Resensi novel :
1. Identitas Buku
Judul Buku : Orang-orang Biasa
Nama Pengarang : Andrea Hirata
Nama Penerbit : Penerbit Bentang (PT. Bentang Pustaka)
Ketebalan Buku : 20,5 cm (xii + 300 halaman)
Tahun Terbit : Februari, 2019.
Buku ini menceritakan tentang seorang Andrea Hirata yang gagal membawa Putri Belianti, seorang anak miskin yang cerdas, masuk ke sebuah fakultas kedokteran di Universitas Bengkulu. Siapa yang tak mengenal Andrea Hirata, seorang penulis hebat juga menginspirasi banyak orang, Indonesia patut bangga memiliki Andrea Hirata. Di dalam novel ini kita dapat melihat kekecewaan berat yang dialami oleh Andrea Hirata. Betapa begitu sulitnya melanjutkan pendidikan di Indonesia, meskipun telah berjuang sampai batas, namun akhirnya gagal karena dipatahkan oleh mahalnya uang muka yang ditawarkan universitas.
Pengantar buku ini berlatar di sebuah kota yang naif bernama Belantik, yang menceritakan tentang penduduk kota yang begitu apa adanya, tidak munafik. Pada halaman 5 ditegaskan bahwa penduduk kota Belantik adalah penduduk yang jika ada masalah mereka cenderung menyelesaikannya secara kekeluargaan. Mereka bukan orang-orang yang kasar. Mereka berjiwa humor, tak suka melanggar hukum dan respek pada otoritas. Jika mereka miskin mereka bersahaja; jika mereka kaya mereka tidak rakus; jika mereka miskin dan mereka tidak kaya mereka tidak ada. Bagi saya Belantik mencerminkan beberapa karakter penduduk di Indonesia, melihat beberapa isu negara yang berkembang saat ini, masih ada sebagian orang yang tetap santuy menjalani kehidupannya bukan? Begitulah Belantik.
Orang-orang biasa bukanlah kumpulan 10 kawan yang direkrut oleh sang penulis untuk menjadi 10 karakter yang unik dalam sebuah novel. Orang-orang biasa adalah 10 kawan yang dipertemukan sebab memiliki takdir hidup yang sama sewaktu di sekolah. Mereka adalah Debut, Dinah, Salud, Sobri, Handai, Tohirin, Honorun, Rusip, Nihe dan Junilah. Mereka memiliki kesamaan sejak di bangku sekolah dasar, mereka sama-sama dibully, sama-sama bodoh, sama-sama miskin, meskipun begitu mereka tahu bagaimana menikmati hidup dengan sederhana tanpa penuh manipulasi.
Sekumpulan orang-orang biasa yang menjadi karakter dalam sebuah novel bukanlah tugas yang mudah bagi seorang penulis untuk menyelesaikan tulisannya. Dengan cara berpikir Andrea Hirata, ia mampu menjadikan kesepuluh orang-orang biasa ini menjadi 10 orang yang memiliki karakter unik dan mampu melakukan hal-hal hebat. Patutlah kiranya, novel ini bisa menjadi novel bestseller lainnya dari seorang Andrea Hirata. Novel ini benar-benar novel ajaib. Mengapa ajaib? Sebab tidak hanya menguras kegetiran saja saat membacanya, tetapi juga ada humor yang unik, menyinggung bullying, keacuhan seorang guru, kriminalitas, persahabatan, serta penyelesaian masalah dalam novel ini yang tidak dapat ditebak.
Belajar memang hak semua anak bangsa, maka benar seruan Andrea Hirata pada lembar ketiga pada novel ini bahwa, mereka yang ingin belajar, tak bisa diusir. Berkisah tentang Aini seorang anak dari ayah yang meninggal dunia tanpa diketahui sebabnya apa, membuat Aini banting stir menjadi semangat belajar, belum lagi adiknya juga meninggal dunia sebab sakit seperti ayahnya. Ia dan ibunya, Dinah, yang telah menjadi predikat bodoh dalam matematika oleh guru Tri Wulan, berubah siang dan malam tak henti-hentinya belajar dan mencintai matematika. Sampai pada akhirnya ia dinyatakan lulus masuk ke sebuah universitas. Perjuangan Dinah dan ke-9 kawan-kawannya dalam membantu Aini masuk ke fakultas kedokteran bukanlah hal yang main-main. Mereka mengorbankan banyak hal; pikiran, tenaga, dan material, hanya untuk seorang anak miskin yang cerdas. Ini bukan lagi tentang persahabatan yang tumbuh sejak di bangku sekolah dasar tapi tentang perjuangan seorang anak meraih cita-citanya.
Penulis : Poni Rahayu
Posting Komentar