fatsoen sendiri tidak boleh masuk persidangan, peserta peninjau yang dimaksudkan dalam TATIB BAB III Peserta Sidang point 2, hanya HMJ dan Fakultas," katanya dalam persidangan MUDEMA-I. Landasannya adalah legalitas panitia tidak menyebar undangan untuk UKM, hanya HMJ dan Fakuktas (Sema-F dan Dema-F).

"Jadi, mohon pengertian dan kerja samanya untuk LPM Fatsoen, agar meninggalkan persidangan," kata Akrom kepada jurnalis Fatsoen.

Ketua Pengawas Pemilihan Mahasiswa Instititut, Zaki berpendapat selaras, bahwa di dalam persidangan tidak boleh ada UKM yang masuk, sebab UKM tidak diundang dalam pesta demokrasi kampus. "Sepengetahuanku, tamu undangan untuk UKM tidak ada. Namun, sebagai pers saya tidak tahu untuk diperbolehkan masuk apa tidak," kata Zaki, mahasiswa semester 7.

Akrom, selain berkiblat pada Tatib PPMI, juga berdalih bahwa persidangan MUDEMA-I hanya untuk internal. "Jadi, karena ini hanya untuk internal, sifatnya rahasia," tandasnya. Ia juga mengambil contoh dari persidangan DPR-MPR RI bawasanya persidagan tersebut tidak boleh diikuti oleh jurnalis. Menurutnya, jika lembaga pers ingin mendapatkan informasi maka mereka harus menggalinya pada sekertaris, bukan menghadiri sidang secara langsung.

Namun, demisioner SEMA tahun lalu, Rohmawan mengklarifikasi dan mendukung kerja-kerja pers dalam pesta demokrasi kampus. "Ini mis-komunikasi saya dengan PPMI," kata Mawan panggilan akrbanya. "Seyogyanya memang kerja-kerja pers harus kita dukung, karena sebagai pemantau kegiatan kita semua." imbuhnya.

Apa yang dikatakan Mawan sesuai UU Pers nomor 40 tahun 1999, yang mana kerja-kerja jurnalistik harus dihormati dan dilindungi. Dalam pasal 4 dikatakan, bahwa kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga negara. Jadi, jika ada pelarangan dalam kerja-kerja jurnalistik, selain melanggar hukum. Juga mengkhianati Hak Asasi Manusia.

Keributan pelarangan ini, akhirnya reda dan jurnalis Fatsoen dibolehkan meliput kembali dalam acara pesta demokrasi kampus atau yang kita kenal MUDEMA-I.

Reporter : Maya dan Rizal

Penulis : Toni dan Zulva

Suasana Musyawarah. (Dok. Alfan)

Rhio Maheso Jenar terpilih sebagai Ketua Umum DEMA-I periode 2021-2022 pada acara Musyawarah Dewan Mahasiswa Institut (MUDEMA-I) di Auditorium FITK Lantai 5, Selasa, (2/2/2021).

Rhio, yang merupakan mahasiswa jurusan Tadris IPS semester 7 ini tinggal di Desa Cirebon Girang, Kecamatan Talun, Kab. Cirebon. Dia pernah menjabat sebagai Ketua Umum HIMASOS periode 2019-2020 dan Ketua Umum Aliansi Mahasiswa Pendidikan IPS Se-Indonesia periode 2019-2020.

Rhio berani mencalonkan diri sebagai Ketua Umum DEMA-I karena termotivasi dari pengalamannya yang pernah berada di tingkat Nasional. Ia tidak ingin ketinggalan kesempatan berada di tingkat institut dan membagikan pengalamannya ketika dia berada di tingkat nasional.

Tentang kepengurusan DEMA-I periode sebelumnya, Rhio mengatakan kurang eksistensinya karena komunikasi yang terhambat akibat pandemi Covid-19.

"Kalau bicara kepengurusan tahun lalu, karena baru masuknya pandemi. Yang terbiasa offline kemudian jadinya online jadi komunikasi terhambat." Kata Rhio.

Sebagai inovasi agar lebih baik dari kepengurusan tahun lalu, Rhio akan meningkatkan pendekatan secara emosional kepada setiap bidang dalam struktur kepengurusannya agar komunikasi tetap berjalan dengan baik.

Rhio mengatakan, untuk program unggulan DEMA-I kedepannya, dia akan meningkatkan public hearing dan sharing season kepada internal kampus.

"Terkait program unggulan, mungkin saya terlebih dahulu akan public hearing kepada internal kampus dan perlu ada sharing season biar temen-temen yang ada masalah (tau cara menyelesaikannya)." Kata Rhio. (Avi Afian Syah_FatsOeN)

 

Suasana MUDEMA-i IAIN Syekh Nurjati Cirebon (Dok. Alfan)

Selasa (02/02/2021), Hari ke-2 berlangsungnya acara MUDEMA (Musyawarah Dewan Mahasiswa) Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Syekh Nurjati Cirebon. Yang bertempat di gedung FITK lantai 5.

Acara yang dihadiri kurang lebih 20 orang yang terdiri dari PPMI (Panitia Pemilihan Mahasiswa Institut) dan formatur SEMA-I (Senat Mahasiswa Institut), DEMA-I (Dewan Mahasiswa Institut) terpilih. 

Acara ini membahas tentang pemilihan ketua DEMA-I (Dewan Mahasiswa Institut) periode 2021/2022. Dalam roundown acara dimulai pukul 08.30 WIB, namun terkendala anggota SEMA-I dan DEMA-I yang terlambat hadir. Sehingga acara baru bisa dimulai pukul 10.30 WIB.

Awalnya bakal calon ketua DEMA-I terdiri dari 3 kandidat. Tetapi karena 1 kandidat tidak memenuhi syarat dan 1 lagi salah mendaftar. Sehingga hanya menghasilkan 1 calon ketua DEMA-I (Dewan Mahasiswa) Institut yaitu, Rhio Maheso Jenar dari jurusan Tadris IPS Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan.

Dengan salah satu misi nya yaitu, "Menjadi wadah aspirasi bagi mahasiswa". Rhio terpilih secara langsung menjadi ketua DEMA-I (Dewan Mahasiswa Institut) periode 2021/2022. (Maya Noviyanti-M.Rizal_FatsOen)


M. Akrom (ketua Sema-i 2021-2022, kana) berfoto bersama
Rohmawan (ketua Sema-i 2020/2021, kiri) (Dok. Alfan)

PPMI (Panitia Pemilihan Mahasiswa Institut) IAIN Syek Nurjati Cirebon melaksanakan Musema (Musyawarah Senat Mahasiswa) institut pada Senin (1/2), bertempat di auditorium lantai 5 gedung FITK.

Musema ini dihadiri oleh delegasi HMJ, panitia dan tamu undangan. Acara ini dibuka oleh warek 3 kemudian dilanjut dengan sidang pembacaan tata tertib dan pemilihan calon formatur SEMA-I periode 2021/2022.

Ketua pelaksana Musema, M. Ramadhan menjelaskan, tema yang diangkat dalam acara ini yaitu mewujudkan kepemimpinan yang antusias, responsif dan berintegritas. “Alhamdulillah, persiapan dilaksanakan jauh hari. Namun ada beberapa kendala, seperti kurangnya kuota calon anggota sema yang mendaftar, hingga jadwal yang berubah dikarenakan jadwal perwakilan rekrotat yang bentrok. Sampai akhirnya kita bisa melaksanakannya hari ini,” kata Ramadhan.

Musema ini ditutup dengan terpilihnya Muhammad Akrom sebagai formatur SEMA-I terpilih secara aklamasi. “Kami akan menjembatani untuk aspirasi ke pihak kampus dan selalu menjaga komunikasi dengan pihak kampus,” tutur Akrom saat diwawancara oleh tim liputan FatsOen.

Ilman Nafi’a, warek 3 berharap Musema ini dijadikan sebagai evaluasi dan sarana inovasi bagi sema agar lebih baik lagi, “Semoga (sema periode ini) mempersiapkan program-program yang terkait dengan kegiatan virtual (di masa pandemi) dan di awal harus ada orientasi kegiatan,” tutupnya. (Arifin/Fachri_FatsOen)


Suasana Musema IAIN Syekh Nurjati Cirebon (Dok. Alfan)


Pada tanggal 1 Februari 2021 sedang dilaksanakan Musyawarah Senat Mahasiswa (MUSEMA) IAIN Syekh Nurjati Cirebon periode 2021—2022. Kegiatan ini mengangkat tema "Mewujudkan Kepemimpinan yang Antusias, Responsif dan Berintegritas Leadership is Action not Position." Kegiatan ini dilaksanakan selama dua hari di Auditorium FITK Lantai 5.

Kegiatan yang berlangsung di dalam ruangan ini, tetap memperhatikan protokol kesehatan.  Sebagaimana ucap salah seorang panitia PPM-I, Abdullah Faqih, " Alhamdulillah dengan diadakannya kegiatan ini, situasi dan kondisi tetap tertib, lancar dan menerapkan protokol kesehatan yang sudah ditetapkan pemerintah." 

Semua komponen-Panitia, Calon Kandidat, Pimpinan Kampus dan Audiens- yang turut serta dalam kegiatan terbilang taat dengan peraturan protokol kesehatan. Terbukti dengan diterapkan memakai masker, menjaga jarak dan mencuci tangan sebelum masuk ruangan.

Tentu di situasi pandemi seperti sekarang, ada pembatasan ataupun jumlah minimal perkumpulan. Masih dari Faqih, "Berdasarkan SK WaRek III, di dalam ruangan cuman 40 orang maksimal, itu juga di jarak 1 meter, ada sekat-sekat."

Namun di sisi lain, dengan pemberlakuan peraturan-peraturan tadi, seolah menurunkan euforia pesta demokrasi kampus. Sehingga terasa cukup hambar, meskipun dalam pelaksanaan kegiatan terbilang cukup tertib dan teratur. (Tedi Satrio dan Rifki_FatsOen)