Judul Buku                  : Politik Kuasa Media
Nama Penulis              : Noam  Chomsky
Nama Penerbit            : Jalan Baru
Tebal Halaman            : 50 Halaman
Tahun Terbit                : Febuari 2019

Dalam buku yang aslinya berjudul "The Spektakular Achievements of Propaganda" ini pembaca akan dihadirkan tentang sejarah bagaimana sebuah media, khususnya media massa digunakan untuk mengatur, melawan, dan menguasai opini publik. Seperti yang terjadi pada saat pemerintahan Adolf Hiltler, ia menggunakan media sebagai alat untuk propaganda pada perang dunia dua. Lalu Presiden Amerika seperti W. Wilson yang menggunakan media untuk memenangkan pemilihan umum pada tahun 1916, dan George Bush yang menggunakan media sebagai alat untuk menggiring opini untuk menutupi kegagalan dia dalam menangani masalah pendidikan, kemiskinan, hutang negara. Serta masih banyak contoh lain di dalam buku ini.

Buku ini juga mengahadirkan analisis-analisis tentang bagaimana media bekerja untuk sebuah kepentingan politik tertentu. Dalam buku ini disebutkan bahwa para penguasa membangun propaganda lewat media massa untuk menggiring opini publik dan membangun sebuah citra. Karena siapa yang dapat membangun sebuah citra, maka ia akan mendapatkan legitimasi dan kepercayaan publik untuk melakukan segala kepentingan-kepentingannya.  Padahal kepentingannya tersebut terkadang kontraduktif dengan kepentingan publik. Tetapi, karena media memolesnya dengan apik  membuat kepentingan yang kontraproduktif tersebut menjadi bias di masyarakat.

Buku ini membeberkan kepada pembaca bahwa informasi-informasi yang dihadirkan oleh media massa tidak lain adalah hasil dari para awak petugas media di meja-meja redaksi. Disitulah dimana informasi diatur sebelum disebarkan kepada khalayak ramai. Walaupun mereka mengerjakannya dengan teknik-teknik jurnalistik, tetapi yang mereka tulis belum tentu adalah sebuah fakta yang sebenarnya. Karena terkadang dalam sebuah informasi yang disebarkan selalu saja ada fakta yang tidak diungkap, kejadian yang tidak ditulis atau kebenaran yang disembunyikan.

Karena sebuah media massa dapat dijadikan sebagai alat pengontrol kebenaran, apa yang dikatakan media massa maka dapat menggiring opini publik untuk dapat mempercayainya. Karena dalam sebuah sistem demokrasi opini publik adalah hal yang sangat penting. Hal inilah yang menjadikan para penguasa atau pemangku kebijakan berlomba-lomba dalam menguasai industri media massa.

Walaupun buku ini hanya memiliki tebal halaman sebanyak 50 halaman tetapi isi yang dihadirkan buku ini sangat bermutu dan berbobot apalagi bukunya ditulis oleh Noam Chamsky, seorang yang dikenal karena pemikirannya yang independen dengan analisis-analisis yang tajam, walaupun mungkin bahasa yang digunakan dalam buku ini sedikit sulit untuk dipahami, dan juga banyak istilah yang susah dimengerti tetapi secara keseluruhan buku ini sangat cocok untuk kalian yang suka dengan kajian atau isu-isu media dan politik.


(Fahmi Labibinajib/Fatsun)

“Perempuan didefinisikan sebagai sosok manusia yang tengah mencari nilai-nilai di dunia nilai, suatu dunia yang harus ada untuk mengetahui struktur ekonomi dan sosial. Kita akan mempelajari perempuan dalam sebuah perspektif eksistensial dengan penghormatan atas situasi totalnya.”
---
Maskulin dan Feminim
Maskulin adalah tipe manusia manusia absolut. Perempuan memiliki ovarium dan uterus, kekhususan ini justru memenjarakannya dalam subjektivitasnya, melingkupinya di dalam batasan-batasan sifat alaminya. Banyak yang mengatakan bahwa perempuan berpikir dengan kelenjarnya. Laki-laki kadang lupa atau pura-pura bahwa anatominya juga memiliki kelenjar, seperti testikel, juga hormon. Ia berpikir tubuhnya seperti hubungan langsung dan normal dengan dunia, yang ia yakini dan pahami secara objektif, padahal ia menganggap tubuh perempuan sebagai rintangan, penjara, beban, dengan segala kekhususannya.
“Perempuan adalah perempuan dengan sifat khsusunya yang kurang berkualitas,” ujar Aristoteles, “kita harus memandang sifat perempuan yang dimilikinya sebagai suatu ketidaksempurnaan alam”. Hal ini disimbolkan dalam Kitab Kejadian dimana Hawa digambarkan Bossuet sebagai makhluk yang diciptakan dari “tulang rusuk” Adam.
Dengan demikian, kemanusiaan adalah laki-laki dan laki-laki mendefinisikan perempuan bukan sebagai dirinya, namun sebagai kerabatnya. Perempuan dianggap sebagai makhluk yang mandiri. Laki-laki adalah sang subjek, sang absolut – perempuan adalah sosok yang lain.

