LRM Istiqro FSEI sedang melakukan kegiatan online meeting (dok/istimewa). |
LPM Fatsoen - Lembaga Riset Mahasiswa Istiqro
Fakultas Syariah dan Ekonomi Islam IAIN Syekh Nurjati Cirebon bekerja sama
dengan Santri Alam (SALAM) Cirebon dan Sekolah Mangrove Losari Cirebon, Sabtu (3/10)
mengadakan kegiatan webinar Ngaji Hasil Riset bertemakan " Ekspansi Perkebunan
Sawit, Korupsi Struktural, dan Penghancuran Ruang Hidup di Tanah Papua."
Dalam kegiatan ngaji hasil riset
tersebut yang menjadi pembicara diantaranya, Arie Rompas dari Greenpeace
Indonesia, Eko Cahyono dari Sajogyo Institute Bogor, Gus Syatori selaku
peneliti di Boven Digoel, dan Max Binur
dari Belantara Papua.
Diketahui sepanjang
tahun 2019, Greenpeace Indonesia telah melakukan penelitian di tiga tempat suku
yang berbeda di Papua diantaranya, komunitas suku Yeinan di distrik Jagebob
Kabupaten Merauke, Komunitas Suku Auyu
di distrik Jair Kabupaten Boven Digoel Papua, Komunitas Suku Mpur di Kampung
Arumi Distrik Kebar Timur dan Kabupaten Tambrau Papua Barat.
Dalam dokumen
penelitian yang dirilis, ekspansi perkebunan sawit merupakan bagian dari
penghancuran ruang hidup masyarakat Papua, dimana areal perkebunan sawit milik
tanah ulayat diambil oleh perusahaan demi kepentingan korporasi bisnis
oligarki.
Menurut Eko Cahyono
salah satu pembicara pada webinar Ngaji Hasil Riset mengatakan bahwa akar
permasalahan dari ekspansi perkebunan sawit di tanah Papua adalah praktik
koruptif.
Empat modus korupsi? sementara itu,
hasilnya dalam penemuan ekspansi korporasi sawit di Papua dan Papua Barat
berkelindan dengan setidaknya empat (4) modus koruptif, yaitu diantaranya :
1. State capture corruption, adalah modus
korupsi dalam mekanisme pelayanan publik, pengadaan, pemberian izinyang
dilakukan oleh oknum yang berkuasa di pemerintah.
2. Manipulasi dan penipuan atas nama
representasi kesepakatan suara masyarakat.
3. Tekanan yang kerap berujung pada tindak
kekerasan (baik simbolik maupun fisik) menjadi modus berikutnya.
4. Obral janji palsu. Kerap terdengar
cerita dan pengakuan dari komunitas adat di sekitar area korporasi sawit yang
menyerahkan tanah adat mereka karena janji-janji tertentu; mulai berupa uang,
jabatan tertentu, pekerjaan, hingga jalan-jalan ke Jawa.
Sementara, itu menurut Gus Syatori
dalam pemaparan pematerinya mengatakan bahwa pihak perusahaan perkebunan sawit
menggunakan cara-cara yang licik untuk memperoleh lahan perkebunan sawit,
dengan cara pendekatan konflik yakni memecah belah antara marga.
"Mereka itu jahat sekali,
sesama marga diadu domba hanya demi kepentingan bisnis mereka, sehingga nilai
dan sistem budaya di tanah Papua dihilangkan," Ucap Gus Syatori dalam sesi
pemaparan.
Dalam riset tersebut menggunakan
metodologi kombinasi antara riset akademik dan riset partisipatoris atau yang
biasa disebut dengan (academic cum participatory).
Sehingga tujuan
dari penelitian tersebut secara umum berusaha untuk mengetahui dan menganalisis
berbagai dampak ekspansi perkebunan sawit dan praktik korupsi sumber daya alam
(dalam makna luasnya) yang mengakibatkan beragam krisis sosial, ekonomi,
lingkungan dalam multiperspektif di di wilayah Papua dan Papua Barat.
Ngaji Hasil Riset tersebut tidak
hanya dilakukan secara online, namun diadakan juga secara offline di pondok
pesantren Patwa Desa Mertapada Kecamatan Astanajapura Kabupaten Cirebon.
Di kegiatan offline hadir peserta dari berbagai jurusan seperti, mahasiswa Hukum Keluarga, mahasiswa Hukum Tata Negara, mahasiswa Hukum Ekonomi Syariah, dan mahasiswa FUAD dari Jurusan BKI, KPI, dan PMI. (Fatsoen/Faldi)
Posting Komentar