Perempuan Makhluk Seksualitas
            Kenyataannya, perempuan tidak pernah dibebaskan oleh masyarakat dari kebutuhan laki-laki. Nafsu sesksual dan hasrat untuk melanjutkan keturunan, yang mana membuat laki-laki bergantung pada kepuasan yang didapatinya dari perempuan. Pekerja seks komersil atau pelacur seringkali diidentikan dengan perempuan, keberadaannya seringkali mendapatkan pandangan yang buruk di mata masyarakat, sedangkan para laki-laki sebagai penikmat, tidak disebut sebagai orang rendahan, karena tindakannya yang demikian tidak dianggap sebagai tindakan ammoril, hal demikian dapat disimpulkan bahwa laki-laki sebagai penikmat, namun perempuan yang mendapat getahnya.
            Dimana-mana setiap waktu, laki-laki seolah-olah menunjukkan kepuasaan perasaan bahwa mereka adalah makhluk tertinggi, “Terpujilah Tuhan yang tidak menciptakan saya sebagai perempuan,” ujar orang Yahudi dalam do’a paginya, sementara sang istri berdo’a dalam kepasrahan “Terpujilah Tuhan karena menciptakan saya sesuai kehendak-Nya,”
Apa saja yang pernah ditulis laki-laki mengenai perempuan, harus dicermati. Karena laki-laki berperan sebagai hakim sekaligus penuntutnya.

Kesetaraan adalah Ancaman!
            Kemudian, pada abad ke delapan belas, kaum laki-laki yang lebih demokratis mulai memandang permasalahan ini secara objketif. Salah seorang dari mereka, berusaha keras menunjukkan bahwa perempuan, seperti halnya laki-laki, adalah juga manusia.
            Banyak laki-laki menghendaki hal ini terus berlangsung, tidak semuanya mengusahakannya. Kaum konservatif borjuis memandang emansipasi perempuan adalah ancaman tidak sedikit laki-laki yang mengkhawatirkan kompetisi feminim. Salah satu kepentingan yang didapatkan adalah bahwa yang yang palimg hina diantara mereka dibuat untuk merasa superior. Hal ini tidak hanya terjadi pada konsep feminimintas, akan tetapi ras dan golongan.
            Banyak laki-laki menegaskan bahwa perempuan setara dengan laki-laki saat mereka dalam keadaan senang dan tidak menuntut apa-apa. Sementara pada saat yang bersamaan, mereka akan mengatakan bahwa kaum perempuan tidak akan pernah setara dengan laki-laki. Sehingga beberapa tuntutan akan sia-sia saja. Kenyataannya, sungguh merupakan sesuatu yang sangat sulit bagi laki-laki menyadari nilai ekstrem diskiriminasi sosial yang tampaknya tidak begiti signifikan, tapi menimbulkan efek yang sangat mendalam pada moral dan intelektual perempuan, sehingga muncul dari sifat alamiahnya.
            Lalu sekarang bagaimana menghadapi permasalahan seperti itu? Dan untuk memulai siapakah kita demi mengemukakan itu semua? Laki-laki bertindak sebagai hakim sekaligus penutntut, begitu halnya dengan perempuan. Yang kita butuhkan adalah malaikat, bukan laki-laki atau perempuan. Yang mampu menjelaskan bahwa nasib perempuan tidak ditentukan oleh fisik, psikologi dan tekanan-tekanan ekonomi.
Perempuan didefinisikan sebagai sosok manusia yang tengah mencari nilai-nilai di dunia nilai, suatu dunia yang harus ada untuk mengetahui struktur ekonomi dan sosial. Kita akan mempelajari perempuan dalam sebuah perspektif eksistensial dengan penghormatan atas situasi totalnya.”

Penulis : Siti Khotimah
Sumber : Simone De Beauvoir “Second Sex